Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Kasus Mario Dandy

Kejagung Tutup Pintu Damai untuk Mario Dandy dan Shane Lukas : Tindakan Mereka Sangat Keji

Menurut Ketut Sumedana, para tersangka penganiayaan terhadap David itu tidak layak mendapatkan keadilan restoratif atau restorative justice.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Tangkap layar Kompas Tv
Proses rekonstruksi saat Mario Dandy minta David push up sebelum menganiayanya. 

TRIBUNSOLO.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Dr Ketut Sumedana memastikan menutup pintu damai untuk para tersangka kasus penganiayaan David Ozora atau D (17).

Menurut Ketut Sumedana, para tersangka penganiayaan terhadap David itu tidak layak mendapatkan keadilan restoratif atau restorative justice.

Diketahui, polisi telah menetapkan tiga tersangka, yakni Mario Dandy Satriyo (MDS), Shane Lukas (SLRPL), dan pacar Mario, AG (15), dalam kasus ini.

Baca juga: Kondisi Terbaru David Korban Penganiayaan Mario Dandy : Sudah Bisa Disuapi, Terus Dijaga Sang Ayah

"Dalam kasus penganiayaan terhadap korban D, secara tegas disampaikan bahwa tersangka MDS dan tersangka SLRPL tidak layak mendapatkan restorative justice," ujar Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/3/2023), dikutip dari Kompas.com.

Kata dia, banyak hal yang menjadi pertimbangan untuk tidak memberikan restorative justice kepada tersangka penganiaya tersebut.

Sumedana membeberkan alan pertama, yakni ancaman hukuman pidana penjara melebihi batas yang telah diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020.

Selain itu menurutnya perbuatan yang dilakukan oleh tersangka sangat keji dan berdampak luas baik di media maupun masyarakat, sehingga perlu adanya tindakan dan hukuman tegas bagi para pelaku.

Baca juga: Apakah Itu Diversi? Peluang yang Bisa Didapat AG Kekasih Mario Dandy dalam Kasus Penganiayaan David

Sementara untuk pelaku anak berinisial AG, undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah mengatur mengenai problematika jika anak berkonflik dengan hukum.

Dalam aturan yang ada, aparat penegak hukum pada setiap jenjang penanganan perkara pelaku anak, wajib melakukan upaya-upaya damai.

Ia menjelaskan, hal ini diperlukan dalam rangka menjaga masa depan anak yang berkonflik dengan hukum yakni diversi, bukan restorative justice.

"Meski demikian, diversi hanya bisa dilaksanakan apabila ada perdamaian dan pemberian maaf dari korban dan keluarga korban," ujarnya.

"Bila tidak ada kata maaf, maka perkara pelaku anak harus dilanjutkan sampai pengadilan," tambah dia.

(*)

Sumber: Kompas TV
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved