Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Karanganyar Terbaru

Pertapaan Pringgodani di Tawangmangu Dikaitkan dengan Raja Majapahit Terakhir, Warga Membantah

petilasan pertapaan Pringgondani, di Blumbang, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar dipercaya sebagai petilasan Raja Majapahit Terakhir.

TribunSolo.com / Mardon Widiyanto
Petilasan Pertapaan Pringgodani yang berada di Kelurahan Blumbang, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Kamis (9/6/2022). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto

TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Beredar kabar di lokasi petilasan pertapaan Pringgondani, di Kelurahan Blumbang, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar dipercaya sebagai petilasan Raja Majapahit yang terakhir, Prabu Brawijaya V. 

Bahkan lokasi tersebut disebut-sebut tempat melarikan diri Brawijaya V dari musuh-musuhnya sampai kemudian meninggal atau disebut moksa di sana.

Harno (60) salah warga sepuh yang telah tinggal puluhan tahun di sekitar wisata rohani tersebut membantah lokasi tersebut merupakan tempat petilasan Raja Majapahit terakhir, Prabu Brawijaya V.

Baca juga: Petilasan Pertapaan Pringgodani Tawangmangu : Setiap Selasa Kliwon Ada Pagelaran Wayang Kulit

Baca juga: Misteri Sendang Siwani Wonogiri : Petilasan Mangkunegara I, Punya Kasiat Keluarkan Energi Membara

"Beredar kabar bahwa lokasi ini (petilasan pertapaan Pringgondani) merupakan salah tempat petilasan raja Majapahit, Prabu Brawijaya V, itu tak benar," kata Harno kepada TribunSolo.com, Kamis (10/6/2022).

Pria yang disapai Mbah Harno mengatakan, lokasi pertapaan tersebut  sudah ada sejak lama, sebelum lahirnya Prabu Brawijaya V.

Lanjut, kata dia, petilasan pertapaan Pringgondani ini sudah ada bahkan sebelum Kerajaan Majapahit berdiri.

"Lokasi pertapaan ini tidak ada kaitannya dengan Prabu Brawijaya V dan kerajaan Majapahit," ucap Harno.

Pria yang disapai Mbah Harno mengatakan, Pertapaan Pringgodani merupakan lokasi untuk melakukan prihatin dan menenangkan diri bagi kepercayaan kejawen.

Dia menjelaskan, tempat tersebut bernama Pringgondani berasal dari kata "pring" (bambu), "nggon" (tempat), dan "dani" (memperbaiki).

Baca juga: Tokoh-tokoh Indonesia Pernah Kunjungi Petilasan Pertapaan Pringgodani: Ada Gus Dur & Presiden Jokowi

"Lokasi Pringgondani ini mempunyai arti yang digunakan untuk memperbaiki diri," ujar Harno.

Dia menjelaskan kata Pringgondani bisa diartikan dengan “Eyang Panembahan Koconegoro".

Hal ini bisa diartikan seperti itu, karena di dalam kompleks pertapaan terdapat Pertapaan Koconegoro, sebuah tempat yang dituakan (dikeramatkan) yang digunakan untuk tempat bercerminnya kerajaan.

"Yang pasti di sini tempat untuk Pringgodani untuk kepercayaan kejawen tempat untuk prihatin, dan memperkuat ilmu batin," kata Harno.

Dia mengatakan, banyak orang yang mengaku sebagai juru kunci di lokasi wisata rohani itu.

Mbah Harno membantah keras jika di lokasi tersebut terdapat juru kunci di lokasi Petilasan Pertapaan Pringgodani.

Baca juga: Sempat Tak Diakui, Yayasan Kasultanan Karaton Pajang Berdamai dengan Pihak Petilasan Kasultanan?

"Banyak yang mengaku juru kunci di sini (Petilasan Pertapaan Pringgodani), namun saya tegaskan sini tidak ada juru kunci di sini, selain itu, di sini juga tidak ada makam, dan murni hanya petilasan," ungkap Harno.

Dia mengatakan, bangunan pertapaan tersebut sudah dilakukan pemugaran dan perbaikan, oleh pengunjung yang melakukan bertapa di sana.

Bahkan dana perbaikan jalan menuju ke lokasi serta kebersihan tersebut dilakukan oleh swadaya masyarakat.

"Bangunan ini sudah dipugar, bukan asli seperti dulu yang kecil, pembangunan jalan tangga baru 1998 serta perbaikan jalan terakhir sebulan lalu, listrikpun baru masuk 2013 dan ini dari bantuan swadaya dari pengunjung pertapaan bukan dari pemerintah," tutir Harno.

Sementara itu, Kardi (60) salah satu warga lainnya mengatakan dalam pelaksaaan operasional baik kebersihan lingkungan sekitar, warga mengambil uang di dalam kotak yang terpajang di lokasi pertapaan.

Kotak tersebut dipajang di sana untuk digunakan operasional di sana, karena merasa tak menerima bantuan dari pemerintah baik daerah hingga pusat.

"Dana Pengoperasian di wilayah perkampungan ini, menggunakan uang dari kotak yang terpajang di tempat tersebut, uang dari para pengunjung atau orang yang datang ke sini," kata Kardi. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved