Driver Ojol di Solo Off Bid

Driver Ojol di Solo Lakukan Aksi Off Bid, Protes Bayaran Dianggap Tak Manusiawi

Sejumlah driver ojek online (ojol) di Solo melakukan off bid sebagai bentuk protes atas bayaran tidak manusiawi yang mereka terima.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Putradi Pamungkas
KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
DEMO OJOL : Ilustrasi demo ojek online, difoto beberapa waktu lalu. Aksi protes mengenai sistem tarif yang dinilai tak berpihak kepada driver kembali terjadi Senin (17/2/2025) di Solo, namun melalui aksi off bid bersamaan. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Sejumlah driver ojek online (ojol) di Solo menggelar aksi off bid sebagai bentuk protes atas bayaran tidak manusiawi yang mereka terima.

Tak hanya terkait sistem tarif, mereka menuntut regulasi hukum jelas yang menjamin hak-hak driver.

Presidium Garda Surakarta Josafat Satrijawibawa mengungkapkan pihaknya menuntut adanya Tunjangan Hari Raya (THR). 

Menurutnya para driver berhak menerima THR karena telah bekerja lebih dari 3 bulan.

DEMO OJOL : Ilustrasi demo ojek online, difoto beberapa waktu lalu. Aksi protes mengenai sistem tarif yang dinilai tak berpihak kepada driver kembali terjadi Senin (17/2/2025) di Solo, namun melalui aksi off bid bersamaan.
DEMO OJOL : Ilustrasi demo ojek online, difoto beberapa waktu lalu. Aksi protes mengenai sistem tarif yang dinilai tak berpihak kepada driver kembali terjadi Senin (17/2/2025) di Solo, namun melalui aksi off bid bersamaan. (TribunSolo.com/Ryantono Puji)

“Kalau secara nasional seperti masalah THR karena kita bekerja lebih dari 3 bulan,” tuturnya, saat dihubungi, Senin (17/2/2025).

Pihaknya menuntut adanya regulasi yang jelas untuk menjamin hak-hak para driver.

Kemudian, perlu adanya penegakan hukum untuk memastikan aplikator memenuhi hak para driver.

“Payung hukum dari pemerintah baik roda dua dan empat. Selama ini pemerintah saling melemparkan tanggung jawab Kemenhub, Kominfo, Komdigi, Kemendag, belum ada keputusan yang pasti payung hukum untuk ojol. Kalau aplikator melanggar siapa yang memberikan sanksi. Celah ini yang dimanfaatkan aplikator,” jelasnya.

Di sisi lain mereka menulai sistem yang dikenal dengan sebutan goceng, double order, hingga slot dinilai merugikan driver.

“Mengenai tarif seperti goceng, double order, slot. Goceng customer membayar Rp 10 ribu, driver mendapat Rp 6 ribu. Slot misal customer dapat Rp 12 ribu, kami dapatnya Rp 6 ribu,” ungkap Presidium Garda Surakarta Josafat Satrijawibawa.

Baca juga: Ngaku Iseng, Pelaku Order Fiktif Ojol di Solo Sebut Tak Ada Niat Karena Persaingan Bisnis

Sistem tarif ini menurutnya tak berpihak pada driver.

Sebagai contoh, melayani double order mereka menilai seharusnya menerima bayaran dua kali lipat.

“Ada dua customer memesan satu resto. Yang pertama bayar Rp 12 ribu kita dapat Rp 8 ribu. Yang kedua membayar Rp 12 ribu kita mintanya maksimal Rp 4 ribu, rata-rata Rp 2 ribu,” jelasnya.

Pasalnya, meski mengambil order di satu resto, ia tetap harus mengantarkannya di dua lokasi berbeda.

“Kalau yang namanya order porsinya sama. Karena customer membayar sama. Kita juga memakai fasilitas yang sama,” jelasnya.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved