Berlaku di Solo Raya : Putar Suara Burung atau Alam, Pengusaha Kafe dan Restoran Tetap Wajib Bayar
Merujuk Keputusan Menteri Hukum dan HAM HKI.02/2016, berikut tarif royalti yang berlaku untuk bidang usaha kuliner bermusik.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Dharma menegaskan bahwa penarikan royalti bukan bertujuan untuk menyulitkan pelaku usaha, melainkan bentuk penghormatan terhadap karya kreatif pencipta dan produser.
Kafe Siasati Royalti, Putar Musik Barat atau Diam Sepi
Fenomena “menyiasati” aturan royalti terjadi di berbagai tempat, termasuk di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Sejumlah kafe disebut mengganti playlist mereka dengan musik barat atau musik instrumental.
"Jadi, udah mengikuti aturan di sini, cuma gantinya pakai lagu-lagu barat," kata Ririn (nama samaran), salah satu karyawan kafe, Minggu (3/8/2025).
Namun, Dharma menegaskan bahwa pemutaran musik luar negeri pun tetap mewajibkan pembayaran royalti. Indonesia, menurutnya, telah menandatangani perjanjian internasional yang mengatur hal itu.
“Harus bayar juga kalau pakai lagu luar negeri. Kita terikat perjanjian internasional,” tegasnya.
Sementara itu, ada pula restoran yang memilih tidak memutar musik sama sekali untuk menghindari risiko hukum.
“Udah enggak pernah nyetel lagi, dari awal udah enggak boleh. Jadi, benar-benar anyep,” kata Gusti, karyawan restoran mie lainnya.
Apa Itu Royalti Musik dan Bagaimana Aturannya?
Royalti musik kini menjadi isu hangat, terutama bagi pelaku usaha yang memanfaatkan lagu atau musik dalam aktivitas komersial.
Padahal, secara hukum, royalti merupakan bagian dari hak ekonomi yang sah milik pencipta atau pemegang hak cipta.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, royalti didefinisikan sebagai imbalan atas penggunaan ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta, pemegang hak cipta, maupun pemilik hak terkait seperti pelaku pertunjukan, produser fonogram, dan lembaga penyiaran.
Untuk memberikan kepastian hukum, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Dalam aturan tersebut, dijelaskan bahwa siapa pun yang menggunakan lagu atau musik secara komersial dalam layanan publik wajib membayar royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Layanan Publik Komersial yang Wajib Bayar Royalti
Berbagai bentuk usaha yang memutar lagu atau musik secara terbuka dan bersifat komersial diwajibkan membayar royalti. Termasuk di antaranya:
- Restoran, kafe, pub, bar, diskotek, dan kelab malam
- Seminar dan konferensi berbayar
- Pesawat udara, bus, kereta api, kapal laut
- Pusat perbelanjaan dan pertokoan
- Bioskop, pameran, dan bazar
- Nada tunggu telepon
- Hotel dan fasilitasnya
- Kantor, bank, pusat rekreasi
- Usaha karaoke
- Lembaga penyiaran televisi dan radio
Frustrasi, Nasabah Korban Koperasi BLN Boyolali Ngadu ke Gubernur Jateng : Belum Ada Tindak Lanjut |
![]() |
---|
Korban Dugaan Penipuan BLN Boyolali Menjerit : Harta Benda Habis, Kirim Surat Terbuka ke Prabowo |
![]() |
---|
Prakiraan Cuaca Kota Solo Hari Ini Sabtu 6 September 2025: Semua Kecamatan Berawan |
![]() |
---|
Asal-usul Corobikang, Kue Basah yang Banyak Dijual di Tenongan Solo Raya |
![]() |
---|
Asal-usul Sambel Korek, Banyak Dipakai Cocolan Makanan di Solo Raya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.