Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

7 FAKTA Sengketa Tanah Sriwedari Antara Ahli Waris dengan Pemkot Solo yang Diminta Segera Dieksekusi

7 fakta tentang persengketaan tanah Sriwedari di Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Solo kembali mencuat.

Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Adi Surya
Lahan Sriwedari yang sebagian dibuat masjid oleh Pemkot Solo. 

TRIBUNSOLO.COM - Persengketaan tanah Sriwedari di Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Solo kembali mencuat.

Masih sama, perselisihan sejak tahun 1970 itu terjadi antara ahli waris RMT Wirjodiningrat dengan Pemkot Solo.

Kini, ahli waris yang melalui kuasa hukumnya, Anwar Rachman meminta eksekusi atau pengosongan paksa tanah Sriwedari yang sebagian sudah di bangun masjid sebesar Rp 165 miliar.

Permintaan itu disampaikan setelah Pengadilan Negeri (PN) Solo menerbitkan Penetapan Eksekusi Pengosongan No: 10/PEN.PDT/EKS/2015/PN.Skt. Jo No:31/Pdt.G/2011/PN SKA Jo No: 87/Pdt/2012/PT.Smg Jo No: 3249-K/Pdt/2012 tanggal 21 Februari 2020.

Berikut 7 fakta tentang sengketa kasus tanah Sriwedari antara ahli waris dengan Pemkot Solo :

1. Luas Tanah 10 Hektar

Tanah Sriwedari bakal dieksekusi paksa oleh pemohon ahli waris tanah Sriwedari RMT Wirjodiningrat melalui Pengadilan Negeri (PN) Solo.

Adapun tanah yang diminta untuk dieksekusi seluas 10 hektar.

Hal itu setelah PN Surakarta menerbitkan Penetapan Eksekusi Pengosongan No: 10/PEN.PDT/EKS/2015/PN.Skt. Jo No:31/Pdt.G/2011/PN SKA Jo No: 87/Pdt/2012/PT.Smg Jo No: 3249-K/Pdt/2012 tanggal 21 Februari 2020.

"Itu berisi perintah untuk melakukan eksekusi pengosongan paksa kepada Pemkot Solo untuk menyerahkan tanah Sriwedari seluas 10 hektar pada ahli waris Sriwedari RMT Wirjodiningrat," kata Kuasa Hukum Ahli Waris Dr HM Anwar Rachman, SH, MH, Rabu (3/3/2020).

Artinya kepemilikan tanah tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht) milik RMT Wirjodiningrat.

Bahkan, sebelum ini sudah ada 13 kali teguran (aanmaning) pada Pemkot Surakarta namun tidak diindahkan.

Malah, menurut Anwar Pemkot membuat persoalan baru seperti merusak bangunan, merusak barang yang telah disita, membangun bangunan di atas tanah milik orang lain seperti kantor, masjid, dan lain sebagainya.

"Pemkot juga menyebarkan kabar bohong kepada masyarakat bahwa tanah Sriwedari adalah milik pemkot," kata Anwar.

Anwar menegaskan kali ini pihaknya tidak akan kompromi dengan eksekusi ini seperti sebelumnya.

"Kita tidak akan kompromi lagi eksekusi kali ini," papar Anwar.

Terkait Sengketa Tanah Sriwedari, Kuasa Hukum Ahli Waris Sebut akan Eksekusi Paksa

Anwar juga menanggapi soal sertifikat milik Pemkot Solo bahwa itu tentu tidak benar.

Bila memang ada sertifikat yang terbit berarti perlu dipertanyakan bagaimana itu bisa terbit dan bisa menjadi masalah hukum.

"Segera Senin nanti, kita akan berkumpul bersama aparat untuk membicarakan eksekusi itu," kata Anwar.

2. Dibeli Tahun 1877

Kuasa hukum ahli waris tanah Sriwedari menceritakan kronologis sengketa tanah Sriwedari.

Kuasa Hukum Ahli Waris tanah Sriwedari, Anwar Rachman mengatakan, tanah tersebut dibeli oleh RMT Wirjodiningrat pada 13 Juli 1877.

Kronologi Lengkap Sengketa Tanah Sriwedari Versi Penggugat Pemkot Solo

Pembelian diperkuat dengan akta jual beli No.10 dilakukan di hadapan notaris bernama Piter Jacobus.

"Bukti kepemilikan adalah Recht Van Eigendom No: 295 dikuatkan dengan Akte Assisten Resident Surakarta No: 19 tanggal 05 Desember 1877, peta Minuut Kelurahan Sriwedari Blad: 10," kata Anwar, Selasa (3/3/2020).

Itu dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran Tanah Surakarta.

Berdasarkan hal tersebut, ada bukti kepemilikan yang kuat atau ada akta otentik yang memiliki nilai pembuktian.

Singkat cerita, tanah tersebut disewakan pada Pemkot Solo zaman itu, dan sampai Jatuh tempo sewanya habis tidak dikembalikan.

Kemudian, ahli waris almarhum RMT Wirjodiningrat mengajukan gugatan.

Atas gugatan tersebut dimenangkan ahli waris dalam putusan MA No:3000-K/SIP/1981 tertanggal 17 Maret 1983.

Kemudian, putusan tersebut dieksekusi sebagaimana berita acara eksekusi pelaksanaan ganti rugi No: 592.2/221/1987 dan kuitansi tanggal 18 April 1987.

Sengketa Tanah Sriwedari yang Tak Kunjung Usai, Pemkot Solo Tetap Ngotot Punya Sertifikat Sah

"Dengan dibayarnya uang sewa tanah tersebut kepada ahli waris secara hukum, Pemkot Surakarta telah mengakui bahwa tanah Sriwedari adalah milik syah ahli waris RMT Wirjodiningrat," ungkap Anwar.

Namun, dalam perjalanannya, Anwar membeberkan Pemkot Surakarta telah merekayasa menerbitkan sertifikat hak pakai No. 11 dan 15 dengan alasan berkas terbakar.

"Ahli waris kemudian mengajukan gugatan dan sertifikat Pemkot Surakarta tersebut dilakukan pembatalan," terang Anwar.

Dari gugatan itu dikabulkan berdasarkan putusan MA No: 125-K/TUN/2004 dan sertifikat hak pakai atas nama Pemkot Solo dicabut oleh Kanwil BPN Jateng.

Dalam putusan mengenai kepemilikan tanah No: 3000-K/SIP/1981 tidak ada perintah penyerahan.

Ahli Waris Tanah Sriwedari Sebut Jika Ada yang Melawan Eksekusi Dianggap Membangkang pada Negara

Ahli Waris kemudian kembali menggugat Pengosongan dan muncul putusan MA No: 3249-K/PDT/2012.

Dalam putusan tersebut disebutkan ahli waris adalah pemilik sah dan menyatakan Pemkot Melanggar Hukum dan menghukum Pemkot Surakarta menyerahkan tanah tersebut pada ahli waris.

"Sebelum ini sudah ada 13 kali teguran (aanmaning) pada Pemkot Surakarta namun tidak diindahkan," kata Anwar.

3. Sengketa Sudah Setengah Abad

Sengketa tanah Sriwedari antara Pemkot Solo dan ahli waris menjadi sengketa terlama sejak tahun 1970 lalu.

Kuasa Hukum Ahli Waris, Anwar Rachman mengungkapkan, kasus sengketa ini menurutnya jadi yang terlama sejak tahun 1970 atau sepanjang setengah abad.

"Ada berapa itu, lamanya 50 tahun ada," papar Anwar Rachman kepada TribunSolo.com, Kamis (5/3/2020).

