Berita Karanganyar Terbaru
Demo Tolak Omnibus Law di Karanganyar, Dua Anak di Bawah Umur Ditangkap Bawa Senjata Sejenis Pisau
Kapolres Karanganyar, AKBP Leganek Mawardi menyampaikan, anggota telah melakukan pemeriksaan terhadap sekitar 70-an orang di Mapolres Karanganyar.
TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Puluhan anak di bawah umur yang akan bergabung dalam demo menolak UU Omnibus Law di DPRD Kabupaten Karanganyar diamankan polisi.
Adapun dua anak di bawah umur itu, kedapatan membawa senjata tajam.
Kapolres Karanganyar, AKBP Leganek Mawardi menyampaikan, anggota telah melakukan pemeriksaan terhadap sekitar 70-an orang di Mapolres Karanganyar.
Mereka kebanyakan masih di bawah umur.
Selain dari kalangan masyarakat mereka berasal dari pondok pesantren.
Mereka ada yang mengendarai sepeda motor dan ada yang naik truk.
Baca juga: 1 Tersangka yang Diamankan saat Menyusup di Demo Tolak Omnibus Law Solo Ternyata Masih di Bawah Umur
Baca juga: Begini Nasib 2 Tersangka yang Ditangkap Saat Menyusup di Demo Tolak Omnibus Law Solo
"Anak-anak ini berada di sekitar lokasi dan hendak menuju lokasi. Kita amankan di Mapolres. Kita identifikasi, kita beri pengarahan," jelasnya kepada Tribunjateng.com, Selasa (13/10/2020).
"Mereka masih di bawah umur. Mereka sebagian besar tahu dari media sosial. Tidak tahu harus melakukan apa dan hanya ikut-ikutan," katanya.
Setelah dilakukan pemeriksaan, lanjutnya ada dua orang yang membawa senjata tajam sejenis pisau.
Kepolisian saat ini masih memeriksa dan mendalami dua orang tersebut.
"Kita akan proses tuntas. Ini sebagai pelajaran kita semua. Penyampaian aspirasi diperbolehkan undang-undang dalam keadaan damai," terangnya.
Kapolres Karanganyar menjelaskan, usai dilakukan pemeriksaan anak-anak yang diamankan akan dipanggil orang tua dan pengasuh pondok untuk kemudian dibawa pulang.
Sebelumnya, dari pantaun Tribunjateng.com di lokasi sekira pukul 14.00, aksi unras dari Anak NKRI (Aliansi Nasional Anti Komunis) berjalan kondusif.
Usai peserta melakukan oras, perwakilan aksi lantas menuju ke dalam Kantor DPRD Karanganyar untuk menyampaikan aspirasinya terkait penolakan Undang-Undang Omnibus Law.
Komando aksi, Fadlun Ali menyampaikan, audiensi ini dalam rangka menolak pengesahan Undang-Undang Omnibus Law.
Pihak Anak NKRI telah berkoordinasi dengan serikat buruh sebelum melakukan aksi unras ini.
"Undang-Undang (Omnibus Law) itu merugikan bangsa dan negara. Maka Anak NKRI dan elemen yang tergabung menolak Undang-Undang Omnibus Law," katanya saat audiensi dengan anggota DPRD.
Dia meminta supaya aspirasi terkait penolakan Undang-Undang Omnibus Law disampaikan oleh DPRD Karanganyar kepada DPR RI.
Lanjutnya, usai unras di Kantor DPRD Karanganyar, perwakilan rombongan lantas menuju ke Polres Karanganyar untuk berkoordinasi dengan kepolisian.
Pasalnya, ada beberapa anak yang diamankan oleh polisi sebelum acara unras di Kantor DPRD Karanganyar.
Baca juga: Buntut Penangkapan Penyusup Demo Tolak Omnibus Law di Solo : 2 Orang Kini Berstatus Tersangka
Baca juga: Tangis Orang Tua Pecah Jemput Anak yang Diamankan Polisi karena Akan Ikut Demo Omnibus Law di Solo
"Tadi belum sampai sini. Diangkut di sisi barat DPRD Karanganyar. Saya mau koordinasi dengan Polres," ucapnya.
Kabag Ops Polres Karanganyar, Kompol Budianto mengungkapkan, ada sebanyak 135 personel yang diterjunkan guna mengawal jalannya unras.
Sesuai izin yang diterima kepolisian, ada 100 orang yang mengikuti unras.
Sebelum unras, kepolisian telah berkoordinasi dengan korlap aksi dan menganjurkan supaya memberikan tanda kepada peserta aksi seperti pita merah putih untuk membedakan antar peserta aksi.
"Tidak kita tangkap, kita amankan. Supaya tidak mempengaruhi atau menghambat jalanya aspirasi. Saat ini masih taraf pendataan dulu. Yang bersangkutan dari mana, kepentingannya apa ke sini," jelas dia.
"Kalau tidak ada yang dilanggar kita lepaskan," ungkapnya.
Dugaan Boni Hargens
Dikutip dari Kompas.com, Demonstrasi menolak UU Cipta Kerja menarik perhatian Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), Boni Hargens.
Ia mengatakan gelombang aksi penolakan UU Omnibus Cipta Kerja (Ciptaker) memunculkan tanda tanya di tengah masyarakat.
Apakah benar ini untuk kepentingan buruh atau ada pihak lain yang menunggangi aksi buruh?
Baca juga: Keinginan Pengusaha Solo Robby Sumampouw yang Belum Terwujud : Ingin Bangun Rumah Sakit
Baca juga: Mediasi UU Ciptaker Ngambang, Anggota DPRD Sukoharjo: Belum Terima Salinan UU Cipta Kerja
Namun, berdasarkan investigasi independen yang dilakukan oleh Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) sebelum aksi 8 Oktober 2020 sampai hari ini ditemukan ada indikasi keterpautan beragam kepentingan dan kelompok pemain di balik aksi ini.
"Secara garis besar, ada dua kelompok yang terlibat dalam aksi 8 Oktober tersebut dan yang juga akan bergabung dalam aksi lanjutan 13 Oktober 2020 dan aksi-aksi yang akan datang," ujar Boni Hargens dalam keterangannya, Senin (12/102020).
Pertama, menurut Boni Hargens, kelompok buruh dan para aktivis yang ideologis ingin memperjuangan kepentingan buruh.
Mereka benar-benar mempersoakan pasal-pasal yang menurut mereka berpotensi multitafsir sehingga dalam perumusan peraturan pemerintah (PP) nanti ada potensi kepentingan buruh dikorbankan.
"Kelompok tipe ini tentu penting untuk diterima sebagai kritik dan saran untuk evaluasi dalam konteks judicial review jika itu dinilai perlu," katanya.
Namun, lanjut Boni Hargens, ada kelompok kedua yaitu massa yang dimobilisir oleh oknum dari partai politik oposisi dan dari kelompok antipemerintah yang selama ini memainkan peran sebagai oposisi jalanan.
Massa ini datang dari berbagai latar belakang.
"Ada yang massa partai, massa ormas, dan bahkan ada kelompok pengacau yang biasa di kenal sebagai kaum anarko," ujar Boni.
Massa tipe kedua inilah, menurut Boni Hargens, yang kemarin dalam aksi 8 Oktober terlibat dalam aksi anarkisme, pengrusakan fasilitas umum, termasuk penyerangan terhadap aparat keamanan dari kepolisian.
"Massa tipe kedua ini yang dibayar oleh bandar politik yang bertebaran dari daerah sampai Jakarta," katanya.
Boni Hargens mengaku tidak mempunyai otoritas untuk membeberkan identitas dari para penyumbang dana dalam aksi ini karena itu wilayah hukum yang menjadi yurisdiksi kepolisian.
"Namun, apa yang dikatakan pemerintah melalui beberapa tokoh di pemerintahan, sungguh benar bahwa ada kelihatannya ada bandar yang mendanai aksi 8 Oktober dan aksi-aksi lanjutannya," kata Boni Hargens.
Pertanyaannya, menurut Boni Hargens, adalah untuk apa mereka mengeluarkan uang dan melakukan aksi anarkis?
"Ada kelompok partai yang ingin menaikkan popularitas untuk memastikan kemenangan di pilkada 2020 dan persiapan pemilu 2024."
"Apalagi kalau electoral threshold nanti dinaikkan ke 7%, maka partai oposisi ada yang terancam punah," katanya.
Mereka ini, ujar Boni Hargens, bekerja keras untuk mendegradasi citra partai pendukung pemerintah untuk menyelamatkan partai mereka di pilkada 2020 da pemilu 2024.
"Selain itu, kelompok lain yang adalah oposisi jalanan, mereka berkepentingan untuk menaikkan posisi tawar dalam rangka persiapan pilpres 2024," katanya.
Jadi, menurut Boni Hargens, ada banyak aktor yang bermain dalam aksi ini tetapi sebagian besar tidak memikirkan kemaslahatan buruh, tetapi sekedar menjadikan isu buruh sebagai pintu masuk untuk menyerang pemerintah.
"Maka tidak mengejutkan sebetulnya ketika ada temuan di lapangan bahwa banyak peserta aksi tidak memahami pasal-pasal dalam UU Ciptaker yang menjadi alasan aksi itu ada. Mereka hanyalah massa mengambang yang dimobilisasi untuk menyerang pemerintah. Kelompok ini yang secara pragmatis direkrut dan dimobilisasi untuk terlibat dalam aksi anarkis," katanya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Kedapatan Bawa Senjata Tajam, Polisi Amankan Dua Orang Sebelum Aksi Tolak Omnibus Law di Karanganyar