Berita Klaten Terbaru
Kronologi Penemuan 5 Batu Diduga Benda Cagar Budaya di Klaten: Awalnya Dikira Batu Biasa
Ada cerita menarik dari penemuan 5 batu diduga benda cagar budaya di Klaten. Masyarakat mengira batuan tersebut batu biasa.
Penulis: Mardon Widiyanto | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto
TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Ada cerita menarik dari penemuan 5 batu diduga benda cagar budaya di Klaten.
Masyarakat mengira batuan diduga benda cagar budaya tersebut hanya batu biasa.
Kepala Dusun II Desa Taji, Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten, Handoko mengatakan, batuan yang merupakan Arca itu hanya tinggal badannya saja.
Baca juga: Heboh Temuan 5 Batu Diduga Benda Cagar Budaya di Klaten, Sudah Ada Sejak Zaman Mataram Kuno
Baca juga: 12 Bangunan Diduga Cagar Budaya di Karanganyar Diusulkan Jadi Benda Cagar Budaya Kabupaten
"Warga sudah mengetahui keberadaan batu tersebut, namun warga mengira batuan Arca itu hanya batuan biasa," ujar Handoko, kepada TribunSolo.com, Jum'at (3/9/2021).
Handoko mengatakan, saat ditemukan, Arca tersebut berada di pinggir jalan desa, tepatnya di Dukuh Pandeyan II, Desa Taji, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten.
Kini Arca tersebut sudah diamankan bersama 4 batuan diduga benda cagar budaya lainnya.
Baca juga: Bupati Karanganyar Juliyatmono Keberatan 6 Desa Jadi Cagar Budaya, Minta Mendikbud Mengkaji Ulang
"Dibantu bagian purbakala mengamankan semua benda tersebut ke Balai Desa Taji," ucap Handoko.
Dia menerangkan 4 batuan diduga benda cagar budaya masing-masing 3 batu Jalawara (tempat talang air) dan satu batu diduga badan candi.
Keempat batuan tersebut ditemukan di makam kempul, Dukuh beji, Desa Taji, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten.
"3 batuan Jalawara dan satu batuan diduga badan candi diamankan ke Balai Desa pertengahan Agustus, yaitu sekitar Kamis (19/8/2021), sedangkan batuan Arca itu diamankan Kamis (3/9/2021)," kata Handoko.
Heboh Temuan Candi Diduga Benda Cagar Budaya
Warga Desa Taji, Kecamatan Prambanan, Klaten dihebohkan dengan penemuan lima batu yang diduga benda cagar budaya.
Diduga batu tersebut sudah ada sejak zaman Mataram Kuno.
Kepala Dusun II Desa Taji, Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten, Handoko mengatakan, 5 batuan diduga cagar budaya itu diamankan dengan dibantu oleh tim purbakala.
Baca juga: Batu Mirip Stupa Candi Ditemukan di Boyolali, Terlantar di Kawasan Makam Desa Nepen
Baca juga: Kini Ada Mal Siaga Candi di Solo, Dilengkapi Ruang Isolasi dan Ambulans: Protokol Kesehatan Ketat
"Kami dibantu tim purbakala mengamankan 5 batuan diduga benda cagar budaya ke Balai Desa Taji, masing-masing 4 batu diduga badan candi dan 1 batu diduga arca," kata Handoko kepada TribunSolo.com, Jumat (3/9/2021).
Handoko mengatakan, masing-masing batuan diduga benda cagar budaya tersebut ditemukan diwaktu dan tempat berbeda.
Sebanyak 4 batuan yang masing-masing 3 batu Jalawara (tempat talang air) dan satu batu diduga badan candi lain ditemukan di makam kempul, Dukuh beji, Desa Taji, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten.
Baca juga: Cuaca Lereng Gunung Lawu Cerah, Candi Cetho Ramai, Pengunjung : Macet Sedikit Tidak Apa-Apa
Sedangkan satu Arca tersebut ditemukan di pinggir jalan Desa, tepatnya di Dukuh Pandeyan II, Desa Taji, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten.
"Masing-masing ditemukan pada waktu yang berbeda, 3 Jalawara dan satu batuan diduga badan candi diamankan ke Balai Desa pertengahan Agustus, sekitar Kamis (19/8/2021), sedangkan batuan Arca itu diamankan Kamis (3/9/2021)," ujar Handoko.
Handoko mengatakan, saat batuan Jalawara akan dievakuasi, posisi batu tersebut tertimbun tanah makam.
Baca juga: Penampakan Candi Cetho Karanganyar Setelah Libur 2 Bulan, Tetap Terjaga dan Bersih
Sedangkan posisi ditemukan batuan arca yang sudah tinggal badan saja itu berada di tepi jalan dan warga sekitar mengira batu itu hanya batuan biasa.
"Kita pindahkan semua batu itu kesini dengan tujuan menyelamatkan agar tidak hilang dan semoga batuan ini bisa dicatat registrasi resmi dari pihak terkait," ujar Handoko.
Penemuan Candi Sebelumnya
Sebuah batu besar yang diduga peninggalan Kerajaan Mataram Hindu ditemukan warga Klaten pada Kamis (11/3/2021).
Lokasi penemuannya ada di Dukuh Lumbung Dungik, Desa Soropaten, Kecamatan Karanganom, Klaten.
Demi keamanan batu itu kini disimpan di salah satu rumah warga yang terpercaya.
Pegiat Klaten Heritage Community (KHC), Hari Wahyudi mengatakan, penemuan batuan yang diduga cagar budaya ditemukan di area persawahan milik warga.
Baca juga: Bak Kota Mati, Penampakan Objek Wisata Candi Cetho Karanganyar yang Mulai Buka Kembali: Ekonomi Lesu
Baca juga: Candi Cetho & Sukuh di Karanganyar Kembali Dibuka, Tapi Wistawan Wajib Jalankan Protokol Kesehatan
"Kami memperoleh informasi dari warga bahwa ditemukan batuan diduga benda cagar budaya di area persawahan dan saat ini sedang kami evakuasi, "ucap Hari kepada TribunSolo.com.
Hari mengatakan, batuan tersebut dievakuasi karena lahan tersebut akan digunakan untuk area pertanian.
Ia menyebutkan, evakuasi batuan tersebut dilakukan oleh warga setempat dengan menggunakan peralatan sederhana.
"Batuan itu, diamankan sementara di salah satu rumah warga setempat," ujar Hari.
Sebelumnya lokasi tersebut sudah didatangi Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Klaten, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah serta Balai Arkeologi Yogyakarta.
Baca juga: Sejarah Komplek Candi Cetho, Tempat Ibadah Umat Hindu di Karanganyar yang Ditemukan Oleh Belanda
Saat itu ditemukan Yoni dan beberapa batu bata besar yang diduga adalah badan candi.
"Warga juga menemukan arca dalam keadaan tidak utuh," ucap Hari.
Selain itu, dia juga menemukan lokasi yang diduga lantai dari candi tersebut.
Dalam penelusurannya di Desa Soropaten, terdapat 3 titik temuan batuan yang diduga cagar budaya.
Ia menambahkan, tidak menutup kemungkinan adannya temuan-temuan baru di sekitar lokasi tersebut.
"Batu-batuan ini akan diserahkan ke BPCB Jateng dan Badan Arkeologi Yogyakarta, untuk diteliti lebih lanjut," jelas dia.
Candi Cetho Mulai Bergeliat
Wisata di Candi Cetho Karanganyar kembali bergeliar, setelah kembali dibuka ditngah PPKM Mikro ini.
Dalam pantauan TribunSolo para wisatawan datang dari berbagai daerah dilihat dari beragam nomor polisi kendaraan yang datang silih berganti.
Menurut Juru Kunci Candi Cetho, Cipto (56), hari kedua ini ratusan wisatawan yang masuk ke dalam area candi.
"Akhir pekan ini wisatawan cukup antusias, jadi lumayan ramai," katanya kepada TribunSolo.com pada Sabtu (20/2/2021).
"Jumat kemarin yang datang hanya puluhan, kemungkinan karena belum dapat info dan masih hari kerja sehingga tidak ramai," jelasnya.
Baca juga: Candi Cetho & Sukuh di Karanganyar Kembali Dibuka, Tapi Wistawan Wajib Jalankan Protokol Kesehatan
Baca juga: Nekat Adakan Senam Masal di Masa Pandemi, Manajer Pusat Belanja di Karanganyar Diciduk Satpol PP
Baca juga: Pembangunan Masjid Agung Dapat Perhatian Khusus Dari DPRD Karanganyar
Baca juga: Buat Aroma Busuk dan Cemari Lingkungan, Kandang Babi di Karanganyar Diprotes Warga
Sebelumnya Candi Cetho ditutup untuk publik sejak penerapan PPKM jilid 1.
Lalu kemudian penutupan itu berlanjut hingga PPKM jilid 2 dan mulai dibuka untuk umum di masa PPKM Mikro.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Karanganyar, Titis Sri Jawoto, pihaknya telah mengajukan ke Kemendikbud agar Candi Cetho dapat diizinkan dibuka agar ekonomi sektor pariwisata dapat berjalan kembali.
"Kami butuh waktu dua Minggu agar memperoleh izin dari Balai Cagar Budaya Jawa Tengah, jadi saat ini tinggal komitmen baik dari pengelola maupun wisatawan itu sendiri untuk taat protokol kesehatan," tegasnya.
Patuhi Protokol Kesehatan
Candi Cetho dan Candi Sukuh di lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar telah dibuka kembali untuk umum.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora) Karanganyar, Titis Sri Jawoto, pihaknya telah mengajukan surat kepada Kemendikbud agar kedua wisata candi itu dapat dibuka kembali.
Akhirnya Kemendikbud melalui Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah akhirnya mengizinkan kembali untuk buka sebagai area wisata.
Adapun kedua candi itu sebelumnya sempat ditutup untuk umum.
"Kami mengajukan surat pengajuan sejak diterapkan PPKM jilid dua dan setelah menanti dua Minggu, akhirnya diberi izin untuk kembali buka," katanya kepada TribunSolo.com pada Sabtu (20/2/2021).
Baca juga: Menikmati Keindahan Alam di Candi Cetho Karanganyar, Tiket Cuma Rp 10 Ribu per Orang
Baca juga: Viral Burung Jalak Tuntun Pendaki yang Tersesat di Gunung Lawu, Mitos Atau Fakta? Ini Kata Relawan
Izin itu sendiri diberikan secara resmi melalui surat sejak Jumat (19/2/2021).
Maka kabar baik bagi wisatawan, segera bisa menikmati sajian khas wisata sejarah di kedua candi sembari menghirup udara segar pegunungan.
"Kami langsung sosialisasi kepada masyarakat tidak hanya melalui surat resmi namun juga video ajakan untuk berkunjung ke candi kembali," ujarnya.
Dirinya berharap dengan dibukanya kedua candi itu, ekonomi masyarakat kembali bergeliat di sektor wisata.
"Kita yakin pandemi Covid-19 sudah mulai terkendali, oleh karena itu dari Kemendikbud sudah memberi izin," ungkapnya.
"Selama warga taat protokol kesehatan, pandemi Covid-19 dapat kita kendalikan dan ekonomi warga juga akan aman," imbuhnya.
Kini masih ada dua area wisata di bawah naungan Kemendikbud langsung yang masih belum dibuka, yaitu Arena Edukasi Intan Pari dan Ndayu Park.
"Nanti akan kita buka, pelan-pelan lewati prosesnya," jelasnya.
Ramai Wisatawan
Sebelumnya, panorama keindahan alam di sekitar Candi Cetho itu ramai dikunjungi wisatawan.
Banyak wisatawan yang penasaran dengan suasan candi setelah melihat unggahan foto dan video di sosial media.
Diantara wisatawan yang hadir adalah Dyah (18) dan Lina (18).
Remaja asal Ponorogo tersebut, rela menempuh dua jam perjalanan demi bisa menikmati suasan Candi Cetho.
"Kesini datang karena penasaran lihat dari instagram lalu penasaran," Kata Dyah kepada TribunSolo.com pada Minggu (10/1/2021).
Baca juga: Catat, Selama Masa PSBB Candi Sukuh dan Candi Cetho Karanganyar Akan Ditutup
Baca juga: Mengenal Kain Kampuh, Kain Sakral yang wajib Digunakan Ketika Memasuki Candi Cetho
Baca juga: Sejarah Komplek Candi Cetho, Tempat Ibadah Umat Hindu di Karanganyar yang Ditemukan Oleh Belanda
Selain itu harga tiketnya yang ekonomis juga membuat mereka berdua datang ke Candi Cetho.
"Hanya Rp 10 ribu sudah dapat fasilitas sedemikan lengkap baik pemandangan atau pengetahuan," ujarnya.
Ditambah lagi saat ini hari menjelang PSBB yang membuat Candi Cetho akan ditutup selama dua minggu kedepan.
"Kebetulan tidak terlalu ramai, sehingga kita bisa menikmati suasana sambil berfoto sepuasnya," ungkapnya.

Menurut Cipto (56) selaku Juru Kunci Candi Cetho menyebut dengan akan dimulainya PSBB membuat pengunjung semakin surut untuk hadir.
"Kalau dari jumlah tiket yang terjual hanya 200 orang yang datang, jauh dari hari libur pada masa normal yang sampai ribuan orang," kata Cipto.
Ditemukan Belanda
Apabila berkunjung ke Candi Cetho tidak banyak pengunjung yang tahu bahwa tempat itu adalah tempat persembahyangan umat agama Hindu.
Sebagian besar dari mereka merupakan wisatawan yang mencari spot foto dan arena terbuka dengan udara sejuk untuk berlibur.
Dilansir dari situs kemendikbud.go.id, candi tersebut pertama kali ditemukan oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda pada tahun 1928.
Beberapa waktu kemudian, menurut juru kunci dari Candi Cetho, Cipto (56) area itu baru mulai ramai dikunjungi pada tahun 1970 saat ada renovasi besar-besaran.
"Sebelumnya area Candi Cetho sangatlah sepi dan jarang ada penduduk di sekitar sini, namun setelah ada renovasi mulai banyak perumahan yang dibangun," katanya kepada TribunSolo.com.
Baca juga: Mengenal Kain Kampuh, Kain Sakral yang wajib Digunakan Ketika Memasuki Candi Cetho
Baca juga: Catat, Selama Masa PSBB Candi Sukuh dan Candi Cetho Karanganyar Akan Ditutup
Baca juga: Ada PSBB Jawa Bali, Proyek Pembangunan Masjid Agung Karanganyar Jalan Terus
Baca juga: Saran DPRD Karanganyar Jelang PSBB: Pasar Harus Dijaga Ketat
Dirinya menceritakan bahwa renovasi yang dilakukan pada masa pemerintahan Suharto itu mendapat kritik dari banyak pihak.
Para ahli sejarah dan arkeolog banyak mengrkitik renovasiitu karena banyak dari arca yang berubah dari bentuk semula.
"Seperti gapura depan yang paling besar itu merupakan bangunan baru hasil renovasi dan banyak menuai kritik," terangnya.

Cipto juga menceritakan sebelumnya tidak ada biaya retribusi saat masuk ke Candi Cetho.
Namun seiring waktu dan pengunjung semakin ramai maka Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah dan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga menarik biaya retribusi untuk wisatawan domestik Rp.10 ribu dan mancanegara Rp 30 ribu.
"Sebelumnya kita pakai buku tamu namun karena semakin ramai, akhirnya kami tarik biaya retribusi tiket," ungkapnya.
Wajib Pakai Kain Kampuh
Pengunjung di Candi Cetho akan disambut oleh sejumlah pemuda setempat.
Para pemuda itu akan menawarkan kepada setiap wisatawan sehelai kain, sebelum masuk Candi yang terletak di Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar itu.
Kain yang memiliki corak hitam putih bak papan catur itu bernama kain kampuh. Dan wajib digunangkan oleh pengunjung ketika memasuki Candi Cetho.
Menurut Wagimin salah seorang koordintor dari Pemuda Hindu Cetho, kain itu diberikan sebagai bentuk penghormatan di tempat ibadah agama Hindu tersebut.
"Sebagai bentuk penghormatan dan bentuk kesakralan terhadap tempat ibadah," katanya kepada TribunSolo.com pada Minggu (10/1/2021).

Pemuda Hindu Cetho menyediakan lebih dari 3000 kain yang dapat digunakan oleh wisatawan secara cuma-cuma.
"Kami menyediakan ini dengan gratis, hanya tulis nama lalu donasi seikhlasnya untuk biaya laundry dan perawatan," terangnya.
Dalam mengenakan kain kampuh tersebut juga ada tata caranya.
Apabila laki-laki maka simpul ikatan diletakkan di depan, sedangkan perempuan diletakkan di samping baik kanan maupun kiri.
"Ikatan simpul itu menjadi pembeda antara laki-laki-laki dan perempuan," ujarnya.
Baca juga: Soal Memberikan Dukungan ke Bhayangkara FC, Ini Jawaban Presiden Pasoepati yang Baru
Baca juga: Hujan Deras, Karanggede Boyolali Banjir, Dua Anak Sempat Terseret Arus dan Berlindung di Pohon
Pihaknya selalu dengan terbuka mengajari wisatawan yang belum bisa mengenakan kampuh dengan benar.
"Kami menyiapkan satu orang khusus untuk mengajari wisatawan mengenakan kampuh agar kencang dan tidak melorot ketika digunakan," ungkapnya. (*)