Raja Keraton Solo Meninggal Dunia

Cerita Mbah Boyo, Rela Kayuh Sepeda Pagi Buta ke Alun-alun Kidul Solo Demi Lihat Pakubuwono XIII

Dengan semangat tinggi, ia mengayuh sepeda onthel sejauh lebih dari dua kilometer demi menyaksikan momen bersejarah itu.

|
TribunSolo.com/Mardon Widiyanto
DEMI LIHAT RAJA - Sri Suryati alias mbah Boyo (68), warga Tanjung Anom, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo mengayuh sepedannya ke Alun-alun Kidul Keraton Solo sedari pagi buta, Rabu (5/11/2025). Mbah Boyo mengaku hanya ingin melihat iringan kereta kencana pembawa jenazah Pakubuwono XIII menuju Loji Gandrung, 
Ringkasan Berita:
  • Seorang lansia asal Sukoharjo, Sri Suryati atau Mbah Boyo (68), rela mengayuh sepeda sejauh 2,5 km ke Alun-alun Kidul Keraton Surakarta demi melihat iring-iringan jenazah Sinuhun PB XIII.
  • Ia datang sejak pukul 07.00 WIB tanpa sempat sarapan karena takut ketinggalan momen bersejarah itu.
  • Aksi tulus Mbah Boyo mencuri perhatian warga dan menjadi simbol cinta rakyat kepada rajanya.

 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Seorang lansia asal Sukoharjo rela datang pagi buta alias pagi-pagi sekali ke Alun-alun Kidul Keraton Solo hanya untuk melihat iring-iringan jenazah Raja Keraton Surakarta, Sinuhun Pakubuwono XIII, Rabu (5/11/2025).

Dengan semangat tinggi, ia mengayuh sepeda onthel sejauh lebih dari dua kilometer demi menyaksikan momen bersejarah itu.

Perempuan bernama Sri Suryati yang akrab disapa Mbah Boyo (68) itu berangkat dari rumahnya di Tanjung Anom, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, sekitar pukul 07.00 WIB.

Ia ingin melihat secara langsung prosesi kirab dan para abdi dalem yang mengiringi kereta kencana pembawa jenazah sang raja.

Baca juga: Fahrodin, Lansia Tangguh yang Angkat Keranda Raja Solo PB XIII di Imogiri: Usia Senja Bukan Halangan

“Saya datang ke sini jam 7 kesini untuk melihat kirab, pengen nonton wara-wiri abdi dalem Keraton dan semoga diberikan sehat walfiat,” kata Mbah Boyo.

Tak ingin kehilangan momen, Mbah Boyo bahkan belum sempat sarapan di rumah.

Ia hanya membeli makanan ringan setibanya di lokasi.

“Saya ke sini naik sepeda onthel, saya belum sarapan, sehingga saya beli gembukan takut ketinggalan momen,” ujarnya sambil tersenyum.

Baca juga: Senyum Pedagang Sate Keliling, Diborong Keluarga Keraton Solo saat Iring-iringan Jenazah PB XIII

Aksi sederhana Mbah Boyo ini mencuri perhatian warga sekitar.

Di tengah duka kepergian Sinuhun PB XIII, sosok lansia itu menjadi gambaran nyata kecintaan rakyat terhadap rajanya—datang tanpa pamrih, hanya dengan tekad dan doa dari hati yang tulus.

Tangis Pecah

Tangis Putra Dalem KGPH Hangabehi pecah saat jenazah ayahnya Sinuhun Pakubuwono XIII dinaikkan ke kereta kencana pembawa jenazah di Bangsal Magangan, Keraton Solo, Rabu (5/11/2025).

KGPH Hangabehi bahkan sampai tak kuat menahan tubuhnya hingga hampir jatuh.

Beruntung sejumlah petugas TNI menahan tubuhnya agar tidak jatuh.

Setelah itu ia pun dibawa ke sebuah ruangan untuk bisa menenangkan diri.

Isak tangis telah mewarnai prosesi adat pemakaman sinuhun dari mulai Brobosan hingga pemberangkatan jenazah.

Baca juga: Pemakaman Raja Solo PB XIII: Tak Ada Prosesi Khusus di Loji Gandrung

Tak terkecuali istri sinuhun yang merupakan Garwa Dalem Prameswari GKR Pakubuwono XIII.

Putra Putri Dalem juga ikut tak kuasa menahan tangis mulai dari GKR Timoer Rumbay Kusuma Dewayani, GRAy Devi Lelyana Dewi, GRay Dewi Ratih Widyasari, KGPH Mangkubumi (KGPH Hangabehi), dan GRAy Putri Purnaningrum.

Prosesi Brobosan menjadi salah satu prosesi penting yang dilakukan oleh para kerabat dan sentono dalem.

Baca juga: MOBIL Jenazah yang Bawa Pakubuwono XIII dari Solo ke Imogiri: Milik PMS, Kerap Digunakan Warga Biasa

Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terakhir mendiang Sinuhun Pakubuwono XIII sebelum dibawa ke kereta jenazah, Rabu (5/11/2025).

Prosesi Brobosan dilakukan di samping Bangsal Maligi.

Sebelumnya peti dibawa dari Bangsal Parasdya tempat sinuhun disemayamkan.

“Itu penghormatan terakhir. Dan merupakan bahasa yang paling mudah itu adalah mikul dzuhur mendam jero ya,” jelas Penghageng Parentah GPH Dipokusumo.

Iring-iringan Kereta

Kereta kencana yang akan membawa jenazah Raja Keraton Solo Sinuhun Pakubuwono XIII ternyata tak akan berangkat sendiri menuju Loji Gandrung, Rabu (5/11/2025). Ada tiga kereta kuda lainnya yang mengiringi. 

Iring-iringan jenazah Sinuhun ternyata terdiri dari empat kereta kuda, masing-masing memiliki makna dan fungsi tersendiri dalam prosesi adat yang sarat filosofi itu.

Kereta utama, yang membawa peti jenazah, ditarik oleh delapan ekor kuda.

KERETA SINUHUN - Kereta jenazah yang akan digunakan untuk membawa jenazah Sinuhun Pakubuwono XIII. Sejumlah prosesi adat akan digelar untuk mengantarkan mendiang Sinuhun Pakubuwono XIII, Rabu (5/11/2025) besok.
KERETA SINUHUN - Kereta jenazah yang akan digunakan untuk membawa jenazah Sinuhun Pakubuwono XIII. Sejumlah prosesi adat akan digelar untuk mengantarkan mendiang Sinuhun Pakubuwono XIII, Rabu (5/11/2025) besok. (TribunSolo.com / Ahmad Syarifudin)

Sementara di belakangnya, tiga kereta lain menyusul, membawa berbagai pernak-pernik, ampilan, serta udik-udik yang merupakan simbol persembahan dan kemurahan hati sang raja kepada rakyat. 

Udik-udik itu nantinya akan disebar sepanjang perjalanan menuju peristirahatan terakhir Sinuhun sebagai bentuk berkah bagi masyarakat yang menyaksikan.

Baca juga: MAKNA Rute Pemakaman Raja Keraton Solo PB XIII, Ada Alasan Dilakukan dari Belakang, Bukan dari Depan

“Masih ada brobosan di sebelah selatan tempat disemayamkan. Ke Magangan dipindah ke kereta jenazah. Bersama iring-iringan 3 kereta yang lain termasuk prajurit dan seterusnya kelengkapan upacara berjalan ke selatan. Sitinggil selatan ada gamelan upacara dibunyikan. Jalan tengah alun-alun sampai perempatan gading ke barat. Perempatan Gemblegan ke utara, Slamet Riyadi ke kiri sampai Loji Gandrung masuk untuk dipindahkan ke mobil jenazah,” jelas KPH Eddy Wirabhumi, salah satu kerabat Keraton.

Prosesi diawali dari Sasana Parasdya, tempat jenazah disemayamkan.

Sekitar pukul 07.41 WIB, lantunan surat Al-Fatihah menggema, diikuti prosesi brobosan sebelum peti jenazah diusung menuju Bangsal Magangan untuk dipindahkan ke kereta.

Sejumlah senopati lampah tampak mengenakan kain mori putih sebagai tanda duka.

Baca juga: TANDA Berduka atas Wafatnya Raja Keraton Solo PB XIII, Senopati Lampah Kenakan Kain Mori Putih

KPH Eddy menuturkan, seluruh tata prosesi dan arah perjalanan jenazah memiliki makna filosofis mendalam.

Rute pemberangkatan yang dimulai dari Magangan menuju Alun-Alun Selatan melambangkan peralihan dari dunia fana menuju alam keabadian.

“Alun-alun ini konsepnya awang-uwung. Masuk ke alam sana. Makanya kalau meninggal ke sana. Meletakkan kereta di alun-alun yang kanan kereta jenazah yang kiri kereta wisata. Meninggalkan duniawi menuju sang khalik,” terangnya.

Setiap bagian dari Keraton, menurut Eddy, memang mencerminkan siklus kehidupan manusia — dari kelahiran hingga kematian.

“Kalau dulu kita mengajarkan kepada masyarakat depan itu tempat untuk belajar kebudayaan keraton. Kalau kita kembali ke falsafah yang disampaikan PB X keraton jangan hanya dilihat wujud fisiknya. Tapi juga makna sinandinya. Mengajarkan kehidupan manusia sejak dilahirkan sampai meninggal,” tambahnya.

Rombongan kereta jenazah Sinuhun nantinya melintasi rute penuh makna: dari Magangan ke Alun-Alun Kidul, lalu ke barat melewati Perempatan Gading, terus ke utara menuju Gemblegan, dan berakhir di Loji Gandrung sebelum diberangkatkan ke pemakaman Imogiri.

 

 

 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved