Fakta Menarik Tentang Solo
Kenapa Sate Kere Solo dan Sate Kere Jogja Berbeda? Ternyata Masing-masing Punya Sejarah Unik
Meski namanya terkesan rendah, makanan ini justru memiliki sejarah panjang dan kini menjadi buruan wisatawan.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Ringkasan Berita:
- Sate Kere berasal dari masa kolonial sebagai makanan alternatif rakyat miskin, dibuat dari gembus atau jeroan, namun kini menjadi kuliner legendaris di Solo dan Jogja.
- Versi Jogja memakai koyor dan gajih dengan bumbu kecap atau kacang; kios legendarisnya antara lain Mbah Mardi.
- Versi Solo memakai gembus dan jeroan dengan bumbu kacang kuat dan aroma gurih dari gajih sapi, populer di warung-legenda seperti Mbah Yem.
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Sate Kere adalah salah satu kuliner khas yang jamak dijumpai di Yogyakarta dan Solo.
Meski namanya terkesan “rendah”, makanan ini justru memiliki sejarah panjang dan kini menjadi buruan wisatawan.
Bahkan di Solo, Sate Kere sudah menjadi salah satu ikon kuliner yang legendaris, selain nasi liwet.
Baca juga: Kenapa Orang Solo Suka Minum Teh? Ternyata Sudah jadi Tradisi Sejak Abad ke-18, Dulu Sajian Istana
Sepengamatan TribunSolo.com, di Solo ada beberapa warung makan Sate Kere, dari yang legendaris hingga yang biasa.
Untuk yang legendaris sebut saja Sate Kere Yu Rebi hingga Sate Kere Mbak Tug.
Setiap buka, dua warung makan ini hampir selalu ramai pembeli.
Sejarah Sate Kere
Nama sate kere berasal dari kata kere yang dalam bahasa Jawa berarti miskin.
Julukan ini muncul karena pada masa pendudukan Belanda, masyarakat pribumi yang kurang mampu tidak sanggup membeli sate daging yang biasa dikonsumsi golongan bangsawan maupun kaum kolonial.
Sebagai gantinya, mereka memanfaatkan bahan-bahan yang dianggap tidak bernilai oleh kalangan atas, seperti gembus (ampas tahu atau tempe) dan berbagai bagian jeroan.
Baca juga: Sejarah Sate Ayam Pak Kabul Wonogiri: Berawal Jual Keliling Tahun 1983, Kini jadi Kuliner Legendaris
Kreativitas inilah yang kemudian melahirkan sate kere.
Dalam konteks budaya, kuliner ini bahkan disebut sebagai bentuk counter culture terhadap masyarakat penjajah yang menikmati daging berkualitas, sementara penduduk pribumi makan dari sisa-sisanya.
Kini, sate kere tidak lagi menjadi makanan kelas bawah.
Aroma panggangannya yang khas dan cita rasanya yang unik membuat kuliner ini justru naik kelas menjadi hidangan wisata yang dicari banyak orang.
Perbedaan Sate Kere Jogja dan Solo
Meski sama-sama bernama sate kere, bahan utama dan cara penyajiannya di Yogyakarta dan Solo cukup berbeda.
Sate Kere Jogja: Koyor dan Gajih yang Menggugah Selera
Di Yogyakarta, sate kere identik dengan penggunaan koyor atau lemak sapi.
Bumbunya bisa berupa kecap atau kacang, dan aroma sedapnya langsung menyeruak saat dibakar.
Salah satu penjual legendaris adalah Warung Sate Kere Mbah Mardi di Jalan Godean.
Baca juga: Sejarah Tempat Makan HIK di Solo Raya, Apa Bedanya dengan Angkringan?
Selama ini, banyak pengunjung keliru mengira sate kere Jogja sama dengan yang ada di Solo.
Warung yang berdiri sejak 1980-an ini selalu ramai. Menjelang malam, sate biasanya habis diserbu pelanggan.
Satu porsi berisi lima tusuk sate, kupat, dan sayur bersantan dengan harga tak sampai Rp20 ribu.
Menariknya, nama “sate kere” bukan dari penjual, melainkan dari para mahasiswa pelanggan warung tersebut.
Selain di Godean, sate kere versi Jogja juga mudah ditemukan di Pasar Beringharjo, salah satunya di Warung Bu Sum.
Sate Kere Solo: Gembus dan Jeroan yang Melegenda
Di Solo, sate kere lebih dikenal dengan bahan gembus (ampas tahu) dan jeroan seperti kikil, limpa, atau hati.
Salah satu penjual paling legendaris adalah Mbah Yem, yang sudah berjualan sejak masa pendudukan Jepang.
Sate gembus disajikan dengan sambal kacang dan kupat, menciptakan rasa pedas gurih yang khas.
Baca juga: Sejarah Wedangan Pak Basuki : Salah Satu Kuliner Legendaris Solo, Langganannya Publik Figur
Sebelum dibakar, tusukan sate dicelupkan ke bumbu bercampur gajih sapi untuk menambah aroma dan kelezatan.
Dari pengalaman TribunSolo.com saat mencicipi Sate Kere khas Solo yang dibeli di beberapa penjual, cenderung memiliki rasa bumbu kacang kuat.
Lemak sapi di Sate Kere khas Solo memberikan sensasi gurih.
Selain itu teksturnya juga tidak lebih berminyak ketimbang Sate Kere khas Jogja.
Mana yang Lebih Enak?
Baik Jogja maupun Solo memiliki ciri khas yang membuat sate kere tetap hidup hingga kini.
Pecinta lemak sapi mungkin akan jatuh hati pada sate kere Jogja yang gurih dan beraroma kuat.
Sementara mereka yang penasaran dengan uniknya gembus dan jeroan dengan bumbu kacang pedas bisa menjajal versi Solo.
(*)
| Mengenal RS Kardiologi Emirates–Indonesia RS KEI di Solo yang Telan Biaya 417,3 Miliar |
|
|---|
| Kenapa Orang Solo Suka Minum Teh? Ternyata Sudah jadi Tradisi Sejak Abad ke-18, Dulu Sajian Istana |
|
|---|
| Kenapa Pria Solo Simpan Keris di Belakang saat Pakai Baju Adat? Ternyata Ini Alasan dan Maknanya |
|
|---|
| Asal-usul Monumen Setya Bhakti di Sriwedari, Berisi Makam 23 Pejuang Solo yang Berani Lawan Belanda |
|
|---|
| Asal-usul Kampung Gandekan di Solo : Nama Diambil dari Abdi Dalem, Dulu Pelabuhan Kuno yang Sibuk |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.