Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Sebaran Apem Klaten

Tradisi Berebut Apem di Jatinom Klaten : Tendang-tendangan demi Rebut Berkah Setahun Sekali

Setahun sekali, warga dari berbagai daerah berkumpul di Jatinom. Demi apem berkah, dorong-dorongan hingga tertendang pun dianggap biasa.

TribunSolo.com/Zharfan Muhana
BEREBUT APEM - Warga memadati sebaran apem Saparan Yaa Qawiyyu, di Kelurahan/Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten, Jumat (8/8/2025). Setahun sekali, warga dari berbagai daerah berkumpul di Jatinom. Demi apem berkah, dorong-dorongan hingga tertendang pun dianggap biasa. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Zharfan Muhana

TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Di bawah terik matahari siang, suasana di Kelurahan Jatinom, Klaten, mendadak riuh.

Ribuan orang tumpah ruah di lapangan, mata mereka menatap ke satu arah: apem-apem yang beterbangan dari panggung.

Inilah Saparan atau Yaa Qawiyyu, tradisi sebaran apem yang setiap tahun selalu ditunggu.

Bagi Slamet Wiyono (50), warga Desa Sudimoro, Tulung, tradisi ini bukan sekadar ritual.

Ia pulang dengan senyum lebar, tangannya menggenggam plastik berisi belasan apem hasil perjuangannya.

KIRAB GUNUNGAN APEM - Dua gunungan apem dilakukan kirab, menandai perayaan sebaran apem akan segera dilakukan di Desa dan Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten, Kamis (7/8/2025).
KIRAB GUNUNGAN APEM - Dua gunungan apem dilakukan kirab, menandai perayaan sebaran apem akan segera dilakukan di Desa dan Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten, Kamis (7/8/2025). (TRIBUNSOLO.COM/Zharfan Muhana)

"Suasananya seperti orang berantem, enggak rebut-rebut lagi. Tendang-tendangan tapi enggak kita rasain, kan kita mencari berkah," ujarnya sambil tertawa, Jumat (8/8/2025).

Bagi Slamet, saling dorong, kepinjak, bahkan nyaris terjatuh, adalah hal yang biasa.

“Kepinjek itu sudah biasa, berapa jadi kayak orang berantem. Tapi ya kalau udah ya udah, pada ketawa-ketawa,” tambahnya.

Perjuangan itu terbayar manis. Dari rebutan yang heboh itu, Slamet berhasil mengantongi 10 hingga 15 apem.

“Rasanya senang, bahagia masalahnya ini kan berkah yang kita cari kita tunggu-tunggu 1 tahun. Jadi yang kita arep-arep gitu,” katanya, masih memamerkan senyumnya.

Tak hanya orang-orang berpengalaman seperti Slamet, Saparan juga menjadi magnet bagi generasi muda.

Sabna (19), gadis asal Klaten Tengah, mengaku baru kali ini ikut serta.

"Kayak seru aja. Kan belum pernah, baru sekali (ikut)," ucapnya.

Ia hanya mendapat tiga apem, tapi itu cukup untuk dibagi bersama teman-temannya.

Bagi Sabna, ikut melestarikan tradisi seperti ini adalah hal penting.

“Generasi muda perlu banyak mengikuti tradisi yang berada di sekitar, itu hal yang baik,” tuturnya.

Di Jatinom, apem bukan sekadar kue. Ia adalah simbol berkah, perekat warga, dan pengingat bahwa tradisi bisa tetap hidup di tengah arus zaman.

Bagi Slamet, Sabna, dan ribuan warga lainnya, Saparan bukan hanya soal mendapat apem, tapi juga tentang menjaga rasa kebersamaan—meski kadang harus rela terdorong atau terinjak demi sepotong manis yang penuh makna.

Sejarah Yaa Qawiyyu di Jatinom Klaten

Ada tradisi menarik di Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten.

Yakni prosesi Yaa Qawiyyu yang digelar setiap bulan sapar/safar setiap tahunnya.

