Bulion, Investasi Bijak Bebas Pajak

Berbeda dengan emas perhiasan, jenis emas ini memiliki kadar yang murni, dan harga jual belinya berfluktuasi setiap hari

Istimewa
Dedi Kusnadi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak menulis opini tentang 'Bulion, Investasi Bijak Bebas Pajak' 

Juga ada penitipan emas (vaulting), menawarkan penyimpanan emas yang aman di brankas atau fasilitas khusus milik LJK. Penitipan emas ini menjamin keamanan aset emas fisik milik nasabah.

Kegiatan terkait lainnya mencakup usaha pemurnian (refining), yaitu pengolahan emas mentah menjadi produk bulion standar yang dapat diperdagangkan.

Juga ada kegiatan penyelesaian transaksi (clearing and settlement), yaitu memastikan proses penyelesaian transaksi emas berjalan efisien dan aman.

Berikutnya, kegiatan bank bulion berperan sebagai perantara utama dalam pasar logam mulia global, menyediakan likuiditas, kredit, dan penanganan fisik untuk berbagai pihak, dari investor hingga bank sentral.

Inti dari usaha bulion adalah menjadikan emas sebagai alat pembayaran untuk mendukung rantai pasok emas domestik, dari hulu (penambangan dan pemurnian) hingga hilir (manufaktur dan penjualan ritel). Hal ini dilakukan tidak hanya untuk memperluas pilihan investasi, tetapi juga bertujuan mengurangi impor dan memperkuat hilirisasi industri emas.

Investasi dan Pajak

Berbagai jenis investasi ditawarkan kepada calon investor dengan janji imbal hasil yang sangat memikat. Sebut saja investasi deposito, yang sangat likuid dan kapan saja bisa dicairkan. Namun, investasi ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan.

Rata-rata bunga deposito pada 2025 bervariasi. Pada paruh pertama tahun tersebut, bunga simpanan berjangka 12 bulan hanya 5–5,1 persen. Nilai ini akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 20 persen dari jumlah yang diterima, sehingga keuntungan investor berkurang.

Selanjutnya, ada investasi properti yang dibungkus dengan janji peningkatan harga tanah dan/atau bangunan dalam beberapa tahun mendatang.

Namun, di balik investasi ini ada pajak ketika membeli, berupa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) sebesar 5 persen. Saat menjual kembali, ada PPh Final sebesar 2,5 persen.

Belum termasuk biaya pembuatan Akta Jual Beli (AJB) dan biaya pengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Ada juga investasi saham, dibungkus dengan portofolio selama beberapa tahun ke belakang dan prediksi harga ke depan. Namun, saat menjual saham di bursa efek akan terkena PPh Final dengan tarif 0,1 persen. Apabila saham yang dijual merupakan saham pendiri, ada tambahan tarif sebesar 0,5 persen.

Investor juga akan dikenakan jasa broker (broker fee) dengan kisaran angka 0,15–0,35 persen dari nilai transaksi. Penyerahan jasa tersebut, baik dalam penjualan maupun pembelian, termasuk dalam objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sehingga ada tambahan pajak sebesar 11 persen dari nilai jasa yang dibayarkan.

Ada juga investasi berupa Surat Utang Negara (SUN), yang menjanjikan penghasilan lebih aman dengan tingkat bunga tertentu. Sebagaimana deposito, penerima bunga dari SUN pun akan dikenakan pajak secara final sebesar 10 persen dari dasar pengenaan pajak.

Berbeda dengan lainnya, investasi pada bulion tidak dikenai pajak.

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved