Raja Keraton Solo Meninggal Dunia
Asal-usul Bangsal Maligi, Tempat Persemayaman Terakhir Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII yang Sakral
Bangsal Maligi menjadi tempat penghormatan terakhir sebelum jenazah diberangkatkan menuju Makam Raja-Raja Mataram Imogiri, Bantul, DIY.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Ringkasan Berita:
- Jenazah Raja Keraton Surakarta, Pakubuwono XIII, disemayamkan di Bangsal Maligi, ruang paling sakral di kompleks keraton sebelum dimakamkan di Imogiri.
- Prosesi adat pemakaman dijadwalkan Selasa Kliwon (4/11/2025) pukul 13.00 WIB.
- Bangsal Maligi dibangun sejak masa PB IX, bermakna spiritual sebagai simbol kesucian dan peralihan menuju alam keabadian.
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Jenazah Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kanjeng Sinuhun Pakubuwono (PB) XIII Hangabehi, akan disemayamkan di Bangsal Maligi, salah satu bangunan paling sakral di kompleks Keraton Surakarta.
Bangsal Maligi menjadi tempat penghormatan terakhir sebelum jenazah diberangkatkan menuju Makam Raja-Raja Mataram Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Eddy Wirabhumi menjelaskan bahwa prosesi persemayaman dilakukan di bagian belakang Sasana Sewaka, pendopo utama keraton.
Baca juga: Wapres Gibran Melayat Pakubuwono XIII, Pernah Dapat Gelar Widura Negara dari Keraton Solo
“Sebelum ke Imogiri, di belakang pendopo utama itu,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (2/11/2025).
Prosesi Adat Pemakaman
Pihak keluarga dan keraton kini tengah menyiapkan seluruh rangkaian prosesi adat menjelang pemakaman.
Rencananya, upacara pemakaman akan digelar Selasa (4/11/2025) bertepatan dengan Selasa Kliwon, sekitar pukul 13.00 WIB.
“Sedang dibicarakan pagi ini. Kemungkinan besar di Hari Selasa. Selasa besok kebetulan Selasa Kliwon,” imbuh Eddy.
Raja PB XIII, yang memiliki nama lahir Gusti Raden Mas Suryo Patono, wafat di usia 77 tahun di RS Indriati Solo sekitar pukul 07.30 WIB setelah menjalani perawatan intensif akibat komplikasi penyakit, termasuk gula darah tinggi.
Meski dalam kondisi kesehatan menurun, beliau masih sempat mengikuti prosesi Adang Tahun Dal di Pawon Gondorasan pada 7 September 2025 sebelum akhirnya berpulang.
Baca juga: Asal-usul Pura Candi Untarayana Klaten : Berdiri di Atas Tanah Wingit, Dulu Tempat Bertapa Aji Saka
Asal-usul Bangsal Maligi
Bangsal Maligi bukan sekadar ruang di dalam kompleks keraton, melainkan ruang persemayaman suci yang hanya diperuntukkan bagi raja atau keluarga kerajaan yang wafat.
Bangunan ini terletak di bagian timur Sasana Sewaka, tempat raja bertahta, dan dianggap sebagai tempat yang paling sakral di antara ruang-ruang lainnya.
Secara arsitektural, Bangsal Maligi memiliki atap berbentuk piramida dengan struktur kayu bertingkat (tumpang sari) yang ditutup dengan langit-langit ceplok. Delapan tiang penyangga berwarna putih berdiri menopang atapnya, sementara tiga lampu kristal menggantung di antara tiang-tiang tersebut.
Meski tampak sederhana, setiap detail bangunannya menyimpan makna filosofis mendalam tentang kehidupan dan kebijaksanaan Jawa.
Bangsal Maligi dibangun pada masa pemerintahan Paku Buwono IX (1861–1893) sebagai tambahan dari pendhapa Sasana Sewaka.
Renovasi besar dilakukan pada masa PB X (1893–1939) dengan penggantian lantai marmer dari Carrara, Italia, serta pemasangan lampu kristal dari Bohemia, Ceko.
Namun kebakaran pada masa PB XII (1985) menyebabkan kerusakan besar, dan materialnya diganti dengan marmer Besole, Tulungagung, serta lampu kristal buatan Kedawung Subur, Surabaya.
Makna Filosofis dan Spiritual
Secara simbolis, Bangsal Maligi menggambarkan peralihan menuju tingkat spiritual yang lebih tinggi.
Dalam falsafah Jawa, bangunan ini diibaratkan sebagai “pintu depan” menuju kesadaran baru tempat manusia menyiapkan diri dengan ketenangan dan kebijaksanaan sebelum menghadapi fase kehidupan berikutnya.
Nama Maligi sendiri berasal dari kata ligi, yang berarti cermat atau berhati-hati.
Dengan demikian, Bangsal Maligi mengajarkan agar setiap manusia, termasuk seorang raja, senantiasa waspada, introspektif, dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Lantai marmer putihnya melambangkan kejernihan hati dan kesucian batin.
Selain fungsi spiritual, posisi Bangsal Maligi juga strategis.
Letaknya yang lebih depan dibandingkan bagian lain dari Sasana Sewaka membuatnya menjadi pusat perhatian saat memasuki keraton.
Di sekelilingnya terdapat arca bergaya Romawi dari Italia, yang memperlihatkan pengaruh budaya Eropa pada masa kolonial.
Kini, di tengah duka atas wafatnya PB XIII, Bangsal Maligi kembali menjadi saksi bisu perjalanan seorang raja menuju keabadian, tempat terakhir di bumi sebelum disemayamkan bersama para leluhur di Imogiri.
Bagi Tribuners yang ingin menikmati kesakralan bagian-bagian penting Keraton Solo seperti Bangsal Maligi bisa mengunjungi kompleks keraton yang terletak di Baluwarti, Pasawa Kliwon, Kota Solo, Jawa Tengah.
Namun, saat ini Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat ditutup untuk umum setelah wafatnya Sinuhun Pakubuwono XIII Hangabehi, Minggu (2/11/2025).
Penutupan dilakukan sejak pagi untuk menghormati prosesi adat dan persiapan penyemayaman jenazah sang raja di kompleks keraton sebelum diberangkatkan ke Makam Raja-Raja Mataram Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
(*)
Bangsal Maligi
Keraton Kasunanan Surakarta
Pakubuwono XIII
Meaningful
TribunBreakingNews
Breaking News
Multiangle
| Raja Solo PB XIII Disemayamkan, Masyarakat Diizinkan Beri Penghormatan Khidmat Berbusana Jawa |
|
|---|
| SOSOK KGPH Purboyo Putra Pakubuwono XIII dari Kanjeng Ratu Asih Winarni |
|
|---|
| Wapres Gibran Melayat Pakubuwono XIII, Pernah Dapat Gelar 'Widura Negara' dari Keraton Solo |
|
|---|
| Wapres Gibran Melayat ke Keraton Solo, Ditemani Gubernur Ahmad Luthfi & Wali Kota Solo Respati |
|
|---|
| RUTE KIRAB Jenazah Raja Pakubuwono XIII: Dimulai dari Keraton Solo Berhenti di Loji Gandrung |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.