Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Stigma Solo sebagai Sarang Teroris

Dibalik Stigma Solo sebagai Sarang Teroris, Laskar-laskar Berhasil Berantas Peredaran Judi dan Miras

Sebagai sebuah kota dengan basis pergerakan islam mengakar kuat, beragam ideologi bertumbuh di Solo.

TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Ilustrasi Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror yang mengamankan lokasi rumah terduga teroris. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Dibalik stigma Kota Solo sebagai sarang teroris, ternyata ada pergerakan laskar-laskar yang berbuah positif bagi Kota Bengawan.

Sebagai sebuah kota dengan basis pergerakan islam mengakar kuat, beragam ideologi bertumbuh.

Tidak hanya pelaku-pelaku ekstrimis yang ingin mengambil alih negara dengan bom bunuh diri.

Banyak pula kelompok yang sama-sama menegakkan syariat islam namun dengan cara lain.

Beberapa di antaranya laskar-laskar yang memberantas sarang judi dan minuman keras dengan cara mereka sendiri.

Di tengah ketidakpercayaan pada aparat penegak hukum, mereka menyatroni tempat-tempat tersebut dan ternyata cukup efektif menimbulkan efek jera.

Baca juga: Sejarah Panjang Kota Solo, Jadi Pusat Pergerakan Islam Hingga Terstigma Sarang Teroris

Humas Dewan Syariah Kota Surakarta, Endro Sudarsono bercerita bagaimana kelompok ini membuat tempat-tempat yang dianggap sarang maksiat yang sebelumnya terang-terangan kini sudah hampir tak bersisa.

Laskar semacam ini marak pasca-reformasi saat kebebasan dijunjung tinggi.

Seperti telah diketahui, Orde Baru menganut Pancasila sebagai asas tunggal. Dengan demikian pemahaman lain termasuk penegakan syariat akan dianggap subversif.

Tumbangnya rezim Orde Baru membuat kelompok-kelompok ini mulai muncul ke permukaan tanpa khawatir ditangkap oleh rezim.

“Harus diakui peran laskar berdampak positif. Pringgolayan ke timur, Pasar Kliwon, sampai ke Kartasura judi terang-terangan. Mabuk terang-terangan. Setelah adanya laskar sekarang hampir tidak ada yang terang-terangan. Itu pasca-reformasi 1998 ada kebebasan laskar ormas,” tutur Endro.

Baca juga: Budaya Keplek Ilat Jadi Alasan Kuliner Non-Halal Menjamur di Solo Jateng, Padahal Mayoritas Muslim

Kota Solo memiliki sejarah panjang menjadi pusat pergerakan Islam. 

Seorang praktisi hukum, Awod mengungkapkan bagaimana pondok pesantren tertua Jamsaren dan Mambaul Ulum yang terlibat perang melawan Belanda bersama Pangeran Diponegoro bermarkas di Solo.

“Kalau pondok pesantren kan Jamsaren. Pondok nomor 5 tertua di Indonesia. Memunculkan mambaul ulum sampai ke Ngruki, Gontor kemana-mana,” ungkapnya.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved