Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Cerita tentang Sayur Genjer, Makanan Wong Cilik yang Diidentikkan dengan Idelogi PKI saat Orde Baru

Lagu ini seakan haram dinyanyikan pada masa Order Baru. Jika berani, bisa-bisa dicap PKI dan bahkan dipenjara.

Editor: Hanang Yuwono
Agus Surono/Intisari
Daun genjer segar 

"Sayuran ini cukup akrab dalam ekologi persawahan,” kata Heri saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (28/9/2019).

Ia menyebut bahwa zaman dahulu, petani desa yang mengandalkan persawahan atau hidup di alam agraris terbiasa memanfaatkan tumbuhan yang dipetik di lingkungan sekitarnya, tanpa harus belanja.

Setelah Sidang Sugi Nur Sempat Terjadi Keributan, Dipicu Pria yang Sebut Gus Nur PKI

Rasa pahit yang ada pada sayur genjer, tak membuat masyarakat jengah untuk menyantapnya.

“Lidah wong cilik terbiasa dengan makanan pahit. Selain genjer, ada juga sayuran daun papaya. Pahit sebagai penggenap rasa. Ini memperkaya meja makan masyarakat Jawa, yang tak melulu dominan manis, kecut atau asam, gurih atau asin,” jelasnya.

Masyarakat Jawa pada umumnya sejak dulu meyakini bahwa genjer berguna bagi kesehatan.

Tanpa harus bicara khasiat yang terukur lewat kerja laboratorium, mereka tetap menyantap sayur genjer.

Tidak Gunakan Almamater Kampus, Ratusan Demonstran yang Menolak RUU Mulai Padati Gedung DPRD Solo

Heri mengatakan, kakek moyang orang Jawa meyakini segala sayuran yang tumbuh di pekarangan maupun persawahan pasti memiliki manfaat bagi tubuh.

“Sayuran bagian dari tombo atau ramuan. Hal ini dipahami dengan metode ‘ilmu titen’, pengalaman empiris masyarakat Jawa menikmati sayuran genjer menghasilkan kesimpulan bahwa sayuran ini tidak beracun, makanya genjer terus hidup dan berhasil menerobos sekat waktu, walau hanya akrab di dunia wong cilik,” tuturnya.

Lagu Gendjer-gendjer

Genjer sendiri kehilangan pamornya karena sempat identik dengan lagu yang sering terdengar di radio pada tahun 1960-an.

Pengarang lagu “Gendjer-Gendjer”, Muhammad Arief menghilang setelah pemberontakan PKI yang pecah pada 30 September 1965.

Lagu ini menjadi begitu melekat dengan citra PKI.

Keluarga pencipta lagu itu, kini tinggal dalam balutan luka karena dicap PKI.

Sinar Syamsi, mengisahkan, setelah rumah ayahnya di Jalan Kyai Shaleh Nomor 47, Kelurahan Temenggungan, Banyuwangi, dihancurkan oleh massa pada 30 September 1965, ayahnya pamit keluar rumah.

Belakangan diketahui, ayahnya ditangkap Corps Polisi Militer (CPM).

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved