Berita Karanganyar Terbaru
Curhat Sopir Bus di Karanganyar, Sejak Pandemi Pendapatan Menurun: Buat Makan Saja Kembang Kempis
Para sopir bus hanya bisa pasrah dengan aturan larangan mudik Idul Fitri 1442 H yang dikeluarkan pemerintah.
Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra
TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Para sopir bus hanya bisa pasrah dengan aturan larangan mudik Idul Fitri 1442 H yang dikeluarkan pemerintah.
Tak terkecuali, Sudaryanto, sopir bus PO Langsung Jaya jurusan Solo - Yogyakarta Pulang Pergi.
"Terpaksa tidak jalan, tidak kerja, tidak ada pemasukan. Pasrah di rumah," kata Sudaryanto, Selasa (27/4/2021).
Baca juga: Larangan Mudik 2021, Nasib Perusahaan Otobus Makin Terpuruk, Masih Pertimbangkan Jalankan Armada
Baca juga: Nasib Mahasiswi Bawa Porsche di Jalur Busway : Tak Mau Ngaku, Tapi Hanya Kena Tilang Rp 500 Ribu
"Selama pandemi Covid-19 saja pendapat sudah menurun drastis, biasanya tiap hari Dapat Rp 60 ribu sampai Rp 70 ribu sekarang cuma Rp 30 ribu," tambahnya.
Sudaryanto hanya bisa pasrah dan mengandalkan sisa uang yang dimilikinya.
Itu untuk menghidupi istri dan dua anaknya yang kini duduk di bangku SD dan SMA.
Pengiritan pengeluaran mau tidak mau dilakukannya.
"Makan seharian kembang kempis seadanya," tutur dia.
"Biasanya ayam, sekarang cuma nyeplok telur. Lauk seadanya," tambahnya.
Otobus Terpuruk
Perusahaan otobus kembali harus memupus angan mereka seusai larangan mudik Idul Fitri kembali diberlakukan.
Larangan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubunhan No. PM 13 Tahun 2021 tentang pengendalian transportasi masa Idul Fitri 1442 H.
Larangan mudik membuat perusahaan otobus mikir-mikir untuk melajukan unit armada.
Baca juga: Meski di Sragen Ada Penyekatan, Pemudik Nekat Incar Jalur Tikus, Ini yang Bakal Dilakukan Polisi
Baca juga: Pondok Pesantren Solo Ini Larang Santri Mudik, Siapkan Prokes di Pondok: Ada Ruang Isolasi Mandiri
Apalagi, biaya operasional tiap unit armada tidaklah murah meskipun hanya melayani rute aglomerasi.
"Biaya operasional terus bertambah, tapi penumpang sudah tidak lagi ramai," kata pengurus garasi bus Langsung Jaya, Joko Widodo, Selasa (27/4/2021).
"Mau jalan tapi pendapatan sopir sehari dapat Rp 20 ribu sampaI Rp 30 ribu padahal orang rumah juga bergantung pada itu," tambahnya.
Tidak hanya pendapatan sopir, omzet perusahaan otobus menurun drastis hingga 70 persen sebelum adanya larangan mudik kembali diterapkan.
"Pandemi ini. Satu armada yang melayani rute Solo - Yogyakarta PP, misalnya biasanya bisa setor Rp 300 ribu sekarang cuma Rp 100 ribu," ucap Joko.
Baca juga: Larangan Mudik 2021, Aktivitas Kereta Api di Solo - Jogja Masih Normal: Belum Terlihat Pengetatan
"Sementara, untuk rute Jakarta biasanya dapat Rp 1 juta sekarang cuma Rp 400 ribu," tambahnya.
Alhasil, perusahaan otobus mau tidak mau melakukan efisiensi berupa pengurangan armada yang beroperasional.
"Rute Jakarta yang dulu ada 20-an armada sekarang cuma 2 unit yang jalan. Rute Yogyakarta cuma 5 unit. Tawangmangu cuma 6 unit," kata Joko.
Baca juga: Wapres Maruf Amin Minta Santri Boleh Mudik, Ketua PCNU Sragen : Kami Ikut Saja, Tetap Taati Prokes
Selain pengurangan jumlah armada yang beroperasi, beberapa karyawan perusahaan otobus memilih pindah haluan pekerjaan.
"Awalnya jumlah karyawan ada 200-an orang tapi sekarang ada 50 sampai 80-an orang. Banyak yang keluar," ucap dia.
"Pada alih haluan. Ada yang jadi pedagang, petani, dan tukang bangunan. Pandemi dan larangan mudik membuat susah," tambahnya.
Penjualan Tiket di Sragen Juga Anjlok
Kebijakan pemerintah melarang mudik lebaran pada tahun ini berimbas terhadap penjualan tiket bus.
Pantauan TribunSolo.com di terminal Pilangsari, Sragen suasana terminal nampak sepi, hampir tak ada bus yang mengangkut ataupun menurunkan penumpang.
Seorang penjual tiket bus, Nurwati mengatakan, adanya larangan mudik membuat masyarakat memilih untuk tidak mudik.
Baca juga: Pondok Pesantren Solo Ini Larang Santri Mudik, Siapkan Prokes di Pondok: Ada Ruang Isolasi Mandiri
Baca juga: Komunikasi Terakhir Ibunda Komandan KRI Nanggala-402 dengan Sang Anak, Bahas Soal Mudik Lebaran
"Setelah adanya larangan mudik dan kabar penyekatan, orang pilih enggak mudik," ujar Nurwati, Selasa (27/4/2021).
Diakuinya, jumlah penjualan tiket bus pun mengalami penurunan.
"Satu bus itu kapasitasnya 30 kursi, sekarang dalam satu hari bisa jual 15 tiket tok," terangnya.
Walau aturan jaga jarak sudah tidak lagi berlaku untuk penumpang bus, katanya, tetap tidak bisa mendongkrak penjualan tiket.
Baca juga: Larangan Mudik Lebih Lama, Satgas Covid-19 Solo : Jangan Sampai Seperti India, Sudah Lepas Kendali
"Enggak begitu pengaruh meski aturan tersebut sudah tidak ada lagi," tuturnya.
Selain turunnya penjualan tiket, larangan mudik juga berdampak pada penghasilannya.
"Kalau tiketnya tidak laku saya tidak dapat gaji," imbuhnya.
Penjual Makanan di Terminal Tirtonadi Solo Lesu
Penjual di kios Terminal Tipe A Tirtonadi Solo gigit jari.
Mereka hanya bisa menerima nasib dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 13 Tahun 2021 tentang pengendalian Transportasi Masa Idul Fitri 1442 H.
Regulasi tersebut mengatur kendaraan yang boleh dan tidak boleh melintas selama masa larangan mudik 6 hingga 17 Mei 2021.
Misalnya, transportasi darat, seperti bus antar kota dalam provinsi (AKDP) dan antar kota antar provinsi (AKAP) tidak boleh beroperasi.
Seorang pedagang makanan Terminal Tipe A Tirtonadi Solo yang enggan disebutkan namanya mengatakan aturan itu membikin omzet menjelang Lebaran terjun bebas.
Baca juga: Mencekiknya Pandemi, Sopir di Solo Balapan Curhat Sepi Penumpang,Agen Bus di Tirtonadi Mengeluh Sewa
Baca juga: Nelangsa, Penjual Tiket AKAP di Terminal Tirtonadi Solo Harus Libur, Ada Aturan Larangan Mudik
"Jadi langsung terjun bebas, bukan terjun payung. Kalau terjun payung kadang masih di atas, ini sudah terjun bebas," katanya kepada TribunSolo.com, Senin (26/4/2021).
Padahal, Lebaran menjadi momen yang ditunggu para pedagang untuk mendongkrak omzet saat pandemi Covid-19.
Ia mengungkapkan dirinya biasanya bisa meraup omzet setidaknya Rp 5 juta sampai Rp 7 juta mulai H-3 Lebaran.
Jumlah omzet tersebut didapatkan sebelum pandemi Covid-19 menerjang.
"Itu malam saja. Belum siangnya. Kalau h-3, waktu siang biasa, saat h+ itu siangnya baru bisa dapat omzet sebesar itu," ungkapnya.
Namun, omzet tersebut kini hanya sekedar angan. Larangan mudik membuat terminal berpotensi sepi pembeli.
Apalagi, semenjak Covid-19, para pedagang makanan harus merangkak pelan guna mendapat pemasukan.
"Kita mau Rp 100 ribu sehari itu sulit sekali. Pas Sabtu-Minggu baru tercapai Rp 100 ribu, Rp 300 ribu lebih," ucapnya.
Iapun kini hanya bisa merelakan Lebaran tahun ini tidak bisa memberikan baju lebaran untuk ketiga anaknya.
"Tahun-tahun lalu masih bisa beli. Malah bisa beli yang lain. Tapi tahun ini tidak bisa," katanya.
Pedagangpun kini masih mikir-mikir tetap membuka lapaknya atau tidak. Itu lantaran sepinya pembeli selama masa itu masih mengintai.
"Masih lihat situasi kondisinya," ujarnya.
Curhatan Sopir
Dampak pandemi yang sudah setahun lebih benar-benar membuat sopir taksi dan agen bus terpuruk minta ampun di Kota Solo.
Di antaranya sopir taksi di kawasan Stasiun Solo Balapan resah adanya larangan mudik yang sudah diputuskan pemerintah terlebih setahun kena pandemi
Sopir Taksi Paguyuban Sahabat, Waskito (48) mengatakan, sepinya penumpang taksi karena dampak larangan mudik 2021 yang sudah terasa.
"Sebenarnya udah mulai normal, tapi karena ada larangan mudik ini jadi sepi lagi," ungkap dia kepada TribunSolo.com, Sabtu (17/4/2021).
Waskito hanya bisa pasrah dan berharap ada pemudik sebelum pelarangan.
Baca juga: Imbas Perawat Dipukul dan Ditendang di Palembang, PPNI Solo : Ancaman, Hukum Harus Jalan Terus
Baca juga: Wapadai Pemudik Curi Start, Stasiun Solo Balapan Perketat Prokes, Penjualan Tiket Maksimal 5 Mei
"Biasanya ada yang nekat, tapi ini belum ada tanda-tanda," ungkapnya.
Ia mengaku sehari-hari gara-gara pandemi hanya bisa mengakut 1-3 penumpang.
"Mentok tiga penumpang dari satu hari full sampai malam," ungkapnya.
Dengan tarif Rp 5000 setiap per kilometernya, biasanya sekali perjalanan mendapat uang Rp 150 ribu dengan jarak tempuh 30 kilometer.
Tapi karena adanya pembatasan ini, Waskito mengangkut penumpang di dalam Kota Solo dengan tarif paling jauh sekitar RP 40 ribu.
"Saya narik sejak 2017, tapi baru kali ini sepinya minta ampun," aku dia.
"Semua itu buat keluarga, punya anak dua masih sekolah, mau engak mau harus bertahan," jelasnya.
Agen Tuntut Sewa Murah
Terpisah, sekitar 60 agen bus yang tergabung dalam Paguyupan Agen Bus Terninal Tirtonadi, tuntut penurunan tarif sewa blok.
Ketua Pageyupan Agen Bus Terminal Tirtonadi Ibnu mengatakan, tuntutan ini berkaitan akan habisnya masa sewa blok agen pada bulan April ini.
"Masa pademi sepi pembeli tiket, ditambah lagi biaya sewa mau habis bulan ini," aku dia.
Ibnu mengaku biaya sewa belum pernah ada keringganan dari pihak terminal.
"Dari dulu biaya sewa per blog Rp 2 juta satu tahunnya. Tapi kan ini sepi pembeli mau di bayar pakai apa?," kata dia.
Baca juga: Pilunya Pria Sukoharjo Dadanya Tertembus Besi, Kini Terbaring Lemah,Padahal Tulang Punggung Keluarga
Baca juga: Kronologi Kecelakaan Maut di Prambanan Klaten : Sopir Avanza Silver Banting Kiri, Menghantam Pemotor
Terkait upaya tuntutan pengurangan biaya sewa ini, Ibnu sudah mencoba berkoordinasi dengan pihak Terminal Tirtonadi.
Akan tetapi, menurut pengakuan Ibnu, proses pengajuannya belum berjalan.
"Kemarin sempat koordinasi, pihak terminal bilang harus ada persetujuan dari Dinas perhubungan, bisanya cuma pasrah," ungkapnya.
"Kami hanya bisa berharap, setahun ini ekonomi sulit," harap dia. (*)