Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Boyolali Terbaru

Batu Mirip Stupa Candi Ditemukan di Boyolali, Terlantar di Kawasan Makam Desa Nepen

Batu mirip stupa tergeletak di dekat pemakaman RT 05 RW 01, Dukuh Kestalan, Desa Nepen, Kabupaten Boyolali.

TribunSolo.com/Mardon
Penampakan Batuan diduga Stupa di komplek pemakaman dekat sungai, Dukuh Kestalan, Desa Nepen, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, Selasa (1/5/2021) 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto

TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Batu mirip stupa tergeletak di kawasan pemakaman RT 05 RW 01, Dukuh Kestalan, Desa Nepen, Kabupaten Boyolali.

Berdasarkan pantauan TribunSolo.com, batu tersebut berada di area pemakaman Hastonoloyo, tepatnya dekat sungai desa.

Terlihat di batu tersebut terdapat corak di sekelilingnya.

Baca juga: Polsek Candipuro Lampung Selatan Dibakar Massa, Diduga Warga Ngamuk karena Marak Kasus Begal

Baca juga: Hilangnya Batu Candi Berbentuk Singa di Klaten Ternyata Sudah Dua Kali Terjadi, di Mana Pemerintah?

Terdapat ukiran seperti cincin mengelilingi batu stupa tersebut.

Selain itu, di bagian bawah terdapat juga ukiran-ukiran yang melingkari badan stupa itu.

Bambang Sutejo, warga setempat mengatakan, batu tersebut sudah lama berada di lokasi itu.

Baca juga: Hilangnya Batu Candi Berbentuk Singa di Klaten Ternyata Sudah Dua Kali Terjadi, di Mana Pemerintah?

"Batu itu berada disitu sudah lama sekali, bahkan zaman kakek saya masih kecil," ungkap Sutejo, Selasa (1/6/2021).

Warga menyakini benda tersebut stupa candi yang memiliki nilai sejarah.

"Masyarakat tidak memperlakukan benda itu secara khusus, dan responnya masyarakat biasa," kata Sutejo.

Baca juga: Kondisi Situs Mbah Gempur Klaten Memprihatinkan, Tak Terawat, Batu Candi Hilang Dicuri

Sementara itu, Penggiat sejarah dan batuan cagar budaya di Boyolali Surojo mengatakan, berat batuan mirip stupa itu memiliki bobot kurang lebih 1 ton.

"Ada batu diduga stupa dengan bobot lebih 1 ton, digunakan untuk ritual pemujaan Budha," kata Surojo.

Surojo menduga batuan tersebut ada sekitar abad 9 - 10 masehi.

Diperkirakan batuan itu ada di zaman pasyarungga (Hindu).

"Ya semacam candi kecil, dulu dugaan kita merupakan bekas candi agama budha, karena banyak ditemukan batu-batu yang seperti pagar yang tertimbun pagar," ungkap Surojo.

Situs Mbah Gempur di Klaten

Batu candi peninggalan kerajaan Mataram Hindu di situs Mbah gempur di Dukuh Sunggingan, Desa Jonggrangan, Kecamatan Klaten Utara Kabupaten Klaten hilang, Kamis (18/3/2021).

Hilangnya batu berelief tersebut, menggugah hati para pemerhati cagar budaya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun TribunSolo.com, hilangnya batu tersebut diketahui oleh pemerhati cagar budaya Klaten Heritage Community, Kamis (18/3/2021).

Baca juga: Kronologi Penemuan Batu Besar di Karanganom Klaten Diduga Candi, Berawal dari Penelurusan Warga

Baca juga: Cerita Warga Klaten yang Angkat Batu Besar Diduga Candi Peninggalan Mataram Hindu, Beratnya 200 Kg

Kejadian ini sudah dilaporkan ke Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Klaten.

Pantauan TribunSolo.com, lokasi situs Mbah Gempur memprihatinkan.

Terlihat semak belukar menutupi pandangan ke situs candi tersebut.

Penggiat Klaten Heritage Community, Hari Wahyudi mengatakan, pihaknya sangat berharap kepada pemerintah Kabupaten Klaten untuk lebih memperhatikan cagar budaya.

"Situs Mbah Gempur sangat memprihatikan, dimana kita saksikan bersama keadaannya seperti ini. Sangat miris jika hal ini terus dibiarkan," ucap Hari saat ditemui TribunSolo com di situs Mbah Gempur, Rabu, (24/3/2021).

Baca juga: Bak Kota Mati, Penampakan Objek Wisata Candi Cetho Karanganyar yang Mulai Buka Kembali: Ekonomi Lesu

Hari menambahkan agar tidak lagi terjadi hal yang serupa terhadap benda-benda cagar budaya lain di Kabupaten Klaten, Pemkab Klaten diminta perlu proaktif melakukan kunjungan dan turut membersihkan lokasi cagar budaya.

"Saya harap, Pemkab Klaten tanggap dan serius menangani permasalahan ini," pungkas.

Sebagai informasi, Situs Mbah Gempur memiliki luas 9 meter persegi dengan tinggi 1,5 meter.

Batu Besar Diduga Candi

Warga Dukuh Lumbang Dungik, Desa Soropaten, Kecamatan Karanganom, Klaten digegerkan  dengan penemuan batu besar yang diduga benda cagar budaya peninggalan kerajaan Mataram Hindu.

Batuan itu kini disimpan di salah satu rumah warga setempat.

Pegiat Klaten Heritage Community (KHC), Hari Wahyudi mengatakan, penemuan batuan yang diduga cagar budaya ditemukan di area persawahan milik warga.

Baca juga: Bak Kota Mati, Penampakan Objek Wisata Candi Cetho Karanganyar yang Mulai Buka Kembali: Ekonomi Lesu

Baca juga: Candi Cetho & Sukuh di Karanganyar Kembali Dibuka, Tapi Wistawan Wajib Jalankan Protokol Kesehatan

"Kami memperoleh informasi dari warga bahwa ditemukan batuan diduga benda cagar budaya di area persawahan dan saat ini sedang kami evakuasi, "ucap Hari kepada TribunSolo.com, Kamis (11/3/2021).

Hari mengatakan, batuan tersebut dievakuasi karena lahan tersebut akan digunakan untuk area pertanian.

Ia menyebutkan, evakuasi batuan tersebut dilakukan oleh warga setempat dengan menggunakan peralatan sederhana.

"Batuan itu, diamankan sementara di salah satu rumah warga setempat," ujar Hari.

Sebelumnya lokasi tersebut sudah didatangi Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Klaten, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah serta Balai Arkeologi Yogyakarta.

Baca juga: Sejarah Komplek Candi Cetho, Tempat Ibadah Umat Hindu di Karanganyar yang Ditemukan Oleh Belanda

Saat itu ditemukan Yoni dan beberapa batu bata besar yang diduga adalah badan candi.

"Warga juga menemukan arca dalam keadaan tidak utuh," ucap Hari.

Selain itu, dia juga menemukan lokasi yang diduga lantai dari candi tersebut.

Dalam penelusurannya di Desa Soropaten, terdapat 3 titik temuan batuan yang diduga cagar budaya.

Ia menambahkan, tidak menutup kemungkinan adannya temuan-temuan baru di sekitar lokasi tersebut.

"Batu-batuan ini akan diserahkan ke BPCB Jateng dan Badan Arkeologi Yogyakarta, untuk diteliti lebih lanjut," jelas dia.

Candi Cetho Mulai Bergeliat

Wisata di Candi Cetho Karanganyar kembali bergeliar, setelah kembali dibuka ditngah PPKM Mikro ini.

Dalam pantauan TribunSolo para wisatawan datang dari berbagai daerah dilihat dari beragam nomor polisi kendaraan yang datang silih berganti.

Menurut Juru Kunci Candi Cetho, Cipto (56), hari kedua ini ratusan wisatawan yang masuk ke dalam area candi.

"Akhir pekan ini wisatawan cukup antusias, jadi lumayan ramai," katanya kepada TribunSolo.com pada Sabtu (20/2/2021).

"Jumat kemarin yang datang hanya puluhan, kemungkinan karena belum dapat info dan masih hari kerja sehingga tidak ramai," jelasnya.

Baca juga: Candi Cetho & Sukuh di Karanganyar Kembali Dibuka, Tapi Wistawan Wajib Jalankan Protokol Kesehatan

Baca juga: Nekat Adakan Senam Masal di Masa Pandemi, Manajer Pusat Belanja di Karanganyar Diciduk Satpol PP

Baca juga: Pembangunan Masjid Agung Dapat Perhatian Khusus Dari DPRD Karanganyar

Baca juga: Buat Aroma Busuk dan Cemari Lingkungan, Kandang Babi di Karanganyar Diprotes Warga

Sebelumnya Candi Cetho ditutup untuk publik sejak penerapan PPKM jilid 1.

Lalu kemudian penutupan itu berlanjut hingga PPKM jilid 2 dan mulai dibuka untuk umum di masa PPKM Mikro.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Karanganyar, Titis Sri Jawoto, pihaknya telah mengajukan ke Kemendikbud agar Candi Cetho dapat diizinkan dibuka agar ekonomi sektor pariwisata dapat berjalan kembali.

"Kami butuh waktu dua Minggu agar memperoleh izin dari Balai Cagar Budaya Jawa Tengah, jadi saat ini tinggal komitmen baik dari pengelola maupun wisatawan itu sendiri untuk taat protokol kesehatan," tegasnya.

Patuhi Protokol Kesehatan

Candi Cetho dan Candi Sukuh di lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar telah dibuka kembali untuk umum.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora) Karanganyar, Titis Sri Jawoto, pihaknya telah mengajukan surat kepada Kemendikbud agar kedua wisata candi itu dapat dibuka kembali.

Akhirnya Kemendikbud melalui Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah akhirnya mengizinkan kembali untuk buka sebagai area wisata.

Adapun kedua candi itu sebelumnya sempat ditutup untuk umum.

"Kami mengajukan surat pengajuan sejak diterapkan PPKM jilid dua dan setelah menanti dua Minggu, akhirnya diberi izin untuk kembali buka," katanya kepada TribunSolo.com pada Sabtu (20/2/2021).

Baca juga: Menikmati Keindahan Alam di Candi Cetho Karanganyar, Tiket Cuma Rp 10 Ribu per Orang

Baca juga: Viral Burung Jalak Tuntun Pendaki yang Tersesat di Gunung Lawu, Mitos Atau Fakta? Ini Kata Relawan

Izin itu sendiri diberikan secara resmi melalui surat sejak Jumat (19/2/2021).

Maka kabar baik bagi wisatawan, segera bisa menikmati sajian khas wisata sejarah di kedua candi sembari menghirup udara segar pegunungan.

"Kami langsung sosialisasi kepada masyarakat tidak hanya melalui surat resmi namun juga video ajakan untuk berkunjung ke candi kembali," ujarnya.

Dirinya berharap dengan dibukanya kedua candi itu, ekonomi masyarakat kembali bergeliat di sektor wisata.

"Kita yakin pandemi Covid-19 sudah mulai terkendali, oleh karena itu dari Kemendikbud sudah memberi izin," ungkapnya.

"Selama warga taat protokol kesehatan, pandemi Covid-19 dapat kita kendalikan dan ekonomi warga juga akan aman," imbuhnya.

Kini masih ada dua area wisata di bawah naungan Kemendikbud langsung yang masih belum dibuka, yaitu Arena Edukasi Intan Pari dan Ndayu Park.

"Nanti akan kita buka, pelan-pelan lewati prosesnya," jelasnya.

Ramai Wisatawan

Sebelumnya, panorama keindahan alam di sekitar Candi Cetho itu ramai dikunjungi wisatawan.

Banyak wisatawan yang penasaran dengan suasan candi setelah melihat unggahan foto dan video di sosial media.

Diantara wisatawan yang hadir adalah Dyah (18) dan Lina (18).

Remaja asal Ponorogo tersebut, rela menempuh dua jam perjalanan demi bisa menikmati suasan Candi Cetho.

"Kesini datang karena penasaran lihat dari instagram lalu penasaran," Kata Dyah kepada TribunSolo.com pada Minggu (10/1/2021).

Baca juga: Catat, Selama Masa PSBB Candi Sukuh dan Candi Cetho Karanganyar Akan Ditutup

Baca juga: Mengenal Kain Kampuh, Kain Sakral yang wajib Digunakan Ketika Memasuki Candi Cetho

Baca juga: Sejarah Komplek Candi Cetho, Tempat Ibadah Umat Hindu di Karanganyar yang Ditemukan Oleh Belanda

Selain itu harga tiketnya yang ekonomis juga membuat mereka berdua datang ke Candi Cetho.

"Hanya Rp 10 ribu sudah dapat fasilitas sedemikan lengkap baik pemandangan atau pengetahuan," ujarnya.

Ditambah lagi saat ini hari menjelang PSBB yang membuat Candi Cetho akan ditutup selama dua minggu kedepan.

"Kebetulan tidak terlalu ramai, sehingga kita bisa menikmati suasana sambil berfoto sepuasnya," ungkapnya.

Objek Wisata Candi Cetho di Kabupaten Karanganyar
Objek Wisata Candi Cetho di Kabupaten Karanganyar (TribunSolo.com/Irfan Al Amin)

Menurut Cipto (56) selaku Juru Kunci Candi Cetho menyebut dengan akan dimulainya PSBB membuat pengunjung semakin surut untuk hadir.

"Kalau dari jumlah tiket yang terjual hanya 200 orang yang datang, jauh dari hari libur pada masa normal yang sampai ribuan orang," kata Cipto.

Ditemukan Belanda

Apabila berkunjung ke Candi Cetho tidak banyak pengunjung yang tahu bahwa tempat itu adalah tempat persembahyangan umat agama Hindu.

Sebagian besar dari mereka merupakan wisatawan yang mencari spot foto dan arena terbuka dengan udara sejuk untuk berlibur.

Dilansir dari situs kemendikbud.go.id, candi tersebut pertama kali ditemukan oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda pada tahun 1928.

Beberapa waktu kemudian, menurut juru kunci dari Candi Cetho, Cipto (56) area itu baru mulai ramai dikunjungi pada tahun 1970 saat ada renovasi besar-besaran.

"Sebelumnya area Candi Cetho sangatlah sepi dan jarang ada penduduk di sekitar sini, namun setelah ada renovasi mulai banyak perumahan yang dibangun," katanya kepada TribunSolo.com.

Baca juga: Mengenal Kain Kampuh, Kain Sakral yang wajib Digunakan Ketika Memasuki Candi Cetho

Baca juga: Catat, Selama Masa PSBB Candi Sukuh dan Candi Cetho Karanganyar Akan Ditutup

Baca juga: Ada PSBB Jawa Bali, Proyek Pembangunan Masjid Agung Karanganyar Jalan Terus

Baca juga: Saran DPRD Karanganyar Jelang PSBB: Pasar Harus Dijaga Ketat

Dirinya menceritakan bahwa renovasi yang dilakukan pada masa pemerintahan Suharto itu mendapat kritik dari banyak pihak.

Para ahli sejarah dan arkeolog banyak mengrkitik renovasiitu karena banyak dari arca yang berubah dari bentuk semula.

"Seperti gapura depan yang paling besar itu merupakan bangunan baru hasil renovasi dan banyak menuai kritik," terangnya.

Objek Wisata Candi Cetho di Kabupaten Karanganyar
Objek Wisata Candi Cetho di Kabupaten Karanganyar (TribunSolo.com/Irfan Al Amin)

Cipto juga menceritakan sebelumnya tidak ada biaya retribusi saat masuk ke Candi Cetho.

Namun seiring waktu dan pengunjung semakin ramai maka Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah dan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga menarik biaya retribusi untuk wisatawan domestik Rp.10 ribu dan mancanegara Rp 30 ribu.

"Sebelumnya kita pakai buku tamu namun karena semakin ramai, akhirnya kami tarik biaya retribusi tiket," ungkapnya.

Wajib Pakai Kain Kampuh

Pengunjung di Candi Cetho akan disambut oleh sejumlah pemuda setempat.

Para pemuda itu akan menawarkan kepada setiap wisatawan sehelai kain, sebelum masuk Candi yang terletak di Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar itu.

Kain yang memiliki corak hitam putih bak papan catur itu bernama kain kampuh. Dan wajib digunangkan oleh pengunjung ketika memasuki Candi Cetho.

Menurut Wagimin salah seorang koordintor dari Pemuda Hindu Cetho, kain itu diberikan sebagai bentuk penghormatan di tempat ibadah agama Hindu tersebut.

"Sebagai bentuk penghormatan dan bentuk kesakralan terhadap tempat ibadah," katanya kepada TribunSolo.com pada Minggu (10/1/2021).

Para wisatawan sedang mengenakan kain kampuh saat akan memasuki Candi Cetho pada Minggu (10/1/2021)
Para wisatawan sedang mengenakan kain kampuh saat akan memasuki Candi Cetho pada Minggu (10/1/2021) (TribunSolo.com/Irfan Al Amin)

Pemuda Hindu Cetho menyediakan lebih dari 3000 kain yang dapat digunakan oleh wisatawan secara cuma-cuma.

"Kami menyediakan ini dengan gratis, hanya tulis nama lalu donasi seikhlasnya untuk biaya laundry dan perawatan," terangnya.

Dalam mengenakan kain kampuh tersebut juga ada tata caranya.

Apabila laki-laki maka simpul ikatan diletakkan di depan, sedangkan perempuan diletakkan di samping baik kanan maupun kiri.

"Ikatan simpul itu menjadi pembeda antara laki-laki-laki dan perempuan," ujarnya.

Baca juga: Soal Memberikan Dukungan ke Bhayangkara FC, Ini Jawaban Presiden Pasoepati yang Baru

Baca juga: Hujan Deras, Karanggede Boyolali Banjir, Dua Anak Sempat Terseret Arus dan Berlindung di Pohon

Pihaknya selalu dengan terbuka mengajari wisatawan yang belum bisa mengenakan kampuh dengan benar.

"Kami menyiapkan satu orang khusus untuk mengajari wisatawan mengenakan kampuh agar kencang dan tidak melorot ketika digunakan," ungkapnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved