Cerita tentang Sayur Genjer, Makanan Wong Cilik yang Diidentikkan dengan Idelogi PKI saat Orde Baru
Lagu ini seakan haram dinyanyikan pada masa Order Baru. Jika berani, bisa-bisa dicap PKI dan bahkan dipenjara.
Syamsi bersama Suyekti, ibunya, lalu membakar buku-buku bacaan yang berbau aliran kiri milik ayahnya. Ia bercerita, sempat menjenguk Muhammad Arief di Markas CPM bersama ibunya.

“Bapak ditahan tantara, dan itu terakhir saya bertemu dengan dia. Sempat dengar, katanya bapak dipindah ke Kalibaru, dan dengan lagi bapak sudah dipindah ke Malang,” ujarnya.
Syamsi mengatakan dirinya terakhir mengetahui Muhammad Arief sedang ditahan di Lowokwaru, Malang. Teman ayahnyalah yang bercerita padanya.
“Sampai saat ini saya tidak tahu bapak ada di mana. Dia tidak pernah kembali,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca.
Sementara itu, ibu Sinar Syamsi, Suyekti, yang asli Jawa Tengah memilih tinggal di Banyuwangi di rumah warisan keluarga hingga akhir hayat pada tahun 1997.
“Kasihan ibu saya. Stigma sebagai keluarga PKI membuat ia tertekan. Ibu meninggal pada tahun 1997. Sampai hari ini, sering ada yang melempari rumah menggunakan batu."
"Saya kepikiran untuk menjual rumah ini, dan pindah ke mana gitu."
"Capek dicap sebagai keluarga PKI,” jelasnya. (Nicholas Ryan Aditya)
Artikel ini telah dipublikasikan Kompas.com dengan judul: Sayur Genjer, Makanan Wong Cilik yang Jadi "Berdosa"