Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

KH Sholeh Qosim Wafat saat Sujud Salat Magrib, Ini Sosoknya yang Pernah Dicium Tangan oleh Jokowi

Begitu banyaknya warga hingga publik figur yang berduka atas meninggalnya sosok kiai satu ini, seperti apa sosoknya semasa hidup?

Penulis: Hanang Yuwono | Editor: Hanang Yuwono
ISTIMEWA
KH Sholeh Qosim dan Presiden Joko Widodo 

TRIBUNSOLO.COM -- Nahdliyin berduka cita, pengasuh pondok pesantren Al-Ismailiyah, Ngelom, Sepanjang, Sidoarjo, KH Sholeh Qosim, wafat pada Kamis (10/5/2018) sekitar pukul 18.00 WIB, atau bada salat magrib pada usia ke-88 tahun.

Dilansir TribunSolo.com dari TribunJatim.com, satu dari sesepuh ulama Jawa Timur tersebut wafat saat sedang menjalankan salat magrib.

"Salat magrib sujud tidak bangun, tasbih masih di tangan, pendungane," ujar Gus Miftah selaku cucu dari ulama yang pernah menjadi laskar Hizbullah dan memperjuangkan kemerdekaan tersebut.

Jumat (11/5/2018), ribuan peziarah turut mengantarkan jenazah KH Sholeh Qosim ke peristirahatan terakhir di makam Ngelom Pesantren.


Kiai Sholeh Qosim semasa hidup.
Kiai Sholeh Qosim semasa hidup. (surabaya.tribunnews.com/ahmad zaimul haq)

Banyak warga yang merasa kehilangan hingga tak bisa menyembunyikan kesedihannya, termasuk keluarga.

Sementara itu, ucapan bela sungkawa berupa karangan bunga banyak berdatangan dari berbagai kalangan sebagai simbol kehilangan salah satu kiai khos ini.

Satu di antara karangan bunga duka cita datang dari Presiden RI Joko Widodo.

Begitu banyaknya warga hingga publik figur yang berduka atas meninggalnya sosok kyai satu ini, seperti apa sosoknya semasa hidup?

Penelusuran TribunSolo.com, banyak cerita bertebaran mengenai kebaikan KH Sholeh Qosim.

KH Sholeh Qosim dikenal sebagai salah satu sosok pejuang kemerdekaan selain seorang ulama.

Bersumber dari media online Nahdlatul Ulama, KH Sholeh Qosim turut berperang pada 10 November 1945 yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Sebelumnya, peristiwa itu didahului dengan fatwa yang dikeluarkan para kiai NU, yaitu Resolusi Jihad NU pada 22 Oktober yang kemudian ditetapkan menjadi Hari Santri.

Dengan fatwa ini pula, para santri ikut berperang membela negara kesatuan Republik Indonesia dengan semangat jihad yang sesungguhnya.

Semangat jihad itu adalah berperang melawan penjajah.

Tentang dia turut berperang pada 10 November dibenarkan cucu KH Sholeh Qosim, yaitu Gus Miftah.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved