Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Karanganyar Terbaru

Kisah Heru Asal Ciamis, Tempuh 420 Km Demi Jualan Bendera di Karanganyar, Hasilnya Buat Modal Usaha

Bulan Agustus menjelang HUT Kemerdekaan RI adalah momen penting bagi masyarakat yang dimanfaatkan sebagain orang untuk berjualan.

Penulis: Mardon Widiyanto | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Mardon Widiyanto
Heru Fajar (32) jualan bendara yang mengambil momen Kemerdekaan RI di Kabupaten Karanganyar, Selasa (2/8/2022). dia merupakan warga Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. 

Bahkan, dalam sebulan omzetnya tak kurang dari Rp 20 juta.

Tanduk dan tulang kerbau atau sapi dia buat aneka kerajinan.

Ada yang jadi sisir rambut, alat memijat, kerokan, sendok makan, sloki hingga wadah sabun.

Bahkan hasil kerajinannya itu juga sudah tembus pasar internasional seperti Jepang.

Jepang salah satu negara yang rutin memesan sloki hasil kerajinannya itu.

Sedangkan di pasar lokal, hasil kerajinan tersebut dijual ke lokasi wisata Candi Borobudur, Candi Prambanan dan kawasan Malioboro Yogya.

Dia mengaku merintis usaha tersebut sejak 20 tahun lalu.

Saat itu, dia kerap melihat orang tuanya membuat aneka kerajinan dari bahan ini.

Baca juga: Modalnya Cuma Aki Bekas, Pria Boyolali Ini Bisa Dapat 2 Kg Belut Liar Per Hari Seharga Rp 80 Ribu

Baca juga: Update Piala Presiden 2022 : Jelang Lawan PSS, Persis Solo Latihan di Manahan, Artigas & Evans Hadir

Dia yang juga merasa dapat ‘warisan’ keahlian ini pun kemudian mencoba membuat pipa untuk merokok dari bahan tanduk.

Namun, membuat kerajinan ini tak semudah yang dia bayangkan.

Beberapa kali, tanduk yang dia buat malah rusak, tak karu-karuan.

Tapi, tekad kuatnya untuk bisa akhirnya membuahkan hasil.

“Hingga terus berkembang hingga sekarang, kami juga membuat kerajinan dari bahan tulang,” katanya kepada TribunSolo.com, Kamis (9/6/2022).

Naryoto mengatakan harga jual dari kerajinan ini bervariasi.

Tergantung bentuk dan ukurannya.

Alat pijat dan kerokan misalnya, dia hanya mematok Rp 6 ribu, sedangkan untuk pipa dari bahan tulang dia bandrol mulai dari Rp 12.500 hingga Rp 25.000.

“Namun, untuk pembeli dengan jumlah besar diberi harga khusus,” ungkapnya.

Dia blak-blakan jika sebulan omsetnya bisa mencapai Rp 20 juta.

Meski dari tanduk dan tulang, namun hasil kerajinannya ini sama sekali tak amis.

Sebab, sebelum diolah  tulang dan tanduk itu terlebih dahulu telah dijemur hingga benar-benar kering.

Baca juga: Boyolali Setop Rekrut Guru Honorer Sejak Oktober 2021, Kini Masih Ada 1200 Guru Non ASN

Dengan teknik khusus, tulang dan tanduk itu sama sekali tak mengeluarkan bau.

Dia mengaku tak kesulitan untuk mendapatkan bahan baku.

Di wilayah Ampel yang banyak sentra penyembelihan sapi, menjadikan bahan baku dari sapi cukup melimpah.

Hanya saja, untuk bahan baku dari kerbau dia harus mencarinya hingga Sumatera dan Kalimantan.

“Harga tanduk kerbau bule mencapai Rp 300.000/kg, berat satu buah tanduk bisa mencapai 1,5 kg," aku dia.

"Kalau harga tanduk kerbau hitam lebih murah, hanya Rp 100.000/kg,” pungkasnya. 

Cari Belut di Sawah

Yang penting halal, itulah kata yang sering meluncur di mulut seseorang meskipun pekerjaannya tak mentereng seperti orang lain.

Tapi siapa sangka, pencari belut liar di selokan, sawah hingga kali pada umumnya, masih ada di era modern seperti ini.

Dia adalah Warsim tulang punggung kelurga dari Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali.

Pria paruh baya itu sudah belasan tahun setia dengan apa yang dikerjakannya.

Baginya, mencari belut liar terutama di sawah-sawah ini cukup menjanjikan.

Warsim tulang punggung kelurga tengah mencari belut untuk dijual di persawahan di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali.
Warsim tulang punggung kelurga tengah mencari belut untuk dijual di persawahan di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. (TribunSolo.com/Tri Widodo)

Dengan bermodal aki sepeda motor dan perangkat trafo serta stik besi, dia bisa mengangkat sedikitnya 2 kg belut setiap hari.

“Harga jualnya ke bakul (pedagang) saat ini Rp 40 ribu,” jelasnya kepada TribunSolo.com, Sabtu (4/6/2022).

Apalagi, untuk mendapatkan belut dari di sawah misalnya, ini cukuplah mudah.

Dia hanya perlu menancapkan kedua stik besi yang telah teraliri listrik dari rangkaian aki yang digendong ke dalam tanah.

Baca juga: Terungkap, Begini Alasan Megawati Soekarnoputri Tak Hadiri Pernikahan Adik Jokowi & Ketua MK di Solo

Baca juga: Nikmatnya Sambal Belut di Mojolaban Sukoharjo, Gurih dan Pedasnya Bikin Goyang Lidah, Wajib Dicoba

Belut yang tersengat itu pun kemudian tak berdaya dan dengan mudah diangkat dari persembunyiannya.

Dia mengaku tak ada batasan waktu untuk memburu hewan yang bisa berubah kelamin itu.

Bisa pagi hari atau malam hari, sesuai dengan kondisi sawah.

Warsim juga tak membatasi wilayah sawah yang akan dicari belutnya.

“Sampai Ngawi juga pernah, sesuai dengan kondisi sawah," aku dia.

"Kan kadang di sini baru tanam, tapi di Sukoharjo atau Sragen sudah mulai panen, nah bisanya cari belut di sawah yang sudah dipanen atau saat akan ditanami,” katanya.

Baginya, mencari belut masih cukup menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Apalagi permintaan akan belut juga terus meningkat.

Sedangkan hasil budidaya belut oleh masyarakat juga belum cukup memenuhi kebutuhan pasar.

“Hasilnya masih cukup lumayanlah, yang penting ada usaha halal,” jelas dia,

Belut Diincar Pembeli

Warung Ekstrim Boy 83 Sambal Belut, yang terletak di Desa Plumbon, Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo selalu ramai setiap hari.

Ratusan pengunjung datang setiap hari, untuk merasakan kelezatan Sambal Belut milik Eko Agus Wijayanto.

Warung makan ini terletak di pinggir jalan areal persawahan, yang menambah syahdu sensasi makan.

Baca juga: Besengek, Kuliner Khas Wonogiri yang Mulai Langka: Terbuat dari Tempe Melanding dan Cabai Hijau

Baca juga: Nasi Kuning Bang Ro, Rekomendasi Kuliner Malam Ini di Solo, Tawarkan Banyak Pilihan Lauk Menggoda

Namun, jika pengunjung ingin datang kesini, disarankan jangan terlalu siang, karena pasti akan kehabisan.

"Kita buka setiap hari dari pukul 09.00 WIB, sampai habis," katanya Eko Agus Wijayanto, Sabtu (19/3/2022).

Durasi buka warung Ekstrim Boy 83 Sambal Belut hanya 2 jam.

Padahal, disana menyiapkan bahan baku berupa Belut sebanyak 25-30 kilogram per hari.

Baca juga: Kuliner Pelepas Dahaga di Pasar Gede Solo: Dawet Telasih Bu Dermi, Langganan Presiden RI Jokowi

"Pernah kita cuma buka 30 menit saja. Padahal saat itu kita siapkan 40 kilogram Belut," ujarnya.

Alasannya, banyak pelanggan yang memasang terlebih dahulu melalui pesan whatsaap di nomor 081902223104.

Pelanggan yang memesan via whatsapp untuk dibungkus, akan diberikan nomor antrean supaya bisa memperkirakan estimasi waktu tunggunya.

Baca juga: Lezatnya Leker Gajahan, Kuliner Legendaris di Solo, Ternyata dari Resep Koki Kamp Militer Belanda

"Kita buat seperti itu biar tertib, dan cepat. Jadi mereka tidak sampai menunggu lama disini," ucapnya.

Di Warung Ekstrim Boy 83 Sambal Belut, menyediakan 3 varian penggorengan, yakni basah, sedang, dan kering.

Harga mulai dari Rp15 ribu sampai Rp30 ribu per porsi.

"Kita menggorengnya pakai 4 wajan, supaya lebih cepat. Penggorengan ini memiliki tingkat kepanasan yang berbeda," ujarnya.

Selain di Desa Plumbon, Warung Ekstrim Boy 83 Sambal Belut juga membuka cabang di Desa Wirun, Mojolaban. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved