Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Konser Musik De Tjolomadoe Ricuh

Pembelajaran dari Konser Ricuh di De Tjolomadoe, Pemerintah Perlu Pikirkan Regulasi Soal EO

Kasus konser ricuh di De Tjolomadoe menjadi pembelajaran. Pemerintah didorong untuk bisa membuat regulasi soal EO ini agar kejadian tak terulang.

TribunSolo.com/Zharfan Muhana
Konser Dont Stop Fest di De Tjolomadoe yang ricuh karena batal, akibat EO tak melunasi soundsystem 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Batalnya konser Don't Stop Fest di De Tjolomadoe, Kabupaten Karanganyar tentu menjadi pelajaran semua pihak.

Terutama bagi penonton atau kalian para pecinta konser.

Mengingat selama beberapa tahun terakhir, Kota Solo juga mulai banyak menggelar event, mulai dari konser musik hingga olahraga.

Salah satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah ketahui dulu siapa penyelenggara even-nya atau Event Organizer (EO).

Pelaku Bisnis Event & MICE sekaligus Direktur One Event, Yusuf Karim Ungsi mengatakan, untuk menggelar suatu even yang berskala besar bukanlah hal yang mudah.

Semakin banyak EO tersebut menggelar acara, maka EO tersebut semakin dapat dipercaya.

Dalam hal ini, kepercayaan itu bukan dari penonton saja, melainkan juga dari vendor-vendor yang turut berpartisipasi dalam acara yang dibuat.

"Seperti EO yang kita jual track recordnya, jadi semakin sering EO melakukan kegiatan atau menyelenggarakan konser dan sebagainya maka semakin terpercaya," katanya kepada TribunSolo.com, Kamis (27/7/2023).

Maka dari itu, para pecinta konser sudah harus mulai mempertimbangkan untuk melihat terlebih dahulu siapa penyelenggara even yang akan didatangi.

Baca juga: EO Dont Stop Fest Refund Tiket karena Konser di De Tjolomadoe Gagal, Bagaimana Proses Hukumnya?

Meski tidak menjamin, namun setidaknya bisa meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan, seperti yang terjadi di De Tjolomadoe pada Sabtu (22/7/2023) kemarin.

"Masyarakat juga harus aware pelaksananya siapa, karena tidak gampang membuat kegiatan," jelasnya.

"Iya (penonton lebih baik memilih EO yang sudah berpengalaman), tapi kan namanya orang, misal kalau naik pesawat pasti sudah tahu resikonya, bahwa semua ini kita beresiko," tambahnya.

Pria yang juga merupakan Ketua DPD Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia Jawa Timur ini juga menyarankan kepada pemerintah agar membuat regulasi SOP kepada para pelaku event.

Dengan begitu, akan ada standar bagi penyelenggaraan event, sekaligus bisa melakukan pengawasan, dan mengurangi resiko seperti yang terjadi di De Tjolomadoe.

"Saran untuk pemerintah, dibuatkan regulasi SOP, diadakan sertifikasi terkait kompetisi, seperti notaris, kedokteran, pengacara, EO sebagai profesi sebaiknya memiliki standarisasi kompetisi minimal," pungkasnya. 

Selain itu, para pelaku even lebih baik untuk membentuk suatu kelembagaan, agar peran pelaku even tersebut jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved