Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Solo Terbaru

Kampung Presiden di Solo Sepi & Sunyi Tak Ada Demo saat Momen Setahun Jokowi-Amin, Ini Alasannya

Koordinator Aksi BEM Solo Raya, Dzikri mengaku masih mengadakan rapat untuk membahas penolakan UU Cipta Kerja.

Penulis: Ilham Oktafian | Editor: Asep Abdullah Rowi
KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Pasangan capres-cawapres Jokowi-Maruf Amin menemui para relawan dan pendukung di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (21/9/2018). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ilham Oktafian

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Gelombang aksi demonstrasi yang terjadi di beberapa daerah saat momen setahun pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, rupanya tak terjadi di Kota Solo.

Ya, kendati mahasiswa di beberapa daerah menggelar aksi, namun hal tersebut tak berlaku di kampung halaman presiden.

Koordinator Aksi BEM Solo Raya, Dzikri pun membenarkan hal tersebut saat dihubungi TribunSolo.com.

"Kami belum ke arah sana," katanya Selasa (20/10/2020).

Baca juga: Satu Tahun Pemerintahan Jokowi - Amin, Kota Solo Kampung Halaman Sang Presiden Nihil Aksi Demo

Baca juga: Catatan Ketua KAMI Jateng yang Juga Eks Relawan Prabowo Solo Raya untuk Setahun Periode Jokowi-Amin

Dzikri mengaku masih mengadakan rapat untuk membahas penolakan UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu.

"Saat ini kita mengadakan rapat kecil-kecilan, untuk evaluasi demo kemarin," terang dia.

Tak hanya aksi yang absen digelar, pernyataan sikap juga belum ditunjukkan oleh mahasiswa Solo Raya.

"Untuk catatan belum kita rumuskan, jadi belum ada," jelas dia.

Berdasarkan pantauan TribunSolo.com, suasana Kota Solo juga terpantau kondusif.

Humas aksi di Balaikota Solo beberapa waktu yang lalu, Cadel mengatakan, memang saat ini belum ada rencana aksi dari mahasiswa.

"Ini belum, nanti ditunggu saja," papar Cadel.

Dia mengatakan, sampai saat ini belum ada pergerakan atau koordinasi yang dilakukan mahasiswa di Solo.

"Ini saya sebagai humas, tidak mengkoordinasi," kata dia.

"Sampai sore ini belum ada seruan aksi," jelasnya.

Catatan Petinggi KAMI Jateng

Eks Koordinator Relawan Prabowo-Sandi Solo Raya yang kini Ketua Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jateng, Mudrick SM Sangidoe memberikan sejumlah catatan.

Modrick menilai, satu selama satu tahun ini, hukum di Indonesia kian melemah, dan semakin tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

"Yang paling saya soroti adalah hukum yang kian melemah, kebebasan berpendapat dimuka umum, kian dibatasi, dan semakin tumpulnya KPK," kata dia ungkapnya kepada TribunSolo.com.

Baca juga: Groundbreaking Masjid Hadiah Pangeran Uni Emirat Arab di Solo Bakal Dilakukan oleh Presiden Jokowi

Baca juga: Polri Tetapkan Tiga Deklarator KAMI Sebagai Tersangka, Mereka Ditahan di Rutan Bareskrim

Selain itu, permasalahan komunikasi dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah yang dinilai sangat kurang.

Dia mencontohkan, setiap pemerintah pusat mengularkan kebijakan, tidak dibarengi dengan petunjuk yang jelas hingga ke daerah.

"Sering kali peraturan pemerintah pusat sangat bias, sehingga bisa menimbulkan multitafsir di daerah," jelasnya.

Bahkan permasalahan pengesahan UU Omnibus Law menjadi isu terkini, yang dia soroti.

Dia meminta pemerintah harus mendengarkan suara rakyat, dan menghentikan pembahasan UU Omnibus Law yang menimbulkan polemik.

"UU Omnibus Law ini harus harus dihentikan, kalau tidak bisa menimbulkan gelombang pergerakan yang lebih besar lagi." ucap dia.

"Saya tidak yakin, jika UU Omnibus Law ini terus dilanjutkan, Jokowi masih bisa bertahan," imbuhnya.

Pendiri Organisasi Mega Bintang itu menilai, termasuk sejumlah aktivis yang ditangkap pada aksi demo menolak UU Omnibus Law.

"Mereka kan menyuarakan hak rakyat, saya harap mereka yang tertangkap bisa segera dibebaskan," jelasnya.