SAPARAN YAA QAWIYYU. Tradisi saparan yaa Qawiyyu yang dilakukan warga saling berebut apem di Kelurahan/Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten, Jumat (8/8/2025).
SAPARAN YAA QAWIYYU. Tradisi saparan yaa Qawiyyu yang dilakukan warga saling berebut apem di Kelurahan/Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten, Jumat (8/8/2025). (Tradisi saparan yaa Qawiyyu)

Bulan Safar menurut Islam adalah bulan kedua dalam kalender Hijriyah.

Tahun ini, bulan safar dimulai pada tanggal 26 Juli 2025.

Pada Kamis, (7/8/2025) warga Jatinom Klaten menggelar kirab kue apem, yang menjadi salah satu prosesi menjelang perayaan Yaa Qawiyyu.

Baca juga: Dinkes Klaten Gelar Jambore Kader Posyandu Diikuti Ribuan Peserta: Ajang Silaturahmi dan Konsolidasi

Ada dua gunungan apem, juga disebut lanang-wadon berisi 3000 kue apem dari pihak Kecamatan Jatinom.

Gunungan itu diarak dari kantor kecamatan, menuju Masjid Gedhe Jatinom.

Sebelumnya, gunungan dibawa ke petilasan Kyai Ageng Gribig dan Masjid Alit. 

Dalam kesempatan itu, Bupati Klaten Hamenang turut hadir, bersama jajaran OPD. 

Bupati Hamenang, dalam sambutannya mengapresiasi gelaran kebudayaan ini. 

"Ini sebuah tradisi yang luar biasa, kita bergotong-royong bersama, berbagi, tidak hanya sekedar apem tapi juga ada hasil bumi yang lainnya," ujar Bupati Hamenang. 

"Tentu ini penting untuk bisa menjaga tradisi (secara) bersama-sama," tambahnya. 

Baca juga: Sejarah Apem, Kue Tradisional yang Legendaris di Solo Raya, Punya Filosofi Mendalam

Dengan tradisi ini, juga sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rezeki yang diberikan Allah tuhan yang maha esa. 

"Tentu kegiatan ini tidak akan bisa terjaga kalau tidak ada kolaborasi, kerja sama, gotong-royong dari seluruh stakeholder yang ada di wilayah Kecamatan Jatinom, " kata Bupati. 

Usai sambutan, dilakukan doa, serta pasrah tinampi dari pembuat apem ke Camat Agus Sunyata. 

Kirab dilakukan kurang lebih berjarak 1 km, dengan melibatkan banyak elemen masyarakat. 

Baca juga: Bupati Hamenang Bahas Masa Depan Klaten Bareng Mahasiswa di Forum Diskusi KMK

Warga Jatinom dan sekitarnya terlihat memadati sekitar jalan utama yang menjadi lokasi rute kirab. 

Setibanya di Masjid Gedhe Jatinom, gunungan apem itu lalu dilakukan serah terima kepada pengelola pelestari peninggalan kyai Ageng Gribig (P3KAG) di teras masjid. 

Apem itu nantinya akan disebarkan pada besok setelah Jumat atau yang juga dikenal sebagai sebaran apem Jatinom di Amphitheater. 

Sejarah Yaa Qawiyyu

Tradisi Yaa Qawiyyu ini berawal dari Ki Ageng Gribig yang pulang setelah menunaikan ibadah haji di kota Mekkah.

Ki Ageng Gribig adalah ulama besar di daerah Klaten dan sekitarnya yang berperan menyebarkan Islam.

Ketika Ki Ageng Gribig pulang dari menunaikan ibadah Haji, ia membawa oleh-oleh berupa kue apem dan akan dibagikan kepada saudara, murid, dan tetangganya.

Namun, oleh-oleh yang dibawa Ki Ageng Gribig tidak cukup, ia kemudian meminta keluarganya untuk membuat kue apem untuk dibagikan.

 Sejak 1589 Masehi atau 1511 Saka, Ki Ageng Gribig selalu membagi-bagikan apem kepada orang-orang di sekitarnya.

Mulai saat itulah, Ki Ageng Gribig mengamanatkan kepada masyarakat Jatinom, Klaten, untuk memasak sesuatu sebagai sedekah kepada masyarakat yang membutuhkan.

Amanat Ki Ageng Gribig inilah yang kemudian mengawali tradisi Yaqowiyu.

Hingga kini tradisi tersebut masih dilestarikan oleh warga Jatinom Klaten.

(*)

 

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved