Sejarah di Kota Solo
Serupa Tapi Tak Sama, Ini Perbedaan Wayang Solo dan Wayang Jogja, Bisa Dilihat Secara Kasat Mata
Wayang kulit merupakan salah satu warisan budaya Nusantara yang paling ikonik dan melambangkan kebijaksanaan serta filosofi kehidupan Jawa.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Serat ini memberikan kerangka cerita Mahabharata dan kisah-kisah wayang dengan gaya naratif khas Solo.
Gaya Jogja: bersandar pada Serat Purwakandha karya HB V, yang membawa nuansa berbeda dalam penyajian cerita, termasuk tokoh-tokoh, adegan, dan filosofi moral yang diangkat.
Perbedaan sumber ini secara signifikan memengaruhi bagaimana dalang memilih lakon (cerita) untuk dipentaskan, karakter tokoh yang muncul, dan penekanan tema dalam setiap pementasan wayang.
2. Bentuk Wayang (Desain Kulit dan Postur)
Secara visual, wayang Solo dan Jogja memperlihatkan ciri fisik yang sangat khas:
Wayang Solo: umumnya berbadan ramping dan tinggi, dengan postur yang lebih proporsional.
Situs-situs yang menghubungkan bagian kaki (siten) bisa memiliki variasi warna, menunjukkan detail artistik yang rumit dan elegan.
Wayang Jogja: cenderung lebih kekar dan berotot, pundaknya tampak kuat, dan posisi tubuhnya lebih menunduk.
Baca juga: Mengintip Sembilan Kesatuan Prajurit Keraton Solo, Tampil di Momen Adat Penting
Posisi kaki biasanya berjingkat, seperti seorang penari, memberi kesan dinamis dan ekspresif.
Kepala tokoh wayang Jogja lebih besar, pundak tinggi, dan raut wajah kadang tampak tegas atau bahkan sinis.
Perbedaan ini tidak hanya soal estetika; bentuk fisik wayang berkorelasi dengan teknik pementasan (sabetan) dan pesan visual yang ingin disampaikan dalam lakon.
3. Wajah Tokoh dan Hiasan Raut
Detail pada wajah wayang juga menjadi indikator gaya:
Wayang Solo: wajahnya digambar dengan guratan kumis natural (tanpa pewarna), dan jenggotnya biasanya hanya berkembang di dagu.
Hal ini memberikan kesan sederhana dan elegan.
| Asal-usul Ponten Ngebrusan Solo: Jejak Arsitektur Kolonial dan Revolusi Hidup Sehat di Kota Bengawan |
|
|---|
| Asal-usul Kelurahan Semanggi Solo: Nama Diambil dari Tumbuhan Rawa, Ada Jejak Dermaga yang Hilang |
|
|---|
| Asal-usul Kelurahan Gajahan di Solo : Dulu Tempat Kandang Gajah Milik Keraton Era Pakubuwono II |
|
|---|
| Asal-usul Pasar Harjodaksino Solo: Nama Diambil dari Tokoh Lokal, tapi Lebih Dikenal Pasar Gemblegan |
|
|---|
| Kenapa Soto jadi Menu Favorit Sarapan Warga Solo Raya? Begini Sejarahnya, Bermula dari Abad ke-19 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/solo/foto/bank/originals/traditional-art-performance_20170101_221434.jpg)