Baca juga: Pimpin Rapat Piala Dunia U-20 pada 2021, Jokowi : Yakinkan Indonesia Aman Dikunjungi Jadi Tuan Rumah

Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf, Pemerintah Disarankan Ubah Strategi Komunikasi : Dengar Suara Rakyat

Selain itu dia menambahkan, antara legislatif dan eksekutifnya, dia melihat sudah tidak ada sekat lagi.

Apa yang menjadi program pemerintah, dari DPR RI, akan segera merealisasikannya.

"Legislatif kan harusnya memihak kepada rakyat, mereka dipilih dan digaji rakyat, jadi harus wakili suara rakyat," ucapnya.

Dia berharap Jokowi bisa melakukan evaluasi besar-besaran, agar tata pemerintah bisa berjalan lebih baik lagi.

Catatan Akademisi

Dilansir dari Kompas.com, Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf menilai, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat ini terkesan abai dengan suara rakyat.

Menurutnya, berbagai kebijakan negara, seperti pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja, ditentukan tanpa partisipasi publik.

Ia pun mendorong agar Presiden dapat menerima kritik dan membuka ruang dialog.

Hal ini ia sampaikan sebagai catatan satu tahun kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf yang jatuh tepat hari ini.

"Penting betul presiden mengubah strategi komunikasi publiknya agar lebih mendengarkan apa yang disuarakan masyarakat, tokoh, ormas-ormas, dan sebagainya," kata Asep saat dihubungi, Selasa (20/10/2020).

Asep berpendapat, saat ini Jokowi sibuk mengejar target pemerintahan, khususnya di bidang ekonomi dan investasi.

Baca juga: Periode Kedua Jokowi Berjalan 1 Tahun, Utang Luar Negeri Indonesia Bertambah Rp 1.721 Triliun

Baca juga: Sosok Syahganda Nainggolan Petinggi KAMI yang Ditangkap Polisi: Dulu Pernah Ramal Jokowi Bakal Jatuh

Namun, Asep menilai, Jokowi telah salah mengambil jalan ketika justru meminggirkan pelibatan publik.

"Setuju bahwa ekonomi penting, tapi mereka salah jalan, salah paradigma, dan salah kerja mereka (misalnya) membuat UU di bidang perekonomian. Jadi memakai jalan pintas," ujarnya.

Situasi ini kemudian diperburuk dengan sikap DPR yang selalu sepakat dengan pemerintah.

Pasalnya, tujuh dari sembilan fraksi di DPR merupakan partai pendukung pemerintah.

Asep mengatakan, semestinya DPR mampu melahirkan proses kritis terhadap jalannya roda pemerintahan.

"Sayangnya posisi DPR lemah. Jadi tidak ada kontrol efektif dari DPR sehingga lahir UU yang menuai polemik," kata dia.

Pada akhirnya, pemerintah dan DPR kompak mengabaikan suara publik dalam proses pembentukan undang-undang.

Baca juga: Kasus Covid-19 Masih Bertambah, Jokowi Minta Jajarannya Terus Meningkatkan Angka Kesembuhan

Baca juga: Satu Suara dengan Jokowi, Menko PMK Muhadjir : Tak Puas UU Cipta Kerja, Bisa Judicial Review ke MK

Ia pun mendorong agar DPR memprioritaskan produk legislasi yang memang betul-betul dibutuhkan dan diinginkan masyarakat.

"Mereka bisa membuat, misalnya, ALMA, aspirative legislation making act. Itu harus dibuat, jadi jelas bahwa mereka memiliki komitmen yang bagus, membuat UU yang aspiratif sehingga masyarakat melihat iktikad baik," ujar Asep.

Selain itu, Asep mengingatkan bahwa target ekonomi bukan segalanya.

Menurut dia, Presiden tidak perlu terus-terusan bicara soal ekonomi atau investasi yang justru dapat menimbulkan kecurigaan dari masyarakat.

Ia mengatakan, saat ini yang perlu dibangun pemerintah adalah kepercayaan publik.

"Bangun kepercayaan publik, jadi jangan selalu bicara ekonomi atau investasi terhambat. Orang akan berpikir bahwa pemerintah bisa diarahkan kepentingan asing atau investor, bukan atas kepentingan rakyat," ucap Asep.

"Jadi ubah dengan mengatakan bahwa pemerintah tidak dalam posisi ditekan siapapun dan tidak mengarah pada kepentingan investor atau asing," tuturnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Setahun Jokowi-Ma'ruf, Pemerintah Diminta Lebih Mendengar Suara Rakyat".

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved