Kisah Hidup Tokoh Legendaris

Kisah Radjiman Wedyodiningrat: Dokter Keraton dan Pencetus Dasar Negara, Namanya jadi Jalan di Solo

dr. Radjiman termasuk dalam generasi awal intelektual pribumi yang percaya bahwa kemerdekaan harus diawali dari kesadaran nasional.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
DOK. KOMPAS
SOSOK PAHLAWAN NASIONAL - Potret Radjiman Wedyodiningrat, pahlawan nasional RI. dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat (1879–1952) adalah dokter, pendiri Boedi Oetomo, dan Ketua BPUPKI yang berperan penting dalam perumusan dasar negara Indonesia, termasuk lahirnya gagasan Pancasila 

Ringkasan Berita:
  • dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat (1879–1952) adalah dokter, pendiri Boedi Oetomo, dan Ketua BPUPKI yang berperan penting dalam perumusan dasar negara Indonesia, termasuk lahirnya gagasan Pancasila.
  • Ia pernah menjadi dokter Keraton Surakarta, anggota Volksraad, DPA, KNIP, dan pemimpin sidang DPR pertama setelah Indonesia merdeka.
  • Sebagai penghargaan atas jasanya, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2013 dan namanya diabadikan sebagai Jalan Radjiman di Solo.

 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - dr. Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Wedyodiningrat (21 April 1879 – 20 September 1952) adalah sosok penting dalam perjalanan lahirnya bangsa Indonesia.

Dirinya bukan hanya seorang dokter yang berdedikasi, tetapi juga tokoh politik dan pemimpin intelektual yang berperan besar dalam merumuskan dasar negara Indonesia.

Lahir di Yogyakarta pada tanggal yang sama dengan R.A. Kartini, 21 April 1879, Radjiman menunjukkan bahwa semangat kemajuan dan perjuangan dapat tumbuh sejajar di berbagai bidang, baik kesehatan maupun politik.

Baca juga: Kisah Heroik Mayor Achmadi Pukul Mundur Belanda, Namanya Diabadikan di Monumen di Solo Jawa Tengah

Asal-Usul dan Pendidikan

Radjiman berasal dari keluarga priyayi.

Ayahnya bernama Sutodrono, sementara ibunya memiliki darah Gorontalo.

Pamannya, dr. Wahidin Soedirohoesodo, tokoh yang kemudian mendirikan organisasi Boedi Oetomo, sangat berperan dalam perjalanan hidup Radjiman. 

Wahidin-lah yang membiayai pendidikan keponakannya di School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), sekolah kedokteran pribumi di Batavia.

Perjalanan pendidikannya tidaklah mudah.

Dikisahkan, Radjiman kecil sering ikut mengantar anak dr. Wahidin ke sekolah.

Baca juga: Kisah Sutomo dan Gitar dari Ngrombo Sukoharjo : Ketelatenan Berbuah Ratusan Produksi per Bulan

Dari luar jendela kelas, ia mendengarkan pelajaran hingga akhirnya diizinkan masuk oleh seorang guru Belanda.

Ketekunannya membuatnya berhasil meraih gelar dokter di usia 20 tahun, dan bahkan memperoleh Master of Arts pada usia 24 tahun.

Ia kemudian memperdalam ilmu kedokteran di Belanda, Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat.

Minatnya terhadap kesehatan masyarakat tumbuh dari keprihatinan melihat warga Ngawi yang dilanda wabah pes.

Dia juga belajar ilmu kandungan karena banyaknya ibu yang meninggal saat melahirkan.

Baca juga: Kisah Oen Boen Ing, Dokter Dermawan yang Namanya Diabadikan jadi Rumah Sakit di Solo dan Sukoharjo

Dokter Keraton dan Pengabdian di Ngawi

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved