Asal-usul Nama Desa Gedangan di Solo Baru Sukoharjo, Ada Kisah Rombongan Keraton Surakarta

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO -  Desa Gedangan, yang kini menjadi bagian dari kawasan Solo Baru di Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, menyimpan kisah sejarah yang erat kaitannya dengan Keraton Kasunanan Surakarta.

Asal usul desa ini bermula dari masa pemerintahan Paku Buwono (PB) X, ketika para kerabat keraton kerap menjelajah mencari tanah subur untuk dijadikan permukiman atau lahan pertanian.

Asal-usul Nama Gedangan

Menurut penuturan sesepuh desa, pada masa itu wilayah yang kini dikenal sebagai Desa Gedangan masih berupa hutan lebat dan belantara yang belum tersentuh manusia.

Baca juga: Asal-usul Omah Londo di Gondang Sragen, Dulu jadi Rumah Dinas Pegawai Pabrik Gula

Pohon-pohon tinggi menjulang, semak belukar tumbuh liar, dan belum ada satu pun rumah penduduk yang berdiri di sana.

Rombongan kerabat Keraton Solo memulai perjalanan panjang menyusuri hutan dan perbukitan di wilayah selatan, yang kini masuk wilayah Sukoharjo.

Mereka berjalan kaki selama berhari-hari, melewati medan berat sambil membawa bekal makanan dan peralatan seadanya.

Dalam perjalanan itu, kelelahan fisik tak terhindarkan.

Beberapa anggota rombongan jatuh sakit karena kehabisan tenaga.

Baca juga: Asal-usul Sendang Mbah Meyek di Bibis Kulon Solo, Konon jadi Tempat Pelarian Putri Keraton Pajang

Mereka akhirnya memutuskan untuk beristirahat di sebuah area lapang yang dikelilingi oleh pohon-pohon rindang yang meneduhkan.

Menurut kisah turun-temurun yang dipercaya masyarakat, di tempat itulah para anggota rombongan yang sakit beristirahat dan tertidur cukup lama di bawah pohon-pohon besar.

Ajaibnya, saat mereka terbangun, tubuh mereka kembali bugar dan sehat, seolah-olah mendapat energi baru dari tempat tersebut.

Konon nama Desa Gedangan berasal dari kata ‘dangan’ dalam Bahasa Jawa, yang berarti sembuh atau sehat jasmani dan rohani.

Baca juga: Asal-usul Nama Desa Watukelir di Weru Sukoharjo, Terinspirasi dari Batu Besar Mirip Layar Kelir

Kondisi alam yang sejuk dan menenangkan membuat sebagian rombongan enggan melanjutkan perjalanan.

Mereka memutuskan untuk menetap di wilayah itu, membangun rumah, berkeluarga, serta membuka lahan pertanian dan kebun sebagai sumber kehidupan.