Bahkan menurut dia, kasus sengketa ini menjadi kasus aanmaning atau teguran terbanyak sampai 13 kali.

Sementara itu, Tanah Sriwedari bakal dieksekusi paksa oleh pemohon ahli waris tanah Sriwedari RMT Wirjodiningrat melalui Pengadilan Negeri (PN) Solo.

Hal itu setelah PN Surakarta menerbitkan Penetapan Eksekusi Pengosongan No: 10/PEN.PDT/EKS/2015/PN.Skt. Jo No:31/Pdt.G/2011/PN SKA Jo No: 87/Pdt/2012/PT.Smg Jo No: 3249-K/Pdt/2012 tanggal 21 Februari 2020.

Pakar Hukum UNS Ingatkan soal Rebutan Tanah Sriwedari, Robohkan Masjid Punya Dampak Sosial Tinggi

"Itu berisi perintah untuk melakukan eksekusi pengosongan paksa kepada Pemkot Solo untuk menyerahkan tanah Sriwedari seluas 10 hektar pada ahli waris Sriwedari RMT Wirjodiningrat," kata Anwar.

Artinya kepemilikan tanah tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht) milik RMT Wirjodiningrat.

Bahkan, sebelum ini sudah ada 13 kali teguran pada Pemkot Surakarta namun tidak diindahkan.

Malah, menurut Anwar Pemkot membuat persoalan baru seperti merusak bangunan, merusak barang yang telah disita, membangun bangunan diatas tanah milik orang lain seperti kantor, masjid, dan lain sebagainya.

"Pemkot juga menyebarkan kabar bohong kepada masyarakat bahwa tanah Sriwedari adalah milik pemkot," kata Anwar.

Anwar menegaskan kali ini pihaknya tidak akan kompromi dengan eksekusi ini seperti sebelumnya.

"Kita tidak akan kompromi lagi eksekusi kali ini," papar Anwar.

Anwar juga menanggapi soal sertifikat milik Pemkot Solo bahwa itu tentu tidak benar.

Bila memang ada sertifikat yang terbit berarti perlu dipertanyakan bagaimana itu bisa terbit dan bisa menjadi masalah hukum.

"Segera Senin nanti, kita akan berkumpul bersama aparat untuk membicarakan eksekusi itu," kata Anwar.

4. Dibangun Masjid Senilai Rp 165 Miliar

Rencana eksekusi paksa lahan Sriwedari kembali mencuat beberapa waktu belakangan ini.

Pasalnya, pengacara Ahli Waris Tanah Sriwedari Anwar Rachman mengklaim pihak pihak ahli waris almarhum RMT Wirjodiningrat memiliki bukti sah kepemilikan lahan Sriwedari.

Tak hanya itu, Pengadilan Negeri (PN) Solo menerbitkan Penetapan Eksekusi Pengosongan tertanggal 21 Februari 2020.

Rencana eksekusi paksa lahan tersebut akan berimbas pada pembangunan Masjid Taman Sriwedari Solo yang sampai saat ini masih terus dikebut pengerjaannya.

Cerita Kasus Tanah Sriwedari Disebut Ahli Waris Jadi Sengketa Terlama Sepanjang Setengah Abad Ini

Anwar mengklaim pembangunan masjid tersebut tidak bisa menghalangi eksekusi lahan Sriwedari.

Ketua Panitia Pembangunan Masjid Taman Sriwedari Achmad Purnomo angkat bicara terkait polemik eksekusi paksa lahan Sriwedari.

"Dalam hal ini, saya diamanati diberi tugas oleh Wali Kota sebagai ketua pembangunan," terang Purnomo saat ditemui TribunSolo.com, Kamis (5/3/2020).

Purnomo mengaku telah memeriksa segala keabsahan lahan sebelum mendirikan Masjid taman Sriwedari Solo.

"Saya sebagai Ketua Pembangunan Masjid mestinya dulu mengecek sendiri, itu lahan kabarnya jadi sengketa, ternyata tidak," aku dia.

"Sertifikat atas nama Pemerintah Kota Solo, resmi kita membentuk panitia, saya hanya membangun," imbuhnya membeberkan.

Purnomo akan menyerahkan persoalan hukum yang membelit lahan Sriwedari kepada pihak yang berwenang menanganinya.

"Kalau masalah hukum biar bagian hukum Pemerintah Kota Solo yang mengurusinya, saya tidak terlibat sama sekali di segi hukumnya," tutur dia.

"Saya hanya sebagai ketua pembangunan masjid, kalu ternyata tanahnya ada masalah hukum, ya silahkan saja bagian hukum Pemerintag Kota Solo yang menghadapi," tambahnya.

Purnomo mengaku pasrah apabila kelak pembangunan Masjid Taman Sriwedari harus berhenti.

Adapun, pembangunan tersebut menelan total kebutuhan anggaran sebesar Rp 165 miliar.

"Ya sudah terserah, mau bagaimana lagi itu kan uang dari donasi semuanya," aku dia.

"Eksekui disuruh berhenti, ya, berhenti santai saja," pungkasnya.

Lahan Sriwedari Bakal Dieksekusi Paksa, Begini Reaksi Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo

5. Pembangunan Sudah 70 Persen

Proses pembangunan Masjid Taman Sriwedari Solo hampir rampung meski dibangun di tanah sengketa.

Lahan yang menjadi lokasi pembangunan masjid tersebut masih menjadi sengketa antara Pemkot Solo dan ahli waris almarhum RMT Wirjodiningrat.

Ketua Pembangunan Masjid Taman Sriwedari Solo yang juga Wakil Wali Kota Solo, Achmad Purnomo menyampaikan proses pembangunan masjid tersebut sudah melampaui setengah persen.

"Proses pembangunan masjid sampai saat ini sekitar 60 sampai 70 persen," tutur Purnomo kepada TribunSolo.com, Kamis (5/3/2020).

"Untuk persisnya saya kurang hafal," imbuhnya menekankan.

Rencananya, Masjid Taman Sriwedari Solo akan dilengkapi menara utama setinggi 114 meter dan dilengkapi lift berkapasitas 10 orang.

"Proses pembangunan ditargetkan selesai akhir tahun ini atau awal tahun depan," kata Purnomo.

"Rencananya, kalau dari informasi yang saya dapat, waktu Ramadhan bisa digunakan untuk tarawih," tambahnya.

Purnomo menuturkan Masjid Taman Sriwedari Solo akan dijadikan ikon wisata baru Kota Solo.

"Akan jadi obyek wisata Kota Solo dan ikon wisata baru karena masjidnya antik dan terletak di pusat kota," tuturnya.

Jokowi Juga Pernah Dihantam Sengketa Tanah Sriwedari, Sampai Datangkan Pakar Hukum UNS

6. Pemkot Punya Sertifikat HP 40 dan 41

Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo angkat bicara soal rencana eksekusi paksa lahan Sriwedari oleh Pengadilan Negeri (PN) Solo.

Eksekusi dilakukan berbekal Penetapan Eksekusi Pengosongan No: 10/PEN.PDT/EKS/2015/PN.Skt. Jo No:31/Pdt.G/2011/PN SKA Jo No: 87/Pdt/2012/PT.Smg Jo No: 3249-K/Pdt/2012 tanggal 21 Februari 2020.

Rudy memastikan lahan Sriwedari secara sah dimiliki Pemerintah Kota Solo dengan sertifikat Hak Pakai (HP) 40 dan 41.

"Lahan Sriwedari sah dengan adanya sertifikat HP 40 dan 41," tutur dia kepada TribunSolo.com, Kamis (5/3/2020).

Rudy menjelaskan sertifikat tersebut tidak didapatkan dalam waktu yang singkat.

"Dirunut dari prosesnya, Pemkot tidak serta merta begitu saja, dilalui sejak tahun 1983 sampai 2016," jelas dia.

"Kita lakukan lagi segala proses yang ada sehingga keluar sertifikat Badan Pertanahan Nasional (BPN) asli bukan palsu," imbuhnya membeberkan.

Sertifikat tersebut dikeluarkan atas dasar perintah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mensertifikatkan lahan Sriwedari.

Pasalnya, putusan Mahkamah Agung (MA) dianggap melampaui tuntutan ahli waris RMT Wirjodiningrat yang hanya mencakup sebagian lahan tersebut seluas 3,8 hektar.

MA memutuskan lahan yang berada di jantung Kota Solo dengan luasan 10 hektar itu milik ahli waris.

"Dalam bahasa hukum itu namanya ultra petita, kekhilafan hakim ada disitu, yang ditutut 3,8 hektar tapi yang dikabulkan 10 hektar," jelas Rudy.

Proses tersebut juga telah melalui sidang eksaminasi yang dihadiri sejumlah pakar hukum.

"Itu tetap milik pemerintah karena sudah melalui sidang eksaminasi yang dihadiri para pakar hukum," terang Rudy.

"Ada kronologinya dan ada dokumentasinya," tandasnya.

7. Jokowi Pernah Dihantam Sriwedari

Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Prof Jamal Wiwoho, mengakui sengketa tanah Sriwedari sudah berlangsung puluhan tahun.

Masalah sengketa antara Pemkot Solo dan warga ini pun sempat dialami oleh Presiden RI, Joko Widodo alias Jokowi, saat masih menjabat Wali Kota Solo.

Jamal menceritakan dirinya pernah diundang Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk berdiskusi soal sengketa tanah Sriwedari.

Saat itu, Jamal diundang dalam kaitannya sebagai pakar hukum dari UNS.

"Pada waktu Pak Jokowi jadi Wali Kota Solo, kebetulan saya mendampingi beberapa hal yang kaitannya Sriwedari dengan bagian hukum (Pemkot) Solo," tutur Jamal, di acara Tamu Kita Tribunnews, Kamis (5/3/2020).

"Saya diundang berdiskusi dengan Pak Jokowi di rumah dinas, mendiskusi langkah-langkah yang diperlukan, sekira tahun 2007-2008," imbuhnya membeberkan.

Jamal memberi pendapatnya soal cara mengantisipasi putusan pengadilan soal lahan Sriwedari.

"Termasuk di dalamnya adalah mengantisipasi bagaimana hasil atau putusan pengadilan terhadap tanah di Sriwedari," kata dia.

Melihat sengketa lahan Sriwedari yang kembali mencuat, Jamal pun mendorong pihak-pihak yang bersengketa bisa duduk bersama.

"Kalau saya lebih mendorong supaya pihak-pihak duduk bersama untuk memecahkan masalah ini," jelas Jamal.

"Itu jauh lebih penting daripada hanya sekedar aku menang robohkan, kowe kalah ndang lungo seko kene (kamu kalah cepat pergi dari sini)," tambahnya.

Apabila sikap semacam itu yang dikedepankan dalam memecahkan sengketa Sriwedari, itu menjadi catatan yang kurang mengenakkan.

"Tentu akan menjadi catatan yang tidak baik, menyelesaikan masalah hanya sekedar tekstual, tidak ada kontekstual, itu resikonya yang sangat besar," kata Jamal.

Jamal berharap jalan damai tetap diutamakan dalam menyelesaikan sengeketa lahan Sriwedari saat ini.

"Saya berharap bahwa upaya-upaya perdamaian dilakukan dan diupayakan agar ketenangan semua pihak," harap Jamal.

"Kalau bahasa kita, lebih baik kita mengalah tetapi untuk kemasyarakatan yang lebih baik, daripada menang kehancuran akan lebih besar," pungkasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved