Berita Boyolali Terbaru
Uniknya Tradisi Lampetan : Cara Warga Jaga Umbul Tlatar Boyolali, Sembelih Bebek Putih di Dalam Air
Tradisi unik dilakukan warga sebagai bentuk syukur atas melimpahnya air yang muncul di Umbul Tlatar Boyolali yakni menyembelih bebek putih
Penulis: Tri Widodo | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tri Widodo
TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Banyak cara yang digunakan warga untuk meluapkan rasa syukurnya.
Salah satu bentuk syukur yang unik dilakukan warga di Desa Kebonbimo dan Desa Pager, Kabupaten Semarang.
Gelaran syukur itu dilakukan dengan menggelar tradisi Lampetan lantaran air yang melimpah ruah di Umbul Tlatar Boyolali.
Lampetan merupakan tradisi yang sudah dilakukan warga secara turun temurun.
Baca juga: Diguyur Hujan Lebat Disertai Lisus, Pohon Besar di Belakang Umbul Pengging Roboh, Timpa Dua Rumah
Baca juga: Berkah Agustusan, Perajin Bendera & Umbul-umbul di Boyolali Banjir Order sampai Tutup Lapak Online
Tradisi ini, diawali dari bersih-bersih saluran air dari Umbul Tlatar ke Desa Pager, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang.
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan menangkap seekor bebek putih yang dilepaskan di Umbul Asem, salah satu umbul di Tlatar.
Sekdes Kebonbimo, Liyan Astomoro menyebut warga yang berhasil menangkap bebek itu kemudian menyembelih bebek tersebut di dalam air.
Tepat di lubang keluarnya air.
“Jadi begitu tertangkap, bebek putih itu langsung dibawa masuk ke dalam air untuk disembelih tepat di atasnya sumber keluarnya air,” kata Liyan, kepada TribunSolo.com, Rabu (14/9/2022).
Selain itu, bentuk syukur mereka juga diwujudkan dengan menggelar kirab tumpeng dari Kantor Desa Kebonbimo menuju Umbul Tlatar.
Ada dua tumpeng besar dan 23 tumpeng kecil yang akan dikirab pada Sabtu (17/9/2022) esok.
Baca juga: Usaha Kue K.O Digempur Pandemi, Emak-emak di Boyolali Bangkit Jualan Bayam, Raup Rp1,5 Juta/Minggu
Baca juga: Gendar Pecel Mbok Samini di Boyolali : Gendarnya Lembut di Lidah Tanpa Pengawet, 3 Jam Sudah Ludes
23 tumpeng kecil itu berasal dari tiap RT Desa Kebonbimo.
Tumpeng juga akan dilombakan, bakal ada penilaian dan dipilih tumpeng terbaik.
Adapun persyaratannya adalah harga tumpeng tak boleh melebihi Rp250 ribu.
Desa sendiri memberi stimulan sebesar Rp100 ribu.
“Tujuan kita ingin melestarikan dan menjaga Umbul Tlatar yang telah memberikan kehidupan bagi masyarakat di Desa Kebonbimo dan sekitarnya,” jelasnya.
Mitos Batu Gong di Boyolali : Dihuni Ular Besar, Sering Terdengar Alunan Suara Gamelan Bak Wayangan
Bicara tempat mistis mengandung misteri di Kabupaten Boyolali tak ada habisnya.
Kini, kita akan singgah di batu raksasa di sebuah ladang yang masuk wilayah Dukuh Ngablak, Desa Kebonbimo, Kecamatan Boyolali Kota.
Berdasarkan mitos masyarakat ini bukanlah batu biasa.
Warga meyakini jika batu besar yang ada di atas jurang di dekat sungai itu ditunggu oleh sesosok ular besar tak kasat mata.
Dua batu yang bertumpukan di tepi aliran Kali Pepe itu dinamai warga sebagai Batu Gong.
Yatno, warga sekitar mengaku jika dari cerita turun-temurun, banyak masyarakat yang kerap mendengar suara gamelan yang bersumber dari batu ini.
Baca juga: Mitos Keberadaan Siluman Kera di Grojogan Sewu,Objek Wisata Karanganyar yang Suguhkan Keindahan Alam
Baca juga: Mitos Irung Petruk Boyolali: Diyakini Sebagai Pelindung Masyarakat Lereng Timur Merapi dari Erupsi
Biasanya, suara gamelan lengkap layaknya musik pengiring wayang kulit itu didengarkan warga pada hari Jumat.
"Warga sekitar sini banyak yang mendengar suara gamelan ini, sehingga batu besar ini dinamai Batu Gong," jelasnya kepada TribunSolo.com, Selasa (13/9/2022).
Cerita suara gamelan itu sudah turun temurun hingga melegenda.
Selain itu, banyak warga yang menyakini jika batu ini dihuni oleh sesosok ular besar tak kasat mata.
"Tapi bukan ular biasa, hanya orang-orang tertentu yang diperlihatkan," jelasnya.
Darno warga lainnya mengaku batu itu tak ada yang berani memecahnya.
"Dulu pas ada alat berat meratakan lahan, batu itu mau di pecah. Tapi saya larang," jelasnya.
"Tidak karena apa-apa. Tapi batin saya kok ingin melestarikan atau menjaga batu itu. Kalau bisa diberi pagar," terang dia.
Misteri Alas Krendowahono
Kabupaten Karanganyar memiliki tempat peninggalan situs-situs yang bersejarah.
Bahkan, ada situs yang merupakan sebuah hutan dan berada di tengah padatnya pemukiman saat ini.
Situs yang dimaksud adalah Alas Krendowahono.
Lokasi tepatnya ada di wilayah RT 03, RW 3, Dusun Krendowahono, Desa Krendowahono, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Baca juga: Kisah Pembatik Tulis Asal Desa Dayu Karanganyar: Harus Turun Gunung untuk Promosi, Akses Terbatas
Baca juga: Perempuan Asal Karanganyar Punya Nama Unik 9 Kata, Ini Penggalan Namanya: Singgasana Pelangi Jelita
Alas ini diketahui merupakan sebuah hutan yang sampai sekarang masih terkenal dengan kesan angkernya.
Juru kunci Alas Krendowahono, Darsono (76) mengatakan lokasi itu merupakan sebuah situs petilasan yang terdiri dari 5 kawasan.
"Sebenarnya di sini ada 5 lokasi, namun dua lokasi ini sekarang sudah mati. Yang mati Sendang Keputren dan Ringin Putih, sedangkan yang lain Betari Durga, Sumur Shina dan Watu Gilang," kata Darsono, kepada TribunSolo.com, Rabu (20/7/2022).
Darsono mengatakan lokasi Betari Durga saat ini digunakan tamu-tamu untuk bersembanyang atau beribadah.
Lokasi tersebut banyak dihiasi kembang setaman hingga dupa persembahan.
"Biasanya mereka meminta doa restu ke maha kuasa, baik jabatan maupun jodoh," kata Darsono.
Betari Durga sendiri disebut Darsono merupakan putra raja Kediri terakhir, yang diketahui melakukan moksa di lokasi tersebut.
"Lokasi ini dulu tempat moksanya putra raja Kediri kala itu, kemudian di sini dipakai untuk membuang mayat dari seorang napi kerajaan yang dieksekusi mati," ujar Darsono.
Selain cerita di atas, terdapat pula legenda yang masih dipercaya oleh beberapa kalangan hingga saat ini.
Baca juga: Akhir Pekan di Karanganyar: Ribuan Orang Padati The Lawu Park, Hotel di Tawangmangu Juga Penuh
Baca juga: Soal Imbauan Larangan Perdagangan Daging Anjing, Pemkab Karanganyar: Memang Tidak Boleh
Salah satunya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Adapula ritual rutin yang dilakukan setiap tahunnya yang disebut Sesaji Mahesa Lawung.
Sesaji Mahesa Lawung merupakan ritual adat ketika keluarga keraton mempersembahkan kepala kerbau di Punden Krendowahono kepada Bathara Kalayuwati anak Bathara Durga.
"Memang sampai saat ini masih banyak yang percaya dan masih ada beberapa orang yang menjalankan ritual kepercayaan di tempat ini," tutur Darsono.
"Kalayuwati dipercaya melindungi sisi utara Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, ritual tersebut bertujuan untuk memohon keselamatan dan agar terhindar dari segala mara bahaya," tambahnya.
Darsono mengatakan lokasi berikutnya yaitu sumur Shina, merupakan sebuah sumur yang dalam.
Air di dalam sumur tersebut dipercaya dapat mempermudah seseorang dalam mencari jodoh.
Baca juga: Pemilu Serentak 2024, DPC PPP Karanganyar: Tak Perlu Verifikasi Faktual, Cukup Administrasi Saja
Baca juga: Madrasah di Karanganyar Tetap 6 Hari KBM, Kepala Kemenag: Libur Dua Hari Bikin Murid Kurang Terarah
"Jika mandi setiap hari di sumur Shina, konon dapat mempercepat seseorang mendapatkan jodoh," ucap Darsono.
Sedangkan lokasi Watu Gilang merupakan salah satu yang dikatakan erat kaitannya dengan sejarah.
Lokasi tersebut merupakan tempat lokasi perundingan Pangeran Diponegoro dengan pendukungnya untuk membuat strategi menyerang kolonial Belanda.
"Dulunya Watu Gilang merupakan tempat Diponegoro bertemu dengan para pendukungnya dan tempat diskusi membuat strategi penyerangan ke kolonial Belanda saat itu," ujar Darsono.
Darsono yang lahir 12 Desember 1945 silam diketahui telah menjadi juru kunci di lokasi tersebut sejak 1980-an.
Dia mengungkap dirinya merupakan keturunan dari Kasunanan Surakarta dari sosok yang bernama Raden Mas Sayiddin Malikul Kusno.
"Orang tua saya juga merupakan juru kunci, bahkan mbah buyut saya yaitu Raden Mas Malikul Kusno, putra Pakubuwana IX," pungkasnya.
(*)