Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Opini

Uji Kompetensi Wartawan : Bukti Pekerja Media yang Kompeten Tak Selamanya Harus Ada di Lapangan

Dua wartawan muda yang dinobatkan sebagai dua peserta terbaik di UKW, tidak berposisi sebagai wartawan lapangan.

|
Istimewa/Dok. PWI Surakarta
Potret peserta UKW tengah melakukan uji materi wawancara cegat atau doorstop kepada narasumber di Hotel Alila, Solo, Jumat (24/5/2024). 

Aji Bramastra

Manajer Redaksi TribunSolo.com, Pemegang Sertifikasi Wartawan Madya

aji bramastra tribunsolo

Ada satu hal menarik saat saya mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Surakarta di Hotel Alila, Kota Solo, 24-25 Mei 2024 lalu.

Adalah dua peserta UKW bernama Gilang Putranto dan Pravitri Retno Widyastuti, yang menarik perhatian saya.

Kedua wartawan muda itu, dinobatkan sebagai dua peserta terbaik di UKW tersebut.

Pravitri menjadi peserta terbaik di jenjang muda, sementara Gilang dinyatakan sebagai peserta terbaik di jenjang madya, jenjang yang juga saya ikuti. 

Status peserta terbaik yang mereka dapat, bagi saya menjadi sangat menarik dan memberikan gambaran, bagaimana perilaku kerja pekerja media saat ini, yang mengikuti perkembangan zaman, bisa tetap adaptif ketika dihadapkan pada uji kompetensi.

Bagaimana maksudnya?

Baik Gilang dan Pravitri merupakan jurnalis Tribunnews.com yang bertugas di Solo, berposisi sebagai content writer.

Bagi yang belum mengerti, istilah content writer adalah istilah yang saya gunakan untuk menyebut mereka, para pekerja media daring, yang menulis sebuah berita dari kantor.

Mereka mengolah, mengkombinasikan hasil wawancara dan data, untuk kemudian meramunya menjadi sebuah berita.

Berada di balik layar komputer, duduk di dalam ruangan kantor, mereka seringkali menghasilkan berita dengan angle baru dan berbeda, dari berita yang dikirim oleh wartawan lapangan. 

Baca juga: Jejaringku Sayang, Pembuktian Kualitas Sang Jurnalis Berkompeten di UKW 

Biasanya, mereka jeli melihat sebuah angle yang awalnya tak disadari oleh wartawan ketika menulis reportasenya dari lapangan.

Maklum, di lapangan, alih-alih memikirkan angle yang tajam, seorang wartawan mesti berlomba dengan waktu, berkejaran dengan narasumber, juga mengetik di gawai dalam kondisi serba terbatas. 

Baik Gilang dan Pravitri, bisa dibilang sangat jarang, atau bahkan hampir tak pernah, mendapat tugas menjadi wartawan lapangan.

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved