Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sukoharjo Terbaru

Kasus Covid-19 Masih Tinggi, DBD Ikut Terus Merebak, Kini di Sukoharjo Chikungunya Juga Merajalela

Wabah chikungunya di Kabupaten Sukoharjo kembali merajalela di tengah gempuran Covid-19 dan DBD.

Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Asep Abdullah Rowi
Mikadago/ Pixabay.com/ tribunnews
Ilustrasi digigit nyamuk. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Wabah chikungunya di Kabupaten Sukoharjo kembali merajalela di tengah gempuran Covid-19 dan DBD.

Tercatat hingga pertengahan bulan Mei 2021, sudah ada 446 orang yang terjangkit virus yang disebabkan karena gigitan nyamuk.

Efeknya demam dan nyeri sendi datang tiba-tiba, yyeri otot, sakit kepala, kelelahan hingga seringkali merasakan ruam pada kulot.

Dari data yang dihumpun Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sukoharjo, Kecamatan Gatak dan Mojolaban menjadi dua kecamatan dengan kasus terbanyak.

Mengenal Penyakit yang Bisa Saja Terjadi Setelah Digigit Nyamuk: Malaria hingga Chikungunya

Baca juga: Pengakuan Dede Pembakar Kekasih Sendiri di Cianjur hingga Tewas, Kalap Gara-gara Baca Chat di HP

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sukoharjo, Yunia Wahdiyati mengatan, ditemukan 225 kasus chikungunya di Kecamatan Gatak yang tersebar di Desa Jati, Trosemi, dan Trangsan.

Selain itu, ditemukan 116 kasus chikungunya di Kecamatan Mojolaban yang tersebar di Desa Dukuh, Bekonang, dan Plumbon.

Sementara sisanya ditemukan di Kecamatan Grogol dengan dengan 37 kasus, Polokarto sebanyak 40 kasus, Kartasura 17 kasus, dan di Baki dengan 11 kasus.

"Penyakit ini disebabkan karena nyamuk (aedes aegypti). Jadi perilaku PSN masyarakat harus diperbaiki," kata dia kepada TribunSolo.com, Selasa (11/5/2021).

Sebagai antisipasi, Yunia meminta masyarakat untuk menggiatkan kebersihan lingkungan, seperti menguras penampungan air, menutup tempat penampungan air, mengubur atau mendaur ulang barang bekas.

Sementara itu, lokasi yang terdampak juga telah dilakukan pengasapan.

Yunia menjelaskan, wabah chikungunya ini memang tidak seberbaya DBD.

Orang yang mengalami chikungunya akan merasakan demam, nyeri otot dan sendi, sakit kepala, ruam, mulas, dan sebagainya.

"Meski tidak menyebabkan kematian seperti DBD, tapi efek terserang chikungunya ini bisa mengganggu produktivitas masyarakat," pungkasnya. 

Kasus Demam Berdarah

Sementara tiu, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Sukoharjo meningkat drastis karena sepekan ditemukan 16 kasus baru .

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sukoharjo, Yunia Wahdiyati, kenyataan itu menjadi jumlah kasus terbanyak dalam 5 bulan terakhir.

"Pada pekan ini, ada satu orang yang meninggal dunia karena DBD. Dia warga Kartasura," kata dia kepada TribunSolo.com, Senin (10/5/2021).

Temuan kasus meninggal karena DBD juga terjadi di pekan ke-4.

Baca juga: Jalan Hidup Zikri Akbar Alumni Liga Paraguay ke Persis Solo : Dihubungi Komisaris, Dikontrak Semusim

Baca juga: Musim Hujan, Kasus Demam Berdarah Solo Berpotensi Naik, Dinkes : Ingat 3M, Jangan Ada Genangan Air

Orang yang meninggal tersebut juga merupakan warga Kecamatan Kartasura.

Jika ditotal hingga pekan ke-17, kasus DBD di Kabupaten Sukoharjo ada sebanyak 61 orang, dengan dua orang meninggal dunia.

Angka ini lebih rendah dibadingkan pekan yang sama pada tahun 2019, yang ditemukan 85 kasus.

Tahun ini, kasus paling banyak ditemukan orang terkena DBD berada di Kecamatan Kartasura, dengan 15 orang.

Disusul Kecamatan Gatak dan Sukoharjo, dengan masing-masing kecamatan ditemukan 8 orang.

Lalu di Kecamatan Baki dan Grogol, yang masing-masing ditemukan 7 orang terserang DBD.

Kasus DBD terendah berada di Kecamatan Nguter dan Weru, dengan masing-masing kasus 2 orang. Lalu di Kecamatan Tawangsari, ditemukan 1 orang.

Sementara di Kecamatan Bulu belum ditemukan adanya kasus DBD hingga pekan ke-17 ini.

Jika dilihat dari geografisnya, kasus DBD paling banyak menyerang perkotaan.

"Ini bukan masalah perkotaan atau pedesaan, karena DBD disebabkan oleh nyamuk, baik dewasa maupun jentiknya," jelasnya.

"Ini dilihat dari perilaku PSN-nya, dan kawasan bebas jentiknya. Ternyata kawasan itu (Kartasura) dibawah 85 persen, jadi ada spot-spot penularan DBD," tambahnya.

Pemantauan jenik nyamuk perlu dilakukan oleh kader dan masyarakat pemantau jentik di kawasan berisiko tinggi.

Baca juga: Ditanya Polisi, Bocah Pakai VW Tabrak Petugas di Klaten, Akui Panik Tak Punya SIM Makanya Tancap Gas

Baca juga: Penyebab Meninggalnya Mantan Suami Nita Thalia, Sempat Berjuang Lawan Covid-19 dan Demam Berdarah

Selain itu, penggunaan teknologi tepat guna dengan pemasangan ovitap (perangkap telur nyamuk) dari barang bekas untuk mengurangi populasi nyamuk.

Pihaknya juga meminta agar masyarakat melakukan tindakan PSN dan menjaga pola hidup sehat.

Dikatakan, gejala yang dialami oleh penderita DBD diantaranya adalah demam, mual, muncul bintik-bintik merah di lengan, nyeri otot ataupun sendi, dan sakit kepala.

Dia berpesan, apabila timbul gejala DBD, diharapkan segera melakukan pemeriksaan di pelayanan kesehatan setempat supaya tidak terjadi keterlambatan penanganan.

"Penyakit DBD bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani," jelasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved