Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Grebeg Mulud Keraton Solo

Cerita Gamelan Pusaka Milik Keraton Solo, Enam Hari Ditabuh Sebelum Hajad Dalem Grebeg Mulud Digelar

Keraton Solo memiliki dua gamelan yang ditabuh selama enam hari jelang Hajad Dalem Grebeg Mulud.

|
TribunSolo.com/Andreas Chris Febrianto Nugroho
Tradisi tabuh gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari selama sepekan jelan Grebeg Mulud Keraton Kasunanan Solo. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Andreas Chris Febrianto Nugroho 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Suara dua Gamelan pusaka milik Keraton Kasunanan Surakarta, Gamelan Kyai Guntur Madu dan Guntur Sari terdengar setiap malam. 

Ini sudah berlangsung selama enam hari penuh. 

Ditabuhnya dua gamelan pusaka itu menandai segera digelarnya Hajad Dalem Grebeg Mulud pada Kamis (28/9/2023). 

Gamelan Sekaten tersebut ditabuh di Masjid Agung Keraton Kasunanan Solo.

Pengeluaran gamelan pusaka ini juga tidak sembarangan, harus melalui upacara adat Miyos Gangsa (keluarnya gamelan). 

Upacara ini sudah digelar pada Kamis (21/9/2023) lalu.

Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, KGPHA Dipokusumo mengatakan bahwa ditabuhnya gamelan pusaka ini memiliki tujuan tersendiri.

"Dibunyikannya gangsa kagungan dalem Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur dilanjutkan syiar agama di Masjid Agung dan ditutup dengan Grebeg Mulud," ujar saat dikonfirmasi TribunSolo.com, Rabu (28/9/2023).

Gusti Dipo, sapaan akrabnya, menyampaikan, dua set gamelan tersebut menjadi alat syiar agama Islam di Jawa pada era Wali Sanga.

Baca juga: Asal Usul Sekaten & Grebeg Maulud, Tradisi Tahunan Keraton Solo : Warisan Sejak Era Kerajaan Demak

"Kala itu, gamelan ditabuh untuk menarik minat masyarakat agar datang ke masjid dan mendengarkan syiar yang disampaikan ulama. Hal ini menjadi tradisi yang dilaksanakan Dinasti Mataram Islam yang dilaksanakan hingga saat ini," sambungnya.

Sementara itu, Ditabuhnya dua Gamelan pusaka ini disebut Dipo tidak lepas dari tradisi Sekaten yang berasal dari kata Syahadatain.

"Istilah Sekaten berasal dari syahadatain atau dua kalimat syahadat. Zaman dulu, Wali Sanga melakukan syiar agama menggunakan akulturasi budaya untuk menarik masyarakat. Salah satunya dengan menabuh gamelan,” terang dia.

Pada awal tradisi dilakukan, dulu Gending Rambu dari gamelan Kiai Guntur Madu yang ditabuh di halaman Masjid Agung Solo, mengawali prosesi Sekaten yang dilanjutkan Gending Rangkung dari gamelan Kiai Guntur Sari. 

Selain itu untuk jumlah penabuh gamelan masing-masing sebanyak 22 orang, termasuk pemimpinnya atau biasa disebut tindih. 

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved