Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Fakta Menarik Tentang Solo

Sejarah Tari Gambyong, Tarian Asal Solo yang Biasa untuk Pembukaan Acara, Berawal dari Mangkunegaran

Gambyong sudah tercatat dalam Serat Centhini, karya sastra yang disusun pada masa pemerintahan Pakubuwana IV (1788–1820) dan Pakubuwana V

Penulis: Tribun Network | Editor: Rifatun Nadhiroh
TRIBUNSOLO.COM
Tarian Gambyong ditarikan dalam Sajian Tari Setuponan di Pura Mangkunegaran, Solo, Sabtu (13/1/2018) 

TRIBUNSOLO.COM - Kapan terakhir kali kamu menyaksikan penampilan Tari Gambyong dan tahukah kamu Tari Gambyong berasal dari Solo?

Tari Gambyong merupakan salah satu tarian tradisional khas Jawa Tengah, yang tumbuh dan berkembang di wilayah Surakarta.

Berdasarkan iringan gendingnya, tarian ini memiliki beberapa ragam, di antaranya Gambyong Pareanom, Gambyong Pancerana, dan Gambyong Pangkur.

Baca juga: Mengenal Sanggar Sarotama di Jaten Karanganyar, Sekolah Dalang yang Sudah Berdiri Sejak 1993

Jejak awal Gambyong sudah tercatat dalam Serat Centhini, karya sastra yang disusun pada masa pemerintahan Pakubuwana IV (1788–1820) dan Pakubuwana V (1820–1823).

Dalam kitab tersebut, gambyong disebut sebagai bagian dari tarian tledhek, yaitu tarian rakyat yang biasanya dipertunjukkan untuk hiburan.

Pada era Pakubuwana IX (1861–1893), seorang penata tari bernama K.R.M.T. Wreksadiningrat mengolah tarian rakyat ini agar lebih halus dan anggun, sehingga pantas ditampilkan di kalangan bangsawan.

Sejak saat itu, Gambyong mulai dipentaskan dalam lingkungan istana, khususnya di Istana Mangkunegaran, dan menjadi tontonan yang memikat karena gerakannya yang luwes serta penuh keindahan.

Popularitas Gambyong semakin meningkat pada periode 1916–1944, ketika tarian ini kerap dipertunjukkan dalam berbagai acara istana.

Perubahan penting kemudian terjadi pada tahun 1950, ketika Nyi Bei Mintoraras seorang pelatih tari di Istana Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VIII membakukan koreografi Gambyong dengan menghadirkan versi baru bernama Gambyong Pareanom.

Karya ini pertama kali ditampilkan pada tahun 1951 dalam upacara pernikahan Gusti Nurul, saudara perempuan Mangkunegara VIII.

Sambutan masyarakat yang hangat membuat Gambyong terus berkembang dan melahirkan berbagai versi lain di luar lingkungan keraton.

Makna Tari Gambyong

Tari Gambyong memiliki makna filosofis yang erat dengan simbol kesuburan.

Sosok penari kerap diibaratkan sebagai Dewi Sri, dewi padi dalam kepercayaan Jawa, yang menari untuk memberikan berkah panen melimpah.

Karena itu, pada mulanya tarian ini dipentaskan dalam ritual pertanian.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved