Stigma Solo sebagai Sarang Teroris
Dibalik Stigma Solo sebagai Sarang Teroris, Laskar-laskar Berhasil Berantas Peredaran Judi dan Miras
Sebagai sebuah kota dengan basis pergerakan islam mengakar kuat, beragam ideologi bertumbuh di Solo.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Pendiri Jemaah Islamiyah (JI) Abdullah Sungkar merupakan orang asli Solo.
Orang-orang yang terlibat dalam kelompok ini hingga kini terus diburu oleh Densus 88 Antiteror.
“Banyak kelompok di Solo. Tidak hanya kelompok agama, kelompok apa pun di sini banyak. Tidak dipungkiri keberadaan ustadz-ustadz, seperti Ustadz Abdullah Sungkar dan murid-muridnya,” terang Awud.
Setelah Bom Bali 1 tahun 2002, dalam kurun waktu sekitar satu tahun puluhan orang ditangkap di Solo dan sekitarnya lantaran dianggap terlibat dalam aksi teror.
Lalu terbentuklah Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Di Soloraya waktu awal sebelum ada UU ada 59 tertangkap dengan background masing-masing. Lakinya ditangkap meninggalkan anak istri itu yang kami urusi. Setelah peristiwa Bom Bali I. Tidak lama setelah reformasi,” ungkapnya.
Maka tidak heran stigma sarang teroris terus melekat di Kota Solo.
Eks Napiter Temukan Banyak Kejanggalan dari Penangkapan Kasus Bom Bunuh Diri di Mapolresta Solo |
![]() |
---|
Kisah Eks Terpidana Teroris di Solo Jateng Dapat Pencerahan Saat Lihat Kebengisan Sesama Tahanan |
![]() |
---|
Ragam Sumber Diskriminasi yang Dialami Eks Napiter Hingga Terduga Teroris, Ada Lembaga Negara |
![]() |
---|
Pendampingan Hukum Disebut Tak Memadai Bagi Terduga Teroris, Stigma Buat Jauh dari Rasa Keadilan |
![]() |
---|
Pakar Minta Waspadai Penegakan Hukum Problematis soal Terduga Teroris, Bisa Timbulkan Bibit Baru |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.