UMK Jawa Tengah 2026

Curhat Serikat Buruh Sukoharjo Jelang Penetapan UMK 2026 : Upah Tak Layak, Harga Bahan Pokok Tinggi

Perwakilan serikat buruh menilai UMK yang berlaku saat ini masih jauh dari kebutuhan riil, terutama karena harga bahan pokok terus mengalami kenaikan

|
TribunSolo.com/Anang Ma'ruf
BURUH SUKOHARJO - Ilustrasi buruh di Sukoharjo. Kondisi ekonomi di Sukoharjo kembali menjadi sorotan kalangan buruh menjelang penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2026. 

Ringkasan Berita:
  • Serikat buruh Sukoharjo menilai UMK 2025 masih jauh dari kebutuhan riil karena harga pokok terus naik
  • Ketua FPB Sukarno menegaskan buruh seharusnya mendapat upah layak, sementara biaya hidup makin tinggi
  • Penetapan UMK 2026 diharapkan realistis, mempertimbangkan kesejahteraan buruh sekaligus keberlangsungan usaha

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Anang Ma’ruf

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO – Kondisi ekonomi di Sukoharjo kembali menjadi sorotan kalangan buruh menjelang penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2026.

Perwakilan serikat buruh menilai UMK yang berlaku saat ini masih jauh dari kebutuhan riil, terutama karena harga bahan pokok terus mengalami kenaikan setiap bulan.

Ketua Forum Peduli Buruh (FPB) Sukoharjo, Sukarno, menjelaskan bahwa para pekerja semakin terhimpit akibat ketidakseimbangan antara upah dan kebutuhan dasar.

Menurutnya, realita harga di pasar membuktikan upah minimum yang diterima buruh belum mampu memenuhi standar hidup layak.

“Apakah realita dengan harga-harga di lapangan? Masih jauh. UMK sekarang ini jauh dari kebutuhan layak. Harga bahan pokok pangan tiap bulan sering naik,” ungkap Sukarno, Jumat (14/11/2025) lalu.

BURUH SUKOHARJO - Ilustrasi buruh di Sukoharjo. Kondisi ekonomi di Sukoharjo kembali menjadi sorotan kalangan buruh menjelang penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2026.
BURUH SUKOHARJO - Ilustrasi buruh di Sukoharjo. Kondisi ekonomi di Sukoharjo kembali menjadi sorotan kalangan buruh menjelang penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2026. (TribunSolo.com/Anang Ma'ruf)

Sukarno menegaskan bahwa dalam aturan perubahan regulasi pengupahan, buruh semestinya mendapatkan upah layak, bukan sekadar upah minimum.

Namun, kondisi di lapangan menunjukkan hal berbeda.

Hampir semua komponen kebutuhan, mulai dari pangan, transportasi, hingga biaya rumah tangga, mengalami kenaikan yang tidak diimbangi dengan peningkatan upah.

“Padahal di perubahan aturan itu kan buruh harus mendapatkan upah layak, tapi sekarang ini belum sampai ke upah layak,” beber Sukarno.

Selain faktor kenaikan kebutuhan pokok, serikat buruh juga mempertimbangkan kondisi dunia usaha yang turut mengalami tekanan.

Sukarno menyebut banyak perusahaan kesulitan hingga menutup operasional, sehingga serikat buruh lebih berhati-hati dalam mengusulkan kenaikan UMK.

“Kami juga memperhitungkan banyaknya perusahaan yang kolaps, yang tutup. Itu juga menjadi pertimbangan kita,” jelasnya.

Baca juga: UMK 2026, Buruh di Karanganyar Berharap Dapat Kenaikan hingga 13 Persen, Termasuk UMSK

Berkaca dari Sritex

Sukarno mencontohkan kasus perusahaan besar seperti Sritex yang mengalami masalah operasional dan berdampak langsung pada ribuan tenaga kerja.

Kondisi tersebut menjadi sinyal bahwa penetapan UMK harus mempertimbangkan keseimbangan antara keberlangsungan usaha dan kesejahteraan pekerja.

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved