Jumenengan Keraton Solo

Mengejutkan! Kirab Bukan Ritual Wajib Jumenengan PB XIV di Solo, Bisa Tak Digelar Jika Kurang Dana

Kirab dalam rangkaian Hajad Dalem Jumenengan PB XIV Hamangkunegoro ternyata bukan prosesi wajib.

TribunSolo.com/ Zharfan Muhana
KIRAB RAJA - Kirab kenaikan Raja SISKS Pakubuwono XIV Hamengkunegoro berlangsung meriah, pada Sabtu (15/11/2025). Masyarakat tampak berebut memotret wajah Raja Solo yang baru. 

Ringkasan Berita:
  • KGPH Benowo menegaskan kirab Jumenengan PB XIV bukan prosesi wajib dan hanya digelar jika Keraton memiliki dana karena biayanya sangat mahal.
  • Kehadiran Benowo di pengukuhan PB XIV memberi sinyal restu kepada KGPAA Puruboyo sebagai raja baru.
  • Benowo menyoroti dualisme klaim raja dan menegaskan bahwa posisi raja tidak bisa dipegang dua orang.

 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Andreas Chris Febrianto 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kirab dalam rangkaian Hajad Dalem Jumenengan Pakubuwono XIV Hamangkunegoro ternyata bukan prosesi wajib. 

Adik mendiang PB XIII, KGPH Benowo, menegaskan bahwa kirab hanya digelar jika Keraton memiliki cukup dana, sebab biaya penyelenggaraannya sangat besar.

"Sebetulnya pakai kirab boleh tidak juga boleh karena biayanya mahal. Jelas biayanya sangat mahal, makanya sekuat tenaga. Perlunya apa? Biar warga masyarakat tahu bahwa di keraton sudah ada penggantinya yang baru, Sinuhun Pakubuwono XIV," ujar Benowo saat ditemui usai pengukuhan raja baru, Sabtu (15/11/2025).

Baca juga: Kirab Pakubuwono XIV Hamengkunegoro, Masyarakat Berebut Memotret Sang Raja Baru Keraton Solo

Kehadiran Benowo dalam prosesi tersebut sekaligus memberi sinyal restu bagi keponakannya, KGPAA Puruboyo, yang ditetapkan sebagai SISKS Pakubuwono XIV menggantikan ayahandanya, PB XIII.

Ia menjelaskan bahwa kirab kali ini digelar sebagai bentuk syukur atas penetapan raja baru, meski bukan ritual yang selalu diwajibkan.

"Ini upacara kirab namannya, ini biasa diselenggarakan kalau raja itu mengadakan syukuran. Kebetulan ini dibarengkan dengan mentasbihkan beliaunya, keponakan saya jumeneng menggantikan ayahandanya sebagai Pakubuwono ke-XIV," jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Benowo juga menyinggung dualisme raja yang muncul di Keraton Solo, di mana KGPAA Hamangkunegoro dan KGPH Hangabehi sama-sama mengklaim sebagai PB XIV.

Baca juga: Purboyo Jadi Pakubuwono XIV, Sudah Bersumpah di Watu Gilang untuk Ikrar Raja Keraton Solo

Ia mengingatkan bahwa menjadi raja bukan perkara mudah dan tidak seharusnya seseorang mengikrarkan diri sembarangan.

"Kalau masih ada yang menyangkal karena ada lainnya jumeneng ya Monggo, kita tidak apa-apa. Artinya kita hanya niteni, kuat jalan kalau nggak kuat sakit kalau nggak ya mati," katanya.

Benowo menegaskan bahwa posisi raja tidak mungkin dipegang dua orang sekaligus.

"Makanya kalau berani ya Monggo silahkan. Tidak ada to yang namanya juara kok ada 2 orang. Kalau tidak ada kompromi bareng terus masuk finish bareng," tegasnya.

Ia menutup pernyataannya dengan mempertanyakan anggapan bahwa menjadi raja adalah posisi yang menyenangkan.

"Apa mungkin jadi raja enak ya? Terhormat, disanjung, dihormati, cari apa-apa mudah, cari utang terutama pasti gampang," pungkasnya.


 
 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved