MK Tolak Gugatan Usia Cawapres
Respons Kuasa Hukum Almas soal Dokumen Perbaikan Batas Usia Capres Cawapres Tak Ditandatangani
Kuasa hukum almas merespons temuan dokumen perbaikan permohonan gugatan batas usia capres cawapres yang dilayangkan tidak ditandatangani.
Penulis: Andreas Chris Febrianto | Editor: Adi Surya Samodra
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Andreas Chris Febrianto Nugroho
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Dokumen perbaikan permohonan gugatan batas usia capres cawapres yang dilayangkan pemohon bernama Almas Tsaqibbirru ditemukan tak ditandatangani kuasa hukum maupun Almas sendiri.
Temuan tersebut terungkap dalam sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) berkaitan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap memuat konflik kepentingan dalam sidang pemeriksaan salah satu pelapor, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI).
Temuan itu pun direspons Kuasa Hukum Almas, Arif Sahudi.
Arif mengaku heran dengan laporan yang dilakukan oleh PHBI soal dirinya dan kliennya yang dituding tidak menandatangani berkas gugatan soal syarat usia Capres-Cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, itu tidak logis.
Baca juga: Cara Parpol KIM di Solo Gaet Suara Emak-emak di Pilpres 2024 : Datangkan Elite Politik, Termasuk AHY
"Berkas perbaikan ditandatangani pemohon dan tidak ditandatangani kuasa hukum dan pemohon, ini lucu dan tidak logis," ujar Arif saat dihubungi TribunSolo.com, Kamis (2/11/2023).
Menurut Arif, berkas sudah cukup ditandatangani oleh dirinya selaku kuasa hukum penggugat tanpa perlu ditandatangani oleh kliennya.
"Pertama tidak mungkin pemohon menandatangani berkas perbaikan itu, kalau kuasa hukum jelas tanda tangan," ucap Arif.
"Kan pertanyaannya tidak ditandatangani kuasa hukum dan pemohon," tambahnya.
Lebih lanjut, Arif pun menceritakan kronologi bagaimana tim nya mengirimkan berkas perbaikan ke MK yang sempat terkendala teknis.
"Itu alurnya begini, karena sidang online. Kan ada ngirim (berkas) lewat online maupun lewat Pos. Kita ngirim mulai tanggal 13 lewat email, tidak masuk. Tanggal 19, tidak masuk. Tanggal 20, masuk lewat email, Itu lengkap tanda tangan," urainya.
Baca juga: KIM Belajar ke Demokrat, Cara Menang dari PDIP Pilpres 2009, Buat Menangkan Prabowo-Gibran di Solo
Karena gagal beberapa kali mengirim berkas perbaikan lewat email, akhirnya sebelum sidang pihak Arif dihubungi oleh MK.
"Baru tanggal 19 dikontak dari MK karena nunggu email belum masuk, disuruh ngirim lewat WA Pusdik (Pusat Pendidik). Itu WA resmi, kan Hotline tidak mungkin ada tanda tangannya," imbuhnya.
Oleh karena itu, dirinya menepis tudingan tidak menandatangani berkas perbaikan gugatan tersebut.
"Kalau dikatakan tidak ditandatangani pemohon, ini secara hukum acara saja pertanyaannya sudah salah kok. Apa mungkin pemohon menandatangani (berkas) perbaikan? Kan ada kuasa hukum. Dipermohonan pertama saja pemohon tidak tanda tangan apalagi diperbaikan," kata dia.
Oleh karena itu, Arif menjelaskan polemik yang terjadi ini merupakan kesalahan teknis saja.
Baca juga: Langkah Parpol KIM di Solo Menangkan Prabowo-Gibran 75 Persen : Tebar Baliho & Perkuat Akar Rumput
Pihaknya pun masih memiliki rekaman terkait proses pengiriman berkas tersebut.
"Iya (kesalahan teknis), email ada kita di record kantor ada semua. Tapi persoalan tanda tangan pemohon jelas itu bisa jadi saya malah bertanya apakah pelapor pernah beracara di MK? Masa pemohon tanda tangan di berkas perbaikan kan aneh bagi saya, kan ada kuasa hukum. Kan dia sudah tanda tangan kuasa," terang Arif.
"Kita kan tidak sidang di sana, beda kan kalau di sana langsung nyerahkan (berkas) ke bagian ini bagian ini kan begitu," tambahnya.
Oleh karena itu, Arif justru mempertanyakan pelapor yang dianggapnya tidak paham terkait berita acara di persidangan.
"Pertanyaan saya, pelapor pasti saya jamin belum pernah beracara," ujar dia.
"Karena tidak paham hukum acara, itu dugaan saya dia belum pernah beracara," pungkasnya.
Temuan di MKMK
Sebelumnya, fakta baru terungkap bahwa dokumen perbaikan permohonan gugatan batas usia capres cawapres yang dilayangkan pemohon bernama Almas Tsaqibbirru tak ditandatangani kuasa hukum maupun Almas sendiri.
Hal ini terungkap dalam sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) berkaitan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap memuat konflik kepentingan dalam sidang pemeriksaan salah satu pelapor, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI).
Dokumen itu didapatkan PBHI langsung dari situs resmi MK dan dipaparkan di dalam persidangan.
"Kami berharap ini juga diperiksa. Kami khawatir apabila dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan atau bahkan batal permohonannya," ungkap Ketua PBHI Julius Ibrani yang terhubung secara daring pada Kamis (2/11/2023).
Baca juga: Bukan Objek Hak Angket DPR, Pakar: Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres Final dan Mengikat
Ia menambahkan, selama ini MK telah menjadi pionir sekaligus teladan dalam pemeriksaan persidangan yang begitu disiplin, termasuk dalam hal tertib administratif.
"Kami mendapatkan satu catatan, dokumen ini tidak pernah ditandatangani dan ini yang dipublikasikan secara resmi oleh MK melalui situsnya," ucap dia.
Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.
Baca juga: KIM Belajar ke Demokrat, Cara Menang dari PDIP Pilpres 2009, Buat Menangkan Prabowo-Gibran di Solo
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya tiga tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).
Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.
Baca juga: Eks Komandan Paspampres Jokowi Agus Subiyanto Selangkah Lagi Jadi Panglima TNI
Hingga kini, MK telah menerima secara resmi 20 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan semua hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK.
MKMK menyatakan bakal membacakan putusan paling lambat pada 7 November 2023, sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
(*)
Mahkamah Konstitusi
Almas Tsaqibbirru
Putusan MK
Gugatan Batas Usia Capres Cawapres
Arif Sahudi
TribunBreakingNews
Rencana Aksi BEM SI Pasca Putusan MK Gugatan Batas Usia Capres Cawapres: Di Jakarta, 20 Oktober 2023 |
![]() |
---|
Putusan MK Kabulkan Batasan Usia Capres Cawapres, Pengamat UNS : Puncak Drama |
![]() |
---|
Peluang Gibran Maju di Pilpres 2024 usai Putusan MK, Pakar UNS : Sangat Mungkin, Ada Peluang Itu |
![]() |
---|
Penjelasan Pakar Hukum UNS Solo Terkait 2 Putusan MK Batas Usia Capres Cawapres, Mana Yang Berlaku ? |
![]() |
---|
Kata Ketua Golkar Karanganyar Ilyas soal Putusan MK : Prabowo-Gibran, Kombinasi Pas Indonesia 2024 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.