Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Fakta Menarik Tentang Sukoharjo

Sejarah Jembatan Bacem Sukoharjo, Benarkah Saksi Peristiwa Berdarah?

Jembatan Bacem namanya, di mana jembatan ini membentang di atas Sungai Bengawan Solo.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com/ Anang Ma'ruf
SEJARAH JEMBATAN BACEM - Penampakan Jembatan Bacem, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Senin (27/1/2025). Berikut sejarah Jembatan Bacem Sukoharjo. (TribunSolo.com/ Anang Ma'ruf) 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Bagi yang melewati jalan Solo-Wonogiri, ada sebuah jalan utama di Sukoharjo berupa jembatan.

Jembatan Bacem namanya, di mana jembatan ini membentang di atas Sungai Bengawan Solo.

Tak sekadar akses penghubung, Jembatan Bacem memiliki sejarah panjang.

Baca juga: Sejarah Soto Gading, Kuliner Legendaris Solo, Langganannya Para Pejabat

Diketahui, memasuki masa kepemimpinan Pakubuwono X sebagai Raja Surakarta, beragam pembangunan dilaksanakan.

Salah satunya adalah Jembatan Bacem atau dikenal juga dengan Kreteg Bacem.

Dilansir dari Joko Darmawan dalam bukunya Mengenal Budaya Nasional Trah Raja-Raja Mataram di Tanah Jawa, disebutkan pada zaman sang raja kejayaan sungguh sangat terasa.

Infrastuktur menjadi fokus utama sang raja sehingga dalam pembuatan banyak meninggalkan jejak tilas bertuliskan "PB X".

Baca juga: Asal-usul Mie Ayam Wonogiri yang Legendaris, Ini Bedanya Dibanding Mi Ayam Lainnya

Jejak peninggalan PB X juga terlihat di Jembatan Bacem yang terletak di Desa Telukan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo.

MONUMEN JEMBATAN BACEM - Monumen Pakubuwono X di bawah Jembatan Bacem Sukoharjo, Minggu, 6 September 2020
MONUMEN JEMBATAN BACEM - Monumen Pakubuwono X di bawah Jembatan Bacem Sukoharjo, Minggu, 6 September 2020 (tribunsolo.com/muhammadirfanalamin)

Di kolong jembatan tertinggal sebuah tugu monumen sebagai penanda bahwa jembatan tersebut merupakan prakarya sang raja.

Meskipun jembatan asli hasil konstruksi di masa Pakubuwono X sudah terganti oleh dua jembatan berlawanan arah.

Jembatan pada kasunanan tersebut telah dihancurkan dan hanya menyisakan sebuah fondasi yang masih berdiri tegak diatas sungai.

Baca juga: Asal-usul Kaliyoso di Kalijambe Sragen : Dulunya Hutan Belantara yang Dihuni Hewan Buas

Menurut Haji Sobari, salah seorang tokoh masyarakat di Desa Telukan, bahwasanya pemerintah sempat akan melakukan penghancuran terhadap jembatan secara keseluruhan.

Termasuk tugu monumen petilasan dari Pakubuwono X yang berada di tepi sungai.

Sobari menceritakan bangunantersebut nyaris ikut dihancurkan dan rata, namun akibat pengaruh mistis yang menjaga, hal itu akhirnya urung dilakukan.

Akhirnya proyek pengerjaan pun bergeser beberapa meter dari lokasi jembatan sebelumnya.

Baca juga: Asal-usul Desa Makamhaji di Sukoharjo, Ternyata Ada Kisah Tragis di Baliknya

Pada tahun 2000 jembatan baru secara resmi berdiri menggantikan jembatan lama yang penuh sejarah.

Pada masa kecilnya Sobari mengenang, jembatan itu menjadi lalu lintas penting dari arah Sukoharjo ke Wonogiri ataupun sebaliknya.

Meskipun tidak sebesar dan seramai sekarang, namun ketika masa perang baik ketika pendudukan Jepang hingga Agresi Belanda.

Jembatan Bacem menjadi sangat penting karena penghubung roda kendaraan militer yang melintas.

Kini jembatan lama itu hanya kenangan dan dapat disaksikan oleh setiap pengendara yang melintas.

Saksi Sejarah Kelam

Dalam bukunya Yang Kelewat di Buku Sejarah, salah satu bekas anggota Lekra mengungkapkan bahwa warga sekitar jembatan sering dipaksa oleh aparat untuk membantu menghanyutkan mayat-mayat korban yang ditembak selama periode tersebut.

Salah satu cara untuk mengungkapkan kebenaran dan memberikan suara bagi para penyintas adalah melalui seni dan film dokumenter.

Salah satunya adalah Jembatan Bacem, sebuah film berdurasi 30 menit yang diproduksi oleh Perkumpulan Elsam pada tahun 2013.

Baca juga: Asal-usul Gilingan : Dulu Kawasan Penggilingan Padi, Kini Jadi Kawasan Ikonik Kota Solo

Film ini menggali lebih dalam peristiwa berdarah yang terjadi di sekitar jembatan tersebut dan menggambarkan bagaimana warga lokal dipaksa untuk terlibat dalam tindakan kejam tersebut.

Film ini bukan hanya sekadar dokumentasi sejarah, tetapi juga sarana bagi keluarga korban untuk mengingat dan mengenang orang-orang yang telah hilang dalam tragedi tersebut.

Film Jembatan Bacem disutradarai oleh Yayan Wiludiharto dan diproduksi oleh Elsam bersama Pakorba Solo.

Melalui penggunaan sketsa dan rekonstruksi visual, film ini memberikan gambaran yang kuat tentang kesaksian para penyintas yang selamat dari peristiwa tragis tersebut.

Setiap potongan cerita dalam film ini tidak hanya sekadar narasi sejarah, melainkan juga pengingat akan pentingnya pengakuan dan penghormatan terhadap mereka yang menjadi korban tanpa dosa.

Setelah lebih dari 40 tahun dalam diam, keluarga korban akhirnya mendapatkan kesempatan untuk mengenang sanak keluarga mereka yang hilang.

Para keluarga korban mengadakan Sadranan—sebuah tradisi untuk mengenang orang yang telah meninggal.

Dalam kesempatan tersebut, mereka mengenang orang-orang yang menurut kesaksian mereka, mayatnya dibuang di sungai Bacem.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved