Laporan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto
TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Jaksa memanggil Anggota DPR RI dari fraksi Partai Golkar Juliyatmono terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek Masjid Agung Madaniyah Karanganyar.
Dalam panggilannya, Juliyatmono dipanggil jaksa dengan status saksi.
Kejari Karanganyar Roberth Jimmy Lambila, mengatakan alasannya dipanggil karena saat proyek itu berjalanan dibawah pemerintah Juliyatmono.
Baca juga: Tersangka Perintangan Kasus Masjid Agung Karanganyar 3 Kali Mangkir Panggilan, Kejari Geledah Rumah
"Kami memanggil bersangkutan karena yang bersangkutan mantan Bupati Karanganyar. Pada saat proyek Masjid Agung Madaniyah berjalan beliau yang memegang pemerintahan," kata Roberth, Jum'at (1/8/2025).
Roberth mengatakan Juliyatmono dimungkinkan menjadi saksi terakhir yang diperiksa atas kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek Masjid Agung Madaniyah Karanganyar.
Dia berharap, Juliyatmono dapat penuhi panggilan yang kedua.
"Kami harapkan pemanggilan selanjutnya beliau bisa kooperatif, mungkin saksi yang terakhir yang kita periksa yaitu Juliyatmono," kata dia.
Kasus Dugaan Korupsi Masjid Agung Madaniyah Karanganyar
Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Masjid Agung Madaniyah Karanganyar.
Proyek pembangunan rumah ibadah yang menjadi ikon baru Kabupaten Karanganyar ini menelan anggaran sekitar Rp101 miliar dari APBD tahun 2019 hingga 2021.
Penyelidikan kasus dimulai setelah sejumlah vendor yang mengerjakan proyek mengeluhkan pembayaran yang tak kunjung dilakukan sejak 2022, meskipun dana proyek telah dinyatakan cair 100 persen.
Dari laporan tersebut, Kejari menemukan indikasi kerugian negara mencapai miliaran rupiah.
Pada Kamis (23/5/2025), Kejari Karanganyar menetapkan tersangka pertama berinisial A, yang merupakan Direktur Operasional PT MAM Energindo — perusahaan kontraktor utama pembangunan masjid.
A diduga menikmati keuntungan pribadi dari proyek dan menyebabkan kerugian negara hingga lebih dari Rp5 miliar karena tidak membayar kewajiban kepada para vendor.