Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Fakta Menarik Tentang Solo

Sejarah Tradisi Sinoman di Solo Raya : Cara Menyajikan Makanan dan Minuman yang Ada Sejak Abad ke-14

Salah satu bentuk kearifan lokal yang masih bertahan di tengah arus modernisasi di Solo Raya adalah Tradisi Sinoman dan Tradisi Piring Terbang.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com/dok Pandu
TRADISI NIKAHAN - Momen para pramusaji menyajikan hidangan ke para tamu undangan di sebuah acara pernikahan di Kota Solo, atau yang lebih dikenal dengan istilah 'piring terbang'. Beginilah sejarah tradisi sinoman dan piring terbang. 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Solo Raya, Jawa Tengah, kaya akan tradisi dan budaya yang diwariskan secara turun-temurun.

Salah satu bentuk kearifan lokal yang masih bertahan di tengah arus modernisasi di Solo Raya adalah Tradisi Sinoman dan Tradisi Piring Terbang.

Dua tradisi ini masih eksis di tiap penyelenggaraan hajatan masyarakat Jawa, khususnya di wilayah Solo dan sekitarnya.

Baca juga: Sejarah Nasi Jemblung : Kuliner Legendaris Favorit Raja Pakubuwono X yang Kini Mulai Langka di Solo

Sinoman adalah sebuah tradisi gotong royong masyarakat Jawa yang melibatkan anak muda dan ibu-ibu dalam membantu penyelenggaraan berbagai acara penting seperti pernikahan, khitanan, acara keagamaan, hingga kematian.

Tradisi ini sudah dikenal sejak abad ke-14 dan masih dijaga eksistensinya hingga kini.

Asal-usul dan Makna

Kata “sinoman” berasal dari kata “sinom”, yang berarti masa muda.

Istilah ini merujuk pada sekelompok anak muda yang secara sukarela membantu orang yang punya hajat (tuan rumah).

Aktivitas mereka disebut "nyinom", dan para pelaku disebut sebagai sinoman atau peladen.

Para sinom laki-laki biasanya bertugas memasang tenda, menyiapkan meja dan kursi, menghidangkan makanan, hingga membersihkan lokasi setelah acara selesai.

Baca juga: Sejarah Bakmi Jowo Mbah Mangoen, Rekomendasi Kuliner Enak di Solo dengan Nuansa Tempo Dulu

Sementara sinom perempuan lebih fokus di dapur, memasak bahan makanan yang akan disajikan.

Menariknya, para sinoman ini tidak menerima bayaran.

Semua dilakukan atas dasar gotong royong, kekeluargaan, dan rasa hormat terhadap sesama warga.

Nilai dan Manfaat

Tradisi Sinoman tak hanya memperkuat ikatan sosial, tetapi juga:

  1. Menumbuhkan keikhlasan dan rasa syukur kepada Tuhan.
  2. Mempererat tali silaturahmi antar warga.
  3. Melestarikan nilai-nilai budaya Jawa, seperti kesopanan, kebersamaan, dan kerendahan hati.
Sumber: TribunSolo.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved