Istri Wiji Thukul Meninggal
Sosok Sipon, Istri Aktivis HAM Wiji Thukul di Mata Tetangga : Ramah dan Grapyak
Semangat juga jadi kata yang dipilih tetangga untuk menggambarkan Sipon. Sebab, meski sering sakit tapi Sipon masih kerap berjalan keluar rumah
Penulis: Anang Maruf Bagus Yuniar | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Anang Ma'ruf
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Istri dari aktivis HAM Wiji Thukul, Dyah Sujirah atau yang akrab disapa Sipon menghembuskan napas terakhirnya pada usia 55 tahun, Kamis (5/1/2023).
Sosok Sipon dikenal oleh tetangga sekitar sebagai orang yang ramah dan grapyak kepada tetangga.
Suparmin (54), tetangga Sipon, mengungkap hal itu kepada TribunSolo.com.
"Dia (Sipon) yang pasti baik, selalu ngajak ngobrol sama tetangganya," ucap Suparmin, di rumah duka, Kamis (6/1/2023).
Semangat juga jadi kata yang dipilih Suparmin untuk menggambarkan Sipon.
Baca juga: Di Balik Puisi Jangan Lupa, Kekasihku di Pemakaman Sipon, Adik Wiji Thukul : Bagi Sebuah Kewajiban
Sebab, meski almarhumah sering sakit tapi masih selalu menyempatkan diri untuk jalan-jalan keluar rumah.
"Mbak Sipon itu orangnya penuh semangat, walaupun sering sakit tetapi juga sering jalan-jalan keluar rumah," jelasnya.
Bahkan kondisi kaki yang diamputasi tak menjadi halangan.
Sipon, kata dia, memang memiliki riwayat sakit yang membuat kakinya harus diamputasi.
Meski tak tahu menahu soal penyakitnya, Suparmin menduga Sipon terkena diabetes.
"Yang saya tahu mbak Sipon terkena penyakit. Tapi saya tidak tahu apa, banyak orang terkena diabetes hingga kakinya terpaksa diamputasi," imbuhnya.
Karangan dari Jokowi Hiasi Rumah Duka
Sejumlah karangan bunga duka cita menghiasi jalan masuk ke rumah duka Dyah Sujirah atau Sipon, istri dari aktivis HAM Wiji Thukul.
Rumah duka itu ada di RT 01 RW 14, Kelurahan Jagalan, Kecamatan Jebres, Kota Solo.
Karangan bunga duka cita yang menghias jalan masuk tersebut berasal dari berbagai kalangan sejak berdar kabar meninggalnya Sipon, Kamis (5/1/2023) hingga pemakaman Jumat (6/1/2023).
Itu terlihat mulai dari pejabat publik hingga yayasan, satu di antaranya dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Karangan bunga itu bertuliskan:
'Turut Berduka Cita Atas Wafatnya Ibu Dyah Sujirah Presiden Joko Widodo & KLG'.
Karangan bunga tersebut didirikan, tepat di sisi timur rumah duka.
Selain itu, karangan bunga dari Pemerintah Kota (Pemkot) Solo, termasuk dari Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dan Wakil Wali Kota Solo Teguh Prakosa juga ada.
Baca juga: Pengedar Uang Palsu Rp 573 Juta Sasar Pedagang Sukoharjo, Polisi : Beli Barang, Dapat Kembalian Asli
Baca juga: Sipon Tiada, Siapa Berjuang Mencari Keadilan Hilangnya Wiji Thukul? Wahyu Susilo : Fajar dan Nganthi
Karangan bunga tersebut diletakan di depan rumah duka.
Gibran melempat gestur mengangguk dan membenarkan bila Pemkot Solo mengirimkan karangan bunga ke rumah duka Sipon.
Perjuangan Diteruskan Anak
Adik Wiji Thukul, Wahyu Susilo mengingat bagaimana sejumlah perjuangan yang dilakukan Sipon setelah Wiji Thukul dinyatakan hilang.
Itu terhitung sejak pria yang memiliki nama asli Wiji Widodo tersebut tidak ada kabar Mei 1998.
Wahyu selama ini juga menjadi aktivis.
Dia menjadi Peneliti, Analis Kebijakan Ketenagakerjaan dan Direktur Eksekutif untuk Migrant CARE.
Apalagi, kedua anaknya Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah saat itu terancam hak-haknya karena ketidakjelasan status Widji Thukul.
"Mbak Sipon yang juga menjadi inisiatif dari keluarga korban untuk mencari kepastian orang hilang, dia aktif di IKOHI," kata Wahyu kepada TribunSolo.com usai pemakaman di Solo, Jumat (6/1/2023).
Sipon kata Wahyu, yang juga mendorong Komnas HAM untuk menerbitkan sertifikat korban pelanggaran HAM terutama bagi orang-orang yang hilang.
"Itu karena banyak orang misalnya Fajar dan Wani kesulitan mengurus dokumen karena ketidakjelasan nasib ayahnya".
Baca juga: Di Balik Puisi Jangan Lupa, Kekasihku di Pemakaman Sipon, Adik Wiji Thukul : Bagi Sebuah Kewajiban
Baca juga: Tangis Anak Wiji Thukul Fajar-Nganthi : Perpisahan Terakhir Bersama Sipon di Astana Purwoloyo Solo
"Sertifikat atau keterangan korban pelanggaran HAM yang itu dikeluarkan Komnas HAM preseden korban korban yang lain mbak Sipon adalah pejuang HAM," tambahnya.
Sipon terus memperjuangkan nasib dan kepastian keberadaan orang-orang hilang, termasuk Widji Thukul.
Dia kemudian mendapat harapan terkait keadilan atas hilangnya suaminya.
Itu setelah pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu.
"Mbak Sipon adalah perempuan yang teguh," ucap dia.
"Hampir seperempat abad menanti keadilan menanti kepulangan Thukul menanti kepastian Thukul sampai akhir hayatnya. Dia tidak menyerah," imbuhnya.
Menurut Wahyu, kehadiran Keputusan Presiden (Kepres) tersebut menjadi salah satu jalan untuk penyelesaian kasus-kasus seperti Widji Thukul.
"Saya kira ada banyak jalan misalnya pemerintah punya tim non-yudisial untuk penyelesaian HAM," ucap dia.
"Saya kira menjadi pembelajaran bagi mereka bahwa mengedepankan kebutuhan korban".
"Itu urgen karena banyak korban menanti keadilan sampai tidak bisa menikmati apa yang harusnya bisa mereka dapatkan dari proses penegakan HAM," imbuhnya.
Kini, perjuangan penyelesaian kasus Widji Thukul tetap akan diperjuangan keluarganya.
Khususnya lewat kedua anaknya, Fajar Merah dan Fitri Nganthi Wani.
"Wani dan Fajar akan terus menyanyi akan terus berpuisi melanjutkan apa yang selama ini disuarakan mbak Sipon," tuturnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.