Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Tapera Jadi Bantuan atau Beban Buruh

Developer Sebut Tapera Tak Bakal Saingi Program KPR, Sarankan Perubahan Regulasi UMK di Daerah

Wakil Ketua DPD Real Estate Indonesia Jateng Bidang Eksekutif, Maharani menjelaskan sebenarnya Tapera tidak begitu berimbas bagi pebisnis properti

shutterstock
Ilustrasi 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Andreas Chris Febrianto Nugroho

TIRBUNSOLO.COM, SOLO - Program yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar pegawai yang belum memiliki rumah bisa mendapatkan hunian melalui Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tengah menjadi sorotan.

Tak sedikit yang mempertanyakan terkait skema pelaksanaannya bagi buruh atau pegawai swasta di daerah-daerah mengingat besaran Upah Minimum Kota (UMK) yang variatif.

Selain itu juga sorotan terkait presentase potongan upah buruh sebesar 2,5 persen dan 0,5 persen dari sisi perusahaan yang dirasa jauh dari jangkauan untuk bisa memiliki hunian.

Lantas bagaimana pandangan Tapera dari sisi pengembang atau Developer?

Wakil Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah (Jateng) Bidang Eksekutif, Maharani menjelaskan sebenarnya Tapera tidak begitu berimbas bagi pebisnis properti.

Ia justru menyoroti terkait skema pelaksanaan Tapera yang diketahuinya harus melalui proses pengendapan tabungan selama 6 sampai 8 bulan sebelum akhirnya bisa memproses pengajuan Tapera tersebut.

"Jadi gini, Tapera itu tidak mengganggu ya. Hanya itu bukan dilihat memberatkan bukan, tapi kalau harus mengendap sekitar 6-8 bulan itu kan terlalu kelamaan," ungkap Maharani saat dihubungi TribunSolo.com.

Baca juga: Dilema Buruh di Solo Jateng soal Tapera, Kenaikan Upah Tak Sejalan dengan Beban Potongan Tiap Bulan

Maharani juga menjelaskan bahwa masih ada program kredit rumah yang bisa digunakan oleh Developer untuk ditawarkan kepada calon pembeli bila memang Pengembang kesulitan mencari nasabah Tapera.

"Sehingga masyarakat itu merasa seperti dipaksakan. Jadi kita kalau menghambat Developer, developer itu bisa mencari cara-cara yang lain. Jadi KPR-KPR itu bisa di-KPR-kan dengan jalan komersial," urainya.

"Misal tidak melalui subsidi kan juga bisa, dengan cara lain seperti banyak program KPR," tambah mantan Ketua REI Solo Raya tersebut.

Maharani menyebut, adanya Tapera menghambat Pengembang ataupun tidak sebenarnya tergantung pada Developer itu sendiri.

Apalagi program Tapera dengan program KPR lainnya itu tidak ada perbedaan signifikan.

Perbedaan yang cukup kentara diakui Maharani hanya dalam hal bantuan Rp 8 juta untuk uang muka yang tidak diperoleh untuk nasabah KPR selain Tapera.

"Menggerus dan tidaknya sebenarnya tergantung dari strategi-strategi pengembang itu lincah atau tidak. Makanya ada alternatif lain dengan menjual dengan sistem KPR lain. Kalau KPR selain Tapera itu kan memang tidak mendapatkan bantu uang Rp 8 juta itu. Tapi kan bunganya tidak jauh dan angsurannya juga masih sama," kata dia.

UMK Solo Realistis Bagi Developer Maupun Pekerja Swasta Untuk Pengajuan Tapera?

Disinggung bagaimana pandangan Pengembang terkait skema Tapera bagi buruh swasta di Kota Solo yang hanya mendapatkan upah Rp 2.241.000 sesuai UMK.

Hal itu bisa saja dilakukan oleh BP Tapera supaya para buruh swasta di Kota Solo bisa mendapatkan rumah melalui program yang kabarnya akan dilaksanakan pada tahun 2027 mendatang tersebut.

Namun dari sisi Pengembang, Maharani mengatakan bahwa untuk mencari nasabah Tapera yang ingin mengikuti program tersebut agaknya cukup sulit karena persyaratan tabungan mengendap sesuai aturan yang berlaku.

"Jadi gini, kalau kita pengembang itu pasti mengajukan biar cepet mendapatkan uang bagaimana. Makanya cara-cara itu kita hindari, karena memang untuk Tapera itu terlalu lama uang tabungannya mengendap itu membuat kita tidak bisa jalan. Makanya kemarin dari kita REI itu kalau bisa menunda program Tapera ini karena memang uang tabungan mengendap terlalu lama itu," urainya.

"Yang kedua ya ini tadi, kita memang melakukan langkah yang lain dengan KPR lain masih bisa. Karena tanpa itu, pengembang disuruh mencari yang sudah melalui sekian tabungan (untuk peserta Tapera) itu tidak mungkin. Kita cari pembeli aja susah, gitu lho," imbuh Maharani.

Baca juga: 3 Pandangan Buruh Solo Jateng soal Tapera, Dilema Tak Bisa Menabung, Biaya Hidup Meroket Tiap Tahun

Ia pun berpendapat harusnya ada perubahan regulasi terkait calon peserta Tapera di daerah-daerah karena perbedaan UMK di setiap wilayah kemungkinan bisa menghambat progran Tapera berjalan mulus.

"Untuk gaji UMK Rp 2 jutaan. Itu harusnya pemerintah dan OJK yang merubah syarat. Kita juga sudah pernah mengajukan kepada pemerintah agar UMK daerah tidak digunakan panduan pengajuan Tapera. Karena upah di Jakarta dengan daerah lain kan berbeda-beda," sebutnya.

"Makanya untuk pegawai di daerah terkadang sampai harus mengakali dengan lemburan-lemburan kerja biar memenuhi Rp 6 juta. Oleh karena itu, syarat untuk mendapatkan rumah bagi pegawai itu bisa dirubah oleh OJK. Jangan Rp 6 juta tapi UMR per daerah," pungkas Maharani.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved