Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Gatot dan Kerupuk Trowolo Sragen

Produksi Gatot dan Kerupuk Trowolo di Sragen Tak Pernah Merugi : Pandemi Justru Raup Cuan

Sugimin mengungkap, usahanya membuat gatot pernah berada di puncaknya, ketika Kabupaten Sragen dilanda banjir besar pada tahun 2007 silam

TRIBUNSOLO.COM/Septiana Ayu
Sugimin dan Tini pembuat gatot dan kerupuk trowolo di Dusun Sunggingan, Desa Jambeyan, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Sugimin (54) warga Dusun Sunggingan, Desa Jambeyan, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen adalah seorang pembuat makanan legendaris khas Sragen yakni gatot dan kerupuk trowolo.

Usaha turun temurun ini, sudah Sugimin jalankan sejak tahun 1987.

Untuk membuat gatot dan kerupuk trowolo, Sugimin hanya dibantu istrinya, yakni Tini (47) dan seorang tetangganya, kadang juga dibantu anaknya.

Meski sudah berjalan selama puluhan tahun, Sugimin mengaku tidak pernah mengalami penurunan usaha.

Bahkan, ketika perekonomian diporak-porandakan oleh pandemi Covid-19, usaha yang dijalankan Sugimin tidak goyah sedikit pun.

Baca juga: Sosok Sugimin Pembuat Gatot dan Kerupuk Trowolo di Sragen: Tak Perlu Merantau, Bisa Kuliahkan Anak

Bahkan, Sugimin mengaku malah meraup banyak keuntungan.

Hal itu bisa terjadi, karena bahan baku yang digunakan untuk membuat gatot dan kerupuk trowolo hanya singkong.

Singkong pun masih banyak ditemui di desanya, karena lokasinya yang berada di tanah subur lereng Gunung Lawu dengan kondisi alam berupa perbukitan.

"Kalau covid-19 kemarin tidak terpengaruh, usaha ini malah lancar, kalau usaha gatot dari bahan singkong tidak ada jatuhnya, jalan terus," ujarnya kepada TribunSolo.com, Rabu (4/9/2024).

"Kalau trowolo, kalau nggak ada yang punya hajatan, pemasarannya agak susah, kalau ada hajatan banyak ya lancar," sambungnya.

Sugimin menuturkan bahwa gatot paling laku dijual pada saat memasuki musim penghujan dan musim panen padi.

"Paling banyak dicari waktu musim banjir, musim panen, musim hujan, biasanya kalau musim hujan, orang-orang nongkrong, lalu lapar, carinya gatot, orang panen juga begitu, habis panen beli gatot buat camilan," terangnya.

Baca juga: Gatot dan Kerupuk Trowolo Ala Sugimin di Sambirejo: Favorit Warga Sragen, Bingkisan untuk Hajatan

Ia menambahkan usahanya pernah berada di puncaknya, ketika Kabupaten Sragen dilanda banjir besar pada tahun 2007 lalu.

Dimana, permintaan gatot membludak, bahkan Sugimin sampai kewalahan untuk membuat gatot.

"Pas laku-lakunya waktu banjir tahun 2007, gatot model apapun, ludes, malam jam 02.00 WIB, saya sudah berangkat ke pasar, beli singkok untuk buat gatot lagi, jam 12.00 WIB, ada yang cari lagi, bahkan pedagangnya sampai mencari ke rumah," jelasnya.

"Waktu banjir sehari 200 gendok (400 lembar gatot) habis, kalau usaha gatot tidak ada ruginya, tapi bekerja dengan bahan baku singkong ini rekasa (berat), orang alas itu tidak ada ruginya," tambahnya.

Setiap harinya, Sugimin bisa memproduksi sebanyak 20 gendok gatot.

Pendapatan kotor per hari dari membuat gatot saja mencapai Rp 500.000.

Meski kini zaman sudah berganti, dimana gatot mulai tergantikan dengan makanan kekinian, nyatanya Sugimin masih terus produksi gatot.

Baca juga: Wajah Gibran Terukir di Sandal Jepit, Ternyata Karya Tangan Ajaib Pria Asal Sukoharjo Jateng

"Yang jelas gatot ini selera orang tua, kalau anak-anak muda sekarang, mana ada yang kenal dengan gatot, kalau orang-orang tua, ini menjadi makanan khasnya," jelasnya. 

Terpisah, istri Sugimin, Tini mengatakan meski jarang produksi, permintaan kerupuk trowolo masih cukup banyak.

Terlebih, di Desa Jambeyan, tradisi untuk memberikan trowolo kepada setiap tamu undangan di sebuah acara hajatan masih dilestarikan.

"Kalau disini semua tamu masih dikasih trowolo, dibungkus plasti itu, dibuat bingkisan saja, dulu pernah disuguh di meja tamu, tapi sekarang makanan banyak jenisnya," terangnya.

"Awal mula kerupuk trowolo diberikan di acara hajatan ya tidak tahu, tapi buat bingkisan, memang dari dulu seperti itu, sudah seperti adatnya," tambah Tini.

Menurutnya, kerupuk trowolo dan gatot adalah makanan yang sehat.

Karena hanya terbuat dari singkong saja, tanpa ada campuran tambahan yang lain.

"Trowolo juga lama memplemnya (jika ditaruh di ruang terbuka), berbeda dengan kerupuk lainnya," singkatnya.

Baca juga: Keren Banget! Pemprov Jateng Pasarkan Produk 20 UMKM ke Pasar Internasional

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved