Berita Wonogiri Terbaru
Ancaman Bagi Pemasang Branjang Apung di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri : Dilarang, Pasti Diberangus
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan dan Peternakan Wonogiri, Sutardi, mengatakan branjang apung atau lift net itu mengancam kelestarian ikan.
Penulis: Erlangga Bima Sakti | Editor: Asep Abdullah Rowi
Agar ikan yang melintas itu berhasil ditangkap, dia harus sering -sering mengangkatnya.
Dia mengaku namanya usaha, hasil yang diperoleh pun tak pasti.
Jika beruntung, dia bisa membawa pulang 8-10 kilogram ikan
Namun, tak jarang dia pulang hanya membawa 1-2 kilogram.
"Ikannya jenis nila, hasil saya jual dengan harga per kilogram saat ini Rp 25 ribu," ujarnya.
Tak banyak modal yang harus dia keluarkan untuk membuat alat ini.
Dia pun hanya membeli sepotong jaring dan beberapa meter tali tambang.
"Bambu punya sendiri, paling yang beli itu hanya habis Rp 100 ribuan," jelasnya.
Dia setiap hari hanya mencari ikan dengan cara ini.
Lokasinya pun berpindah-pindah, tergantung titik mana yang diprediksi banyak ikan.
"Kalau di atas jembatan Kemusu ini biasanya banyak ikan, bisa dapat 8 kilogram," aku dia.
Pernah Dapat Lele Monster
Ucil menambahkan, jika dia pernah mendapatkan lele monster berukuran sangat besar yang terperangkap ke dalam jaringnya.
Dengan penuh semangat 45 dan wajah sumringah, Ucil dengan cepat nan hati-hati membawa jaringnya dari atas permukaan air ke jembatan.
Sesampainya di atas, dia langsung memegang dengan kedua tangannya ikan lele monster itu.
"Saya langsung masukkan ke dalam wadah ikan yang sudah saya bawa," ujarnya.
"Ikan lelenya sangat besar sekali," katanya.
Baca juga: Mencicipi Kuliner Ikan Tawar Khas Waduk Gajah Mungkur Wonogiri, Enak dan Segar
Baca juga: Cuan Banget : Modalnya Cuma Branjang, Sehari Bisa Dapat 8 Kg Ikan Nila, Jika Diuangkan Rp 200 Ribu
Sebelum mau dibawa pulang, ikan yang biasanya dijadikan maskot di kolam pemancingan atau dijadikan indukan oleh pembudidaya bibit lele itu banyak yang menawar.
Ada yang minat membeli dengan harga lebih dari Rp 200 ribu.
Tapi dia ingin membawanya pulang untuk ditimbang dulu.
Dia yang cukup senang mendapatkan tangkapan ikan monster itu pun langsung menimbangnya setibanya di rumah.
"Saya timbang itu 8 kilogram lebih 7 ons. Lalu kebetulan paman dari isteri saya mau membelinya dengan harga Rp 150 ribu. Saya kasihkan saja. Karena masih keluarga juga dari pada dijual ke orang lain," ujarnya.
Kegembiraan Ucil mendapatkan ikan monster itu tak berlangsung lama.
Cari Belut Dapat Cuan
Yang penting halal, itulah kata yang sering meluncur di mulut seseorang meskipun pekerjaannya tak mentereng seperti orang lain.
Tapi siapa sangka, pencari belut liar di selokan, sawah hingga kali pada umumnya, masih ada di era modern seperti ini.
Dia adalah Warsim tulang punggung kelurga dari Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali.
Pria paruh baya itu sudah belasan tahun setia dengan apa yang dikerjakannya.
Baginya, mencari belut liar terutama di sawah-sawah ini cukup menjanjikan.

Dengan bermodal aki sepeda motor dan perangkat trafo serta stik besi, dia bisa mengangkat sedikitnya 2 kg belut setiap hari.
“Harga jualnya ke bakul (pedagang) saat ini Rp 40 ribu,” jelasnya kepada TribunSolo.com, Sabtu (4/6/2022).
Apalagi, untuk mendapatkan belut dari di sawah misalnya, ini cukuplah mudah.
Dia hanya perlu menancapkan kedua stik besi yang telah teraliri listrik dari rangkaian aki yang digendong ke dalam tanah.
Baca juga: Terungkap, Begini Alasan Megawati Soekarnoputri Tak Hadiri Pernikahan Adik Jokowi & Ketua MK di Solo
Baca juga: Nikmatnya Sambal Belut di Mojolaban Sukoharjo, Gurih dan Pedasnya Bikin Goyang Lidah, Wajib Dicoba
Belut yang tersengat itu pun kemudian tak berdaya dan dengan mudah diangkat dari persembunyiannya.
Dia mengaku tak ada batasan waktu untuk memburu hewan yang bisa berubah kelamin itu.
Bisa pagi hari atau malam hari, sesuai dengan kondisi sawah.
Warsim juga tak membatasi wilayah sawah yang akan dicari belutnya.
“Sampai Ngawi juga pernah, sesuai dengan kondisi sawah," aku dia.
"Kan kadang di sini baru tanam, tapi di Sukoharjo atau Sragen sudah mulai panen, nah bisanya cari belut di sawah yang sudah dipanen atau saat akan ditanami,” katanya.
Baginya, mencari belut masih cukup menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Apalagi permintaan akan belut juga terus meningkat.
Sedangkan hasil budidaya belut oleh masyarakat juga belum cukup memenuhi kebutuhan pasar.
“Hasilnya masih cukup lumayanlah, yang penting ada usaha halal,” jelas dia. (*)