Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Sejarah Kuliner Legendaris

Sejarah Tempat Makan 'HIK' di Solo Raya, Apa Bedanya dengan Angkringan?

Bagi kamu pendatang di Kota Solo tentu sudah mulai mengenal istilah tempat makan HIK.

TribunSolo.com/Tri Widodo
HIK DI SOLO RAYA : Pedagang HIK di Boyolali membuka lapaknya, Senin (3/2/2025). Berikut sejarah HIK di Solo Raya. 

Asal-Usul HIK di Kota Bengawan

Mengutip laman Warisan Budaya Tak Benda Kemdikbud, kisah HIK berawal dari tahun 1902, saat Kota Solo mulai diterangi listrik.

Malam yang semula gelap berubah menjadi hidup dengan hadirnya layar tancap di alun-alun, bioskop di Taman Kebonrojo dan Sriwedari, serta keramaian warga yang mencari hiburan malam.

Di tengah hiruk-pikuk itu, muncul lah para penjual makanan dari pinggiran Solo, seperti Klaten, yang berkeliling menawarkan kudapan ringan kepada penonton. Mereka menjinjing atau memikul dagangannya, bukan mendorong gerobak seperti sekarang.

Tempat-tempat ramai seperti Taman Sriwedari dan Pasar Pon menjadi lokasi favorit mereka berjualan.

Secara sejarah, salah satu tokoh penting dalam sejarah HIK adalah Mbah Karso Dikromo, atau akrab disapa Jukut. Pada 1930-an, ia merantau ke Solo dan memulai usahanya dengan menjual terikan, makanan berkuah kental khas Jawa Tengah. 

Seiring waktu, ia berinovasi menjual aneka minuman, bahkan menambahkan menu nasi kucing—nasi kecil dengan lauk ikan bandeng.

Nama “HIK” sendiri punya banyak versi asal-usul.

Ada yang mengatakan muncul dari teriakan khas pedagang yang terdengar seperti “hiiik... iyeeek!” atau bunyi bel gerobak “ting... ting... hik.”

Namun, sebutan Hidangan Istimewa Kampung kemudian menjadi yang paling populer.

Meski demikian, warga Solo juga kerap menyebut tempat ini dengan istilah wedhangan.

 

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved