Ki Manteb Soedharsono Meninggal Dunia
Sosok Ki Manteb Soedharsono : Setia pada Wayang Kulit, Dapat Penghargaan dari Soeharto hingga Unesco
Sang dalang wayang kulit legendaris, Ki Manteb Soedharsono telah meninggalkan kita selama-lamanya.
TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Sang dalang wayang kulit legendaris, Ki Manteb Soedharsono telah meninggalkan kita selama-lamanya.
Kabar duka datang dari sosok yang terkenal kata 'Pancen Oye' datang pada hari ini Jumat (2/7/2021) sekira pukul 10.00 WIB
Kini jenazah masih berada rumah duka di Dusun Sekiteran, Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.
Semasa hidupnya, Sang Maestro Wayang Kulit itu begitu terkenal dengan aksi-aksinya pewayangannya yang cukup energik.
Baca juga: Biodata Ki Manteb Soedharsono: Dalang Kelahiran Sukoharjo yang Meninggal, Murid Ki Narto Sabdo
Baca juga: BREAKING NEWS : Dalang Kondang Asal Karanganyar Ki Manteb Soedharsono Meninggal Dunia
Lantas seperti apa sosoknya?
Ya, Ki Manteb adalah sosok yang dilahirkan di sebuah kampung bernama Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo pada 31 Agustus 1948.
Seniman yang sudah malang melintang itu se antero Indonesia itu, bahkan sempat dijuluki Dalang Setan karena nyentrik memadukan seni dengan musik modern.
Selama ini Ki Manteb mempunyai sanggar dan bermukim di daerah sejuk di bawah Gunung Lawu yakni kawasan Karangpadan.
Jiwa Ki Manteb memang sudah terbentuk, meskipun ayahandanya Ki Hardjo Brahim adalah dalang kondang kala itu.
Begitu juga ibundanya, adalah merupakan seniman yang dikenal penabuh gendang.
Singkat cerita, selain manggung ke sana-sini dengan kisahnya tersendiri
Ki Manteb mempunyai segudang prestasi mulai nasional hingga internasional yang tak terhitung jumlahnya semasa hidup.
Di antaranya tahun 1995 Ki Manteb mendapat penghargaan dari Presiden Soeharto yakni Satya Lencana Kebudayaan.
Sementara internasional, Ki Manteb Ki Manteb Soedharsono terpilih sebagai penerima penghargaan dari Unesco yang menyisihkan 28 kontestan dari berbagai negara pada 2004.
Meski kala itu mendapatkan penghargaan luara biasa, dirinya mengaku bukan untuk Ki Manteb saja tetapi untuk kelestarian wayang kulit yang diakui Unesco.
Adapun kepergian Ki Manteb meninggalkan istri dan sejumlah anak-anaknya yang sebagian mengabdikan diri untuk wayang kulit.
Kabar Duka Ki Manteb
Dalang kondang wayang kulit asal Kabupaten Karanganyar, Ki Manteb Soedharsono meninggal dunia, Jumat (2/7/2021).
Menurut salah seorang rekannya, Sugeng Nugroho, bahwa Ki Manteb Soedharsono meninggal dengan diagnosa Covid-19.
Kabar dalang senior itu wafat pada sekitar pukul 10.00 WIB.
"Beliau akan dimakamkan secara protokol kesehatan," katanya kepada TribunSolo.com.
Sosok dalang kelahiran 31 Agustus 1948 memiliki komorbid penyakit di paru-parunya.
Baca juga: BREAKING NEWS : Innalilahi Dalang Kondang Asal Karanganyar, Ki Manteb Soedharsono Meninggal Dunia
Baca juga: Kabar Duka, Dalang Kondang Ki Manteb Sudarsono Meninggal, Dimakamkan dengan Protokol Kesehatan
"Beliau sering berobat soal permasalahan paru-parunya," ujarnya.
Dalam dunia pewayangan, Ki Manteb juga menjabat sebagai penasehat di organisasi Paguyuban Dalang Surakarta.
"Beliau salah satu senior dan guru bagi para dalang di Indonesia," terangnya.
Kiprahnya dalam dunia wayang juga diabadikan dalam buku "Ki Manteb Soedarsono Pemikiran dan Karya Pedalangannya,".
"Saya menulis ide dan gagasan beliau dari balik kisah pewayangan," ungkapnya.
Almarhum akan dimakamkan pada hari ini di kediamannya di Dusun Sekiteran, Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.
Dalang Hancurkan Gamelan
Jagad maya digemparkan dengan aksi viral pria 'ngamuk' yang menghancurkan alat-alat pentas wayang pakai palu bodem besar.
Aksi yang terekam dalam video berurasi 13 detik menggambarkan detik-detik pria tersebut secara membabi buta menghancurkan alat-alanya di depan rumah.
Sembari mengayunkan palu berukuran sekitar satu meteran itu, dia sembari mengumbarkan kekesalannya karena pandemi.
"Setahun wis ora olih pentas, gamelan didol ora payu, didol rosok wae, sopo seng arep tuku..sopo seng arep tuku (setahun tidak bisa pentas, gamelan dijual tidak laku, dijual rosok saja)," katanya sembari meluapkan kekesalannya.

Baca juga: Kagetnya Mertua di Ceper Klaten, Kini Belum Ada Kabar Lanjutan Pasca Menantunya Ditangkap Densus 88
Baca juga: Manfaat Peluang Ditengah Pandemi Covid-19, Penjual Jamu di Karanganyar Ini Raup Keuntungan Berlipat
Usut punya usut, dia adalah pelaku seni pewayangan Ki Dalang Gondho Wartoyo.
Pria 40 tahun warga Dukuh Bulu RT 004 RW 003, Desa Tegalgiri, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali.
Lantas kenapa Dalang Wartoyo melakukan itu?
Ya, Wartoyo sudah puluhan tahun di dunia pewayangan itu mengaku sengaja menghancurkan alat-alatnya karena protes kepada pemerintah.
Mengingat selama setahun terdampak pandemi Covid-19, tetapi tak ada penyelesaian.
"Izin pentas sudah satu tahun tidak ada," ungkapnya kepada TribunSolo.com, Sabtu (3/4/2021).
Bahkan secara blak-blakan dirinya mengungguh video singkat di media sosial pribadinya.
"Sengaja saya lakukan agar bisa didengar oleh pemerintah, dengan menghancurkan gamelan dan beberapa alat pertunjukan," ujarnya.
Ki Wartoyo menceritakan betapa terpuruknya pelaku seni di masa pandemi, karena sama sekali tidak mendapatkan penghidupan akibat tak ada pentas.
“Ya pokonya gara-gara pandemi saya bersama pelaku seni lain merasa frustasi, tidak bisa menampilkan pertunjukan seni, wayangan, dan aktifitas seni lain,” ujarnya.
“Maka dari pada itu saya melakukan protes namun tidak anarkis, hanya dengan memukul gong dan gamelan,” paparnya.
Dikatakan, bukan karena gamelannya sudah tidak bagus lagi atau karena gamelannya sudah tidak berfungsi, tapi karena kini gamelan yang ia miliki seakan sudah tidak ada gunanya.
"Ya intinya itu, sudah tak ada gunanya," jelas dia.
Baca juga: Identitas 3 Orang Warga Klaten yang Diamankan Densus 88: Perantauan, Petani, dan Penjual Motor Seken
Baca juga: Sebelum Membunuh Dalang Anom Subekti, Pelaku Sempat Disuguhi Kopi Oleh Korban
Menjual Mobil untuk Makan
Saking remuknya karena pandemi, Dalang Wartoyo pun mengaku sampai menjual mobil untuk kebutuhan sehari-hari.
“Saya rela dan terpaksa menjual mobil untuk beli sembako dan kebutuhan rumah tangga, intinya apa yang kita punya kita jual untuk bertahan hidup,” ujarnya.
“Macam-macan mobil saya jual sampai 4, mulai dari mobil CRV, Honda New City, Feroza dan Picanto,” ungkapnya.
Selain itu, dirinya bahkan rela menggadaikan truk pribadinya untuk kebutuhan lain di pengusaha telur di Boyolali.
Hal itu terdesak dilakukan, karena sebelum pandemi, sebagai dalang dia bisa melakukan pementasan sebanyak 15 hingga 28 kali dalam satu bulan.
Namun kondisi berubah 360 derajat sehingga mencekik kehidupan para pelaku seni.
"Kalau sebelum pandemi saya bisa pentas 15 sampai 28 kali sebulan, tapi setahun ini tak ada,” ungkapnya.
Kondisi diperburuk dengan tidak adanya izin, sehingga para seniman tidak bisa menggelar lagi pertunjukan yang bisa mencukupi kehidupan sehari-hari.
"Sejak pandemi sampai sekarang tidak bisa pentas. Padahal untuk beralih profesi, kita tidak mudah,” terang dia. (*)