Keraton Kartasura Dijebol
Benteng Keraton Kartasura Jadi Sorotan, Ternyata Ini Penampakan di Dalamnya
Nama Benteng Keraton Kartasura tengah menjadi sorotan berbagai pihak, hal ini adalah dampak dari pembongkaran benteng tersebut oleh pemilik lahan.
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Ryantono Puji Santoso
Areal makam Keraton Kartasura sendiri merupakan makam keturunan Pakubowono Kasunanan Surakarta.
Tradisi sadranan ini juga sebagai upaya untuk mengangkat kembali Keraton Kartasura yang merupakan cikal bakal Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
Di bekas Keraton Kartasura ini terdapat salah satu makam kerabat keraton yaitu Nyai Sedah Mirah.
Konon, Sedah Mirah merupakan panglima perempuan yang melawan penjajah.
"Ini bisa menjadi lokasi wisata sejarah bagi warga khususnya generasi muda," imbuh dia.
Selain wisata sejarah, bekas Keraton Kartasura saat ini digunakan untuk kegiatan kemasyarakatan.
Arti Sadranan Jelang Ramadan
Masyarakat Jawa memiliki kebiasaan menggelar sadranan atau berziarah ke makam saat menyambut bulan suci Ramadan.
Masyarakat berduyun-duyun mengirim doa kepada arwah leluhur, membersihkan makam, dan memanjatkan doa hingga selamatan dengan membawa makanan.
Kebiasaan itu ternyata sudah terjadi sejak zaman Majapahit masih berkuasa.
Menurut Pegiat Sejarah dan Budaya Solo, Surojo, kata Sadranan sendiri diambil dari kata sanskerta 'Sraddha'.
"Sraddha sendiri memiliki arti mengingat roh leluhur," katanya kepada TribunSolo.com, Sabtu (26/3/2022).
Tradisi ini bermula saat era kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada.
Saat itu, Gajah Mada memerintahkan Hayam Wuruk untuk melestarikan kembali leluhur mereka, yakni Rajapatni Gayatri.
Perintah Gajah Mada itu kemdian disanggupi oleh Hayam Wuruk, yang memerintahkan para Brahmana untuk menyiapkan tata upacaranya.