Fakta Menarik Tentang Klaten
Asal-usul Candi Sewu di Klaten : Jumlahnya Tak Sampai Seribu, Bukti Kejayaan Peradaban Mataram Kuno
Candi Sewu merupakan salah satu peninggalan agama Buddha terbesar di Indonesia dan menjadi bukti kejayaan peradaban Mataram Kuno
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Ringkasan Berita:
- Candi Sewu adalah kompleks candi Buddha terbesar kedua setelah Borobudur, dibangun pada abad ke-8 oleh Rakai Panangkaran dan diperluas Rakai Pikatan, mencerminkan toleransi Hindu–Buddha di masa Mataram Kuno.
- Kompleks ini memiliki 249 candi, dengan candi utama setinggi 30 meter dan dihiasi relief ajaran Buddha.
- Kini menjadi destinasi wisata sejarah lengkap dengan tiket Rp50.000, fasilitas parkir, mushola, dan spot foto indah.
TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dikenal memiliki destinasi wisata sejarah berupa candi megah simbol peradaban sejarah.
Salah satu candi yang terkenal di Klaten adalah Candi Sewu.
Candi Sewu merupakan salah satu peninggalan agama Buddha terbesar di Indonesia dan menjadi bukti kejayaan peradaban Mataram Kuno pada abad ke-8 Masehi.
Baca juga: Asal-usul Bangsal Maligi, Tempat Persemayaman Terakhir Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII yang Sakral
Terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, kompleks candi ini berdiri megah hanya sekitar 800 meter di sebelah utara Candi Prambanan yang bercorak Hindu.
Menariknya, meskipun lebih sering dikaitkan dengan Prambanan, Candi Sewu justru lebih tua usianya.
Candi bercorak Buddha ini memperlihatkan harmoni luar biasa antara dua agama besar Nusantara pada masa lampau, yaitu Hindu dan Buddha, yang hidup berdampingan secara damai di bawah kekuasaan Mataram Kuno.
Asal-Usul dan Sejarah Pembangunan
Berdasarkan temuan dua prasasti kuno, yaitu Prasasti Kelurak (782 M) dan Prasasti Manjusrigrha (792 M), diketahui bahwa nama asli Candi Sewu adalah Prasada Vajrasana Manjusrigrha, yang berarti “Rumah Bodhisattwa Manjusri”.
Manjusri sendiri adalah salah satu Bodhisattwa penting dalam ajaran Buddha Mahayana, yang melambangkan kebijaksanaan.
Candi ini dibangun pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran dari Dinasti Syailendra, penguasa Mataram Kuno yang menganut ajaran Buddha.
Baca juga: Asal-usul Nama Kecamatan Cawas di Klaten: Ada 3 Versi Legenda, Salah Satunya Ucapan Sunan Kalijaga
Pembangunannya kemudian diperluas oleh Rakai Pikatan, raja dari Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu.
Fakta ini memperlihatkan bahwa toleransi beragama telah menjadi nilai penting dalam kehidupan masyarakat Jawa Kuno.
Sebelum ditemukan kembali oleh masyarakat modern, kompleks Candi Sewu sempat tertimbun abu vulkanik akibat letusan Gunung Merapi.
Pada tahun 1733, pedagang Belanda bernama Cornelius Antonie Lons mencatat keberadaan reruntuhan candi ini.
Sejak itu, upaya pemugaran terus dilakukan, terutama pada masa pemerintahan kolonial Belanda dan kemudian dilanjutkan secara besar-besaran oleh pemerintah Indonesia sejak 1981.
Struktur dan Arsitektur Candi Sewu
Meskipun dinamakan “Sewu”, yang dalam bahasa Jawa berarti “seribu”, jumlah bangunan di kompleks ini sebenarnya hanya 249 candi.
Penamaan “Sewu” lebih bersifat simbolik dan erat kaitannya dengan legenda rakyat yang berkembang di masyarakat Jawa.
Kompleks Candi Sewu dibangun dengan pola mandala wajradhatu, yaitu bentuk tata ruang yang melambangkan alam semesta dalam kosmologi Buddha.
Baca juga: Asal-usul Air Terjun Kedung Sriti, Surga Tersembunyi yang Ekstrem di Tawangmangu Karanganyar
Di bagian tengah berdiri candi utama setinggi sekitar 30 meter dengan diameter sekitar 29 meter, dikelilingi oleh 8 candi pengapit dan 240 candi perwara (pendamping) yang tersusun simetris membentuk lingkaran.
Candi utama dulunya menjadi tempat pemujaan utama dan diyakini menyimpan arca Bodhisattwa Manjusri dari perunggu setinggi sekitar empat meter.
Sayangnya, arca tersebut telah hilang sejak lama dan diduga dijarah pada masa lampau.
Relief-relief yang menghiasi dinding candi menggambarkan kisah-kisah dalam ajaran Buddha, termasuk nilai-nilai kebijaksanaan, kasih sayang, serta perjalanan spiritual menuju pencerahan.
Legenda Roro Jonggrang dan Candi Sewu
Masyarakat Jawa mengenal Candi Sewu melalui legenda terkenal Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso.
Dalam kisah itu, Bandung diminta membangun seribu candi dalam satu malam sebagai syarat untuk menikahi Roro Jonggrang.
Namun, ketika jumlah candi hampir genap, Roro Jonggrang menipu Bandung dengan menyalakan api dan memukul lesung agar ayam berkokok lebih cepat.
Mengetahui dirinya ditipu, Bandung murka dan mengutuk Roro Jonggrang menjadi arca batu.
Baca juga: Asal-usul Banjarsari, Kecamatan yang jadi Pusat Aktivitas Ekonomi dan Wisata di Kota Solo
Konon, Candi Sewu ini disebut sebagai bagian dari “seribu candi” yang gagal diselesaikan Bandung Bondowoso.
Kisah ini semakin memperkuat daya tarik mistis dan budaya dari situs Candi Sewu.
Nilai Spiritual dan Budaya
Candi Sewu bukan sekadar bangunan batu kuno, tetapi juga memiliki nilai spiritual mendalam. Dalam konteks ajaran Buddha Mahayana, kompleks ini merupakan simbol perjalanan batin manusia menuju pencerahan (nirwana).
Selain itu, berdirinya Candi Sewu berdampingan dengan Candi Prambanan yang bercorak Hindu menjadi representasi nyata dari sinkretisme dan toleransi agama yang telah mengakar dalam budaya Jawa sejak ribuan tahun lalu.
Daya Tarik Wisata Candi Sewu
Kini, Candi Sewu menjadi salah satu destinasi wisata sejarah unggulan di Jawa Tengah, terutama bagi wisatawan yang datang ke kompleks Prambanan.
Berikut beberapa daya tarik yang membuatnya istimewa:
1. Kemegahan Arsitektur Kuno
Struktur megah Candi Sewu dengan tata ruang simetris dan detail ukiran yang halus menjadi daya tarik utama bagi para pengunjung dan fotografer.
2. Pemandangan Eksotis Saat Matahari Terbenam
Sore hari adalah waktu terbaik untuk menikmati panorama Candi Sewu dengan latar langit jingga dan siluet candi yang menawan.
3. Pertunjukan Sendratari Ramayana
Setiap akhir pekan, wisatawan dapat menyaksikan sendratari Ramayana di area Prambanan, yang menambah nuansa budaya dan spiritual kawasan ini.
4. Spot Foto Favorit
Lanskap batu-batu kuno dengan arsitektur megah menjadikan Candi Sewu sebagai salah satu lokasi foto paling ikonik di kawasan Prambanan.
5. Suasana Tenang dan Sakral
Tidak seramai Candi Prambanan, suasana di Candi Sewu terasa lebih tenang, cocok untuk refleksi diri atau sekadar menikmati keindahan sejarah kuno.
Harga Tiket Masuk Candi Sewu
Berikut daftar harga tiket masuk ke kawasan Candi Sewu:
- Wisatawan domestik dewasa: Rp50.000 per orang
- Wisatawan domestik anak-anak (3–10 tahun): Rp25.000 per orang
- Wisatawan mancanegara dewasa: Rp375.000 per orang
- Wisatawan mancanegara anak-anak (3–10 tahun): Rp225.000 per orang
Harga di atas belum termasuk biaya parkir dan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai kebijakan pengelola.
Fasilitas di Candi Sewu
Meski tergolong situs bersejarah, Candi Sewu telah dilengkapi berbagai fasilitas penunjang kenyamanan pengunjung, antara lain:
1. Area Parkir Luas
Tersedia lahan parkir luas dan aman di sekitar kompleks candi.
2. Toilet Umum
Fasilitas toilet bersih dan mudah diakses oleh wisatawan.
3. Mushola
Disediakan bagi pengunjung Muslim untuk beribadah dengan nyaman.
4. Panggung Hiburan
Sesekali digunakan untuk acara budaya atau hiburan bagi pengunjung.
5. Penginapan dan Homestay
Di sekitar area Prambanan tersedia berbagai penginapan dan homestay bagi wisatawan yang ingin menginap lebih lama.
Akses Menuju Candi Sewu
- Sekitar 17.6 km dari Kota Yogyakarta dan 48 km dari Kota Solo
- Sekitar 59 km dari Bandar Udara Internasional Yogyakarta atau kurang lebih 1 jam 35 menit – 1 jam 50 menit dengan kendaraan bermotor
- Sekitar 44.8 km dari Bandar Udara Internasional Adi Soemarmo atau kurang lebih 1 jam 15 menit – 1 jam 30 menit dengan kendaraan bermotor
- Sekitar 800 m dari Halte TransJogja Prambanan
- Sekitar 1.3 km dari Stasiun Prambanan
- Sekitar 800 m dari Terminal Prambanan
Tips Berkunjung ke Candi Sewu
- Datanglah pagi atau sore hari untuk menghindari panas terik.
- Gunakan alas kaki yang nyaman karena area kompleks cukup luas.
- Dilarang memanjat atau menyentuh bagian candi yang sudah rapuh.
- Bawa air minum dan kamera untuk mengabadikan momen.
(*)
| Asal-usul Nama Kecamatan Cawas di Klaten: Ada 3 Versi Legenda, Salah Satunya Ucapan Sunan Kalijaga |
|
|---|
| Sejarah Makam Ronggowarsito di Trucuk Klaten: Jejak Pujangga Terakhir Jawa |
|
|---|
| Asal-usul Pura Candi Untarayana Klaten : Berdiri di Atas Tanah Wingit, Dulu Tempat Bertapa Aji Saka |
|
|---|
| Kenapa Klaten Dijuluki Kabupaten Bersinar? Semboyan Bersejarah yang Sarat Makna |
|
|---|
| Sejarah Beras Rojolele Delanggu Klaten: Namanya dari Paku Buwono II, Tak Ada Kaitan dengan Ikan Lele |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.