Raja Keraton Solo Meninggal Dunia

Cerita Adik Raja Keraton Solo, GKR Wandansari Mengaku Tak Diizinkan Menjenguk Kakaknya Sebelum Wafat

GKR Wandansari Koes Moertiyah mengungkap cerita, dia mengaku tak diizinkan menjenguk kakaknya sebelum wafat.

TribunSolo.com/Andreas Chris
TAK DIIZINKAN JENGUK KAKAK - Adik kandung Sinuhun Pakubuwono XIII, GKR Wandansari Koes Moertiyah alias Gusti Moeng, saat ditemui, Selasa (6/5/2025). Dia mengaku tak diizinkan menjenguk PB XIII di rumah sakit. 

“Setahu saya, gulanya tinggi dan sudah mengarah ke kerusakan ginjal. Sempat cuci darah, tapi hanya kuat sekitar satu setengah jam,” ungkap Wandansari.

Menurutnya, sang kakak dirawat intensif sekitar sebulan terakhir.

Karena faktor usia, dalam enam tahun terakhir PB XIII juga sudah menggunakan kursi roda.

“Sudah enam tahun beliau pakai kursi roda. Dirawatnya sebulan setelah acara Kembul Bujono,” pungkasnya.

Suksesi Keraton Solo

Sejumlah nama mulai mencuat sebagai calon penerus takhta Raja Keraton Solo, termasuk dari kalangan adik kandung mendiang raja.

Pegiat sejarah R. Surojo menyebut, di antara figur yang berpotensi naik takhta terdapat beberapa adik kandung PB XIII dari ibu yang sama, mereka yakni:

  • Gusti Benowo
  • Gusti Puger
  • Gusti Madu Kusumo

“Masih ada adik raja yang laki-laki, seperti Gusti Benowo, Gusti Puger, atau Gusti Madu Kusumo. Mereka adik kandung dan secara garis keturunan masih sangat dekat dengan mendiang,” kata Surojo kepada TribunSolo.com, Minggu (2/11/2025).

Menurutnya, peluang adik raja untuk memimpin keraton bisa terbuka lebar bila status putra mahkota yang ditetapkan PB XIII, yakni KGPAA Hamangkunegoro Sudibya Rajaputra atau Gusti Purbaya, kembali dipersoalkan.

Hal ini tak lepas dari konflik lama di tubuh keluarga besar keraton terkait keabsahan permaisuri GKR Pakubuwana atau KRAy Pradapaningsih.

Sebagian keluarga tidak mengakui status permaisuri tersebut, yang berdampak pada legitimasi putranya sebagai calon raja.

“Kalau penentuan putra PB XIII tidak bisa diterima, solusinya ya adik raja yang menjadi raja. Karena ada anggapan dari keluarga kerajaan bahwa permaisuri tidak sah,” jelasnya.

Surojo menambahkan, sosok-sosok seperti Gusti Puger atau Gusti Benowo dikenal sebagai tokoh yang cukup aktif dalam kegiatan internal keraton dan dianggap memahami adat serta tatanan Kasunanan Surakarta.

Ia berharap, perbedaan pandangan terkait suksesi bisa segera diselesaikan melalui musyawarah keluarga besar keraton.

 “Dua pandangan itu harus dipersatukan dan bermuara pada suksesi. Harapan saya, musyawarah cepat selesai agar tidak menimbulkan perpecahan,” ujarnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved