Berita Wonogiri Terbaru
Imbas Tak Ada Ekspor, Harga Jual Porang Anjlok Drastis, Petani di Wonogiri Pilih Menunda Panen
Petani di Wonogiri memilih menunda panen porang karena harga jualnya tengah anjlok drastis. Hal itu disebabkan ekspor porang dari Indonesia ditutup
Penulis: Erlangga Bima Sakti | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Erlangga Bima Sakti
TRIBUNSOLO.COM, WONOGIRI - Harga porang belakangan ini dikabarkan sedang turun drastis.
Para petani di Wonogiri pun memilih menunda panen.
Salah satu petani porang asal Desa Ngambarsari Kecamatan Karangtengah, Supriyanto menuturkan harga porang saat ini sedang hancur dikarenakan tidak ada ekspor.
Menurutnya, untuk satu tahun ini ekspor porang dari Indonesia ditutup.
Baca juga: Leganya 2.697 Guru Tidak Tetap di Wonogiri: Bertahun-tahun Jadi Guru Honorer, Kini Kantongi SK PPPK
Baca juga: Mengunjungi Pantai Karang Payung : Surga Tersembunyi dengan Tebing Menjulang Tinggi di Wonogiri
Alasannya, pembeli porang seperti Cina, Jepang dan Korea harus mengetahui porang yang dibeli.
Sejarah porang yang harus diketahui mulai dari sumber porang, siapa yang mengelola porang hingga sertifikasi porang yang dibeli dari Indonesia itu.
"Dua hari lalu sembilan pabrik porang di Jawa sudah mulai buka serentak. Sudah akan ada ekspor lagi, cuma harga porang belum normal. Pabrik menghabiskan stok porang tahun lalu yang belum sempat diolah," kata dia, kepada TribunSolo.com, Selasa (28/6/2022) .
Dia menjelaskan, harga porang saat ini berada di kisaran angka Rp 3.000 per kilogram.
Sedangkan tahun lalu saat masih ada ekspor mencapai Rp 7.500-Rp 8.000 perkilonya.

Baca juga: Aturan Kurban Wonogiri: Pemotongan Hewan Kurban Disarankan di Rumah Potong Hewan
Atas dasar itu, para petani memilih untuk menahan panen hingga menunggu harga kembali normal.
Adapun panen porang sendiri tidak terpatok oleh waktu.
Selain itu, setiap petani porang menurutnya perlu punya sertifikat.
Sebab, porang yang masuk ke pabrik harus ada sertifikat yang mengacu Good Agricultural Practices (GAP).
"Petani harus punya buku harian yang berisi penanaman bibitnya seperti apa, pupuk komposnya berapa, pupuk kimianya berapa yang digunakan dan lain-lain," kata Supriyanto.
Baca juga: Inilah Wanita Penakluk Ular di Wonogiri : Piton di Kamar Mandi Dievakuasi dengan Tangan Kosong
Baca juga: Ingat Gadis Wonogiri yang Hilang Setahun Lalu? Kondisinya Kini Hamil 5 Bulan dan Dapat Ancaman