Berita Boyolali Terbaru
Uniknya Tradisi Lampetan : Cara Warga Jaga Umbul Tlatar Boyolali, Sembelih Bebek Putih di Dalam Air
Tradisi unik dilakukan warga sebagai bentuk syukur atas melimpahnya air yang muncul di Umbul Tlatar Boyolali yakni menyembelih bebek putih
Penulis: Tri Widodo | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Selain cerita di atas, terdapat pula legenda yang masih dipercaya oleh beberapa kalangan hingga saat ini.
Baca juga: Akhir Pekan di Karanganyar: Ribuan Orang Padati The Lawu Park, Hotel di Tawangmangu Juga Penuh
Baca juga: Soal Imbauan Larangan Perdagangan Daging Anjing, Pemkab Karanganyar: Memang Tidak Boleh
Salah satunya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Adapula ritual rutin yang dilakukan setiap tahunnya yang disebut Sesaji Mahesa Lawung.
Sesaji Mahesa Lawung merupakan ritual adat ketika keluarga keraton mempersembahkan kepala kerbau di Punden Krendowahono kepada Bathara Kalayuwati anak Bathara Durga.
"Memang sampai saat ini masih banyak yang percaya dan masih ada beberapa orang yang menjalankan ritual kepercayaan di tempat ini," tutur Darsono.
"Kalayuwati dipercaya melindungi sisi utara Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, ritual tersebut bertujuan untuk memohon keselamatan dan agar terhindar dari segala mara bahaya," tambahnya.
Darsono mengatakan lokasi berikutnya yaitu sumur Shina, merupakan sebuah sumur yang dalam.
Air di dalam sumur tersebut dipercaya dapat mempermudah seseorang dalam mencari jodoh.
Baca juga: Pemilu Serentak 2024, DPC PPP Karanganyar: Tak Perlu Verifikasi Faktual, Cukup Administrasi Saja
Baca juga: Madrasah di Karanganyar Tetap 6 Hari KBM, Kepala Kemenag: Libur Dua Hari Bikin Murid Kurang Terarah
"Jika mandi setiap hari di sumur Shina, konon dapat mempercepat seseorang mendapatkan jodoh," ucap Darsono.
Sedangkan lokasi Watu Gilang merupakan salah satu yang dikatakan erat kaitannya dengan sejarah.
Lokasi tersebut merupakan tempat lokasi perundingan Pangeran Diponegoro dengan pendukungnya untuk membuat strategi menyerang kolonial Belanda.
"Dulunya Watu Gilang merupakan tempat Diponegoro bertemu dengan para pendukungnya dan tempat diskusi membuat strategi penyerangan ke kolonial Belanda saat itu," ujar Darsono.
Darsono yang lahir 12 Desember 1945 silam diketahui telah menjadi juru kunci di lokasi tersebut sejak 1980-an.
Dia mengungkap dirinya merupakan keturunan dari Kasunanan Surakarta dari sosok yang bernama Raden Mas Sayiddin Malikul Kusno.
"Orang tua saya juga merupakan juru kunci, bahkan mbah buyut saya yaitu Raden Mas Malikul Kusno, putra Pakubuwana IX," pungkasnya.
(*)