Rock in Solo

Di Balik Gemuruh Rock In Solo 2025, Kampanyekan Isu Sosial Menuju Arus Utama, Makin Lantang Bersuara

Tidak hanya menampilkan deretan band cadas lokal maupun internasional, Rock in Solo 2025 juga menjadi wadah penyampaian keresahan aspek sosial

Penulis: Tribun Network | Editor: Putradi Pamungkas
TribunSolo.com
TALK SHOW - Festival musik Rock in Solo 2025 telah tuntas digelar selama dua hari, di Benteng Vastenburg, Solo, sejak Sabtu dan Minggu (22-23/11/2025). Tidak hanya menampilkan deretan band cadas lokal maupun internasional, Rock in Solo 2025 juga menjadi wadah penyampaian keresahan masyarakat terkait aspek sosial. Berbagai talkshow digagas oleh organisasi masyarakat sipil independen, Trend Asia, untuk membahas persoalan tersebut. 

Apalagi, jika persoalan yang memicu dampak lingkungan terus dikesampingkan.

“Kita semua suatu saat bisa menerima dampaknya, jadi bukan hanya warga setempat. Kita sendiri bisa menjadi korban. Misalkan korban di desa A, desa B juga ikut terdampak limbahnya atau generasi berikutnya, semua bisa jadi korban,” lanjutnya.

Alectroguy pun yakin bahwa Rock In Solo bisa menggairahkan isu-isu tersebut dan menyampakan kepada penggemar musik. 

Termasuk para musisi untuk lebih peduli terhadap isu yang berkaitan dengan sosial lingkungan.

"Setidaknya teman-teman jadi tahu apa yang sebenarnya terjadi dan lebih peka. Saya yakin dengan komunitas besar di skena ini akan mampu menjadi penggerak untuk hal-hal lebih baik," tegasnya.

Talkshow lain juga mengangkat keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara paling berbahaya di Indonesia. 

Sebanyak 20 PLTU batu bara di Indonesia dinyatakan sebagai yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. 

Daftar hitam ini diungkap dalam laporan berjudul Toxic Twenty: Daftar Hitam 20 PLTU Paling Berbahaya di Indonesia yang diluncurkan oleh Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), Centre of Economic and Law Studies (CELIOS), dan Trend Asia

Laporan tersebut juga mencatat bahwa 15 dari 20 PLTU yang paling berbahaya itu tersebar di Pulau Jawa, menunjukkan risiko kerusakan lingkungan dan kesehatan masyarakat yang tinggi di wilayah tersebut. 

Di Jawa Tengah, PLTU di Batang, Cilacap, dan Jepara telah lama menjadi subyek kekhawatiran dan protes masyarakat serta pegiat lingkungan karena dinilai berbahaya dan menimbulkan dampak negatif yang signifikan.

"Limbah cair dan padat (abu batu bara, fly ash dan bottom ash) dari PLTU berpotensi mencemari sumber air dan ekosistem laut di sekitarnya, yang dapat merusak kehidupan akuatik dan menurunkan produktivitas nelayan," kata Fajar M Andhika, Kepala Bidang Lingkungan Agraria Pesisir LBH Semarang.

Isu lain adalah seputar penolakan terhadap ekspansi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di kawasan Dieng.

Warga mengeluhkan perubahan kualitas air tanah dan kerusakan tanaman pertanian yang diduga terkait dengan operasi proyek geothermal.

Lahan pertanian yang subur terancam oleh pembangunan infrastruktur dan potensi kontaminasi.

Meskipun energi panas bumi dianggap sebagai energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar fosil, pengembangan di Dieng menunjukkan adanya tantangan sosial dan lingkungan lokal yang signifikan.

Berbagai talkshow digagas oleh organisasi masyarakat sipil independen
ISU SOSIAL - Instalasi kritik sosial di Festival musik Rock in Solo 2025 di Benteng Vastenburg, Solo, sejak Sabtu dan Minggu (22-23/11/2025). Tidak hanya menampilkan deretan band cadas lokal maupun internasional, Rock in Solo 2025 juga menjadi wadah penyampaian keresahan masyarakat terkait aspek sosial. Berbagai talkshow digagas oleh organisasi masyarakat sipil independen, Trend Asia, untuk membahas persoalan tersebut.

Aksi Nyata di Lokasi Festival

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved