Grup Facebook Gay di Solo

Ada Anak Sekolah Pengidap HIV yang Menolak Berobat, SPEK-HAM Solo : Evaluasi Mekanisme Pengobatan

Sejumlah pengidap HIV/AIDS yang menolak berobat diduga karena tak mendapatkan rasa aman akan kerahasiaan data pribadinya.

Tribunsolo.com/Dok. Diskominfo Klaten
ENGGAN BEROBAT - Ilustrasi anak-anak dengan HIV/AIDS. Masih ada anak sekolah pengidap HIV/AIDS yang menolak pengobatan. Hal ini diduga karena mereka tak mendapatkan rasa aman akan kerahasiaan data pribadinya, khawatir akan ketahuan menjadi pengidap dan mendapat diskriminasi. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Direktur Yayasan Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) Solo Rahayu Purwaningsih meminta Dinas Kesehatan Kota Solo mengevaluasi mekanisme pengobatan HIV/AIDS untuk anak sekolah.

Hal ini mengingat masih adanya anak sekolah pengidap HIV/AIDS yang menolak pengobatan.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel darah putih jenis CD4 yang berperan penting dalam melawan infeksi.

Ketika jumlah sel CD4 menurun drastis, tubuh menjadi rentan terhadap berbagai penyakit. HIV tidak langsung menyebabkan AIDS, tetapi jika tidak diobati, HIV bisa berkembang menjadi AIDS dalam waktu bertahun-tahun.

GRUP GAY - Grup Facebook “Gay Surakarta dan Sekitarnya”, difoto Senin (22/9/2025). Grup yang sempat menjadi perbincangan publik karena jumlah anggotanya mencapai lebih dari 13 ribu akun, mendadak hilang pada Selasa (23/9/2025).
GRUP GAY - Grup Facebook “Gay Surakarta dan Sekitarnya”, difoto Senin (22/9/2025). Grup yang sempat menjadi perbincangan publik karena jumlah anggotanya mencapai lebih dari 13 ribu akun, mendadak hilang pada Selasa (23/9/2025). (TribunSolo.com / Ahmad Syarifudin)

“Yang penting mereka mengakses pengobatan kalau mereka harus mengakses pengobatan di jam sekolah, mekanismenya harus dibangun. Apakah mereka bisa ambil di hari Sabtu. Apakah obatnya bisa di mereka ambil 3 bulan sekali biar mereka enggak ketahuan setiap bulan kenapa harus ke rumah sakit untuk mengakses layanan visit misalkan,” ungkap Rahayu, saat dihubungi TribunSolo, Selasa (23/9/2025).

Menurutnya, sejumlah pengidap HIV/AIDS yang menolak berobat karena tak mendapatkan rasa aman akan kerahasiaan data pribadinya.

Mereka khawatir akan ketahuan menjadi pengidap dan mendapat diskriminasi.

Baca juga: Ramai Grup FB Gay, Kasus HIV/AIDS di Solo Capai 1.480 per Juni 2025, 186 di Antaranya Meninggal

“Yang bisa masuk satu-satunya hanyalah Dinas Kesehatan. Tentu saja seharusnya sekolah tidak tahu ya. Dinas Kesehatan melalui nakes yang ada di puskesmas yang ada di rumah sakit akan menggaransi bahwa status HIV mereka aman. Puskesmas tentu saja puskesmas rumah sakit tidak akan membuka rahasia itu. Atau bisa saja sekolahnya curiga kok anak ini setiap bulan ambil ARV sih kenapa gitu kan. Karena itu juga bisa juga bisa jadi masalah,” jelas Rahayu.

Berbagai pihak, menurutnya perlu menghapus stigma bahwa mereka mengidap HIV karena memiliki perilaku seksual menyimpang. Sebab, bisa jadi mereka merupakan korban.

“Misalkan teman-teman mengambil pengobatan HIV, tetapi karena dianya juga harus dijaga karena saya rasa bukan hanya karena yang harus kita lindungi juga adalah bagaimana kemudian kasus ini tidak kemudian berdampak pada anak anak yang terkena HIV yang tertular dari ibunya. Misalkan yang saat ini usia sekolah SD, SMP, SMA karena ada anak anak yang dia tertular dari ibunya yang ibunya tertular dari bapaknya dan mereka masih tetap hidup sampai sekarang masih tetap sekolah itu kan banyak juga mas usia anak ya,” jelas Rahayu.

Mereka yang mengidap HIV bisa jadi karena faktor genetik akibat kelalaian orang tuanya yang mengabaikan pengobatan.

“Ada sekelompok anak-anak yang dari bayi dari dilahirkan ibunya sudah terinfeksi HIV dan mereka berjuang untuk mendapatkan pengobatan tetap tetap survive tetap hidup. Dan mereka sudah beranjak sekolah Yang sampai SMA sudah ada yang masuk kuliah,” tuturnya.

Melihat masih masifnya diskriminasi terhadap pengidap HIV/AIDS, menjaga kerahasiaan menjadi faktor kunci agar mereka mau berobat.

Baca juga: Geger Kemunculan Grup Facebook Komunitas Gay di Solo, KPA Ingatkan Risiko Penularan HIV/AIDS

Jika perlu, pengambilan obat hingga pemeriksaan dilakukan di luar jam sekolah agar tak ada kecurigaan yang timbil dari pihak sekolah atau teman sebaya.

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved