Berita Boyolali Terbaru
Perpanjangan PPKM Level 3 Boyolali Lebih Longgar, Makan di Tempat Bisa 30 Menit
Ada sedikit kelonggaran dalam Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 di Kabupaten Boyolali.
Penulis: Tri Widodo | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan TribunSolo.com, Tri Widodo
TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI- Ada sedikit kelonggaran dalam Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 di Kabupaten Boyolali.
Perpanjangan PPKM Level 3 Kabupaten Boyolali ini berlaku mulai 3-9 Agustus.
Pemkab Boyolali memberikan kelonggaran bagi pemilik warung makan.
Baca juga: PPKM Level 4 Diperpanjang, PKL di Taman Kartini Sragen Memohon Jualan Boleh Sampai Jam 10 Malam
Baca juga: PPKM Level 3 Diperpanjang, Pemkab Boyolali Cabut Aturan Minggu di Rumah Saja
Sesuai dengan Instruksi Bupati Boyolali nomor 6 tahun 2021 yakni ada kelonggaran waktu makan bagi pelanggan.
Jika PPKM Level 3 sepekan lalu, waktu makan hanya dijatah 20 menit, Perpanjangan PPKM Level 3 ini, bisa 30 menit.
Begitu juga dengan pengunjung yang makan di tempat bisa 25 persen dari kapasitas normal tempat makan tersebut.
Baca juga: Pemerintah Perpanjang PPKM Level 4 di Sejumlah Kota dan Kabupaten, Berlaku 3 - 9 Agustus 2021
Selain itu, Instruksi Bupati kali ini juga memperbolehkan tempat ibadah dibuka.
Masjid, Musala, Gereja, Pura, Vihara, dan Klenteng dapat mengadakan kegiatan keagamaan secara berjamaah selama masa penerapan Perpanjangan PPKM Level 3 ini.
Hanya saja, masih dibatasi jamaahnya. Hanya 25 persen dari kapasitas tempat ibadah yang diperbolehkan melakukan ibadah secara bersama-sama.
Selain itu, penerapan protokol kesehatan juga harus lebih diketatkan.
Baca juga: Nasib Karyawan Bergaji Rp 3,5 Juta di Zona PPKM Level 3 dan 4, Apakah Tetap Dapat BLT Subsidi Gaji?
"Salat Jumat boleh, tapi hanya 25 persen saja dari kapasitas masjid," jelas Sekda Boyolali, Masruri.
Sedangkan untuk fasilitas umum, seperti area publik, taman umum, tempat wisata, tempat hiburan, karaoke, game online dan sebagainya masih ditutup sementara.
"Kegiatan seni, budaya, sosial kemasyarakatan, termasuk hajatan tidak boleh digelar selama perpanjangan PPKM Level 3 ini," pungkas Masruri.
Laboratorium Kesehatan Daerah Boyolali Aktif Bulan Ini
Kedepan, pemeriksaan tes PCR di Boyolali sudah tidak lagi mengandalkan laboratorium rumah sakit UNS sebagai rujukannya.
Pasalnya, saat ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali mulai ancang-ancang mengaktifkan laboratorium kesehatan daerah (Labkesda) untuk pemeriksaan Covid-19.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Boyolali, Ratri S Surivivalina mengungkapkan, sarana prasarana Labkesda sudah ada lengkap dan canggih.
Baca juga: Viral Gorengan Dibungkus Pakai Kertas Bekas Hasil Swab PCR Positif Covid-19, Ternyata Ini Bahayanya
Baca juga: Viral Kertas Hasil Tes Swab Positif Covid-19 Dipakai Bungkus Gorengan, Polisi Siap Turun Tangan
Begitu juga dengan regulasi operasional Labkesda juga telah dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda).
“Jadi tinggal tenaga kerjanya saja. Kami sudah meminta Pemkab untuk mengisi sesuai tenaga yang mampu dan siap,” ujar perempuan yang karib disapa Lina.
Lina menyebut, Labkesda yang rencananya dioperasionalkan bulan Agustus ini punya alat-alat yang canggih untuk melakukan pemeriksaan laboratorium.
Baca juga: Nasib Anak Punk Kena Razia & Digunduli, Lantas Jalani Swab Hasilnya Reaktif,Kini Dibawa ke Karantina
Dengan begitu, pemeriksaan PCR Swab bisa lebih cepat dan akurat. Sehingga hasil pemeriksaan PCR tidak lagi menunggu antara 3-5 hari lagi.
“Kalau sudah dioperasionalkan, pemeriksaan sampel PCR untuk Covid-19 di Boyolali tidak tergantung lagi dengan Laboratorium RS UNS,” ujarnya.
Sebelumnya, masa tunggu yang cukup lama ini sempat disentil dokter Tirta.
Baca juga: Melintas di Solo, Pengendara dari Kudus dan Pati Putar Balik: Tak Bawa Surat Negatif Swab Antigen
Namun, menurut Lina, hasil lab yang keluar lebih dari 1X24 jam itu masih wajar. Sebab, laboratorium tersebut juga menerima sampel PCR dari kabupaten Solo Raya.
"Ini sudah lebih cepat, daripada dulu sampai 10 hari karena mereka (Lab RS UNS, red) overload. Begitu kenaikan kasus yang mengirimkan sampel juga banyak," katanya.
Selain itu, ada kendala bahan habis pakai (BHP) dan tenaga kerja di laboratorium tersebut. Beberapa tenaga laboratorium ada yang terpapar, dan berimbas pada pelayanan. Sehingga pemeriksaan sampel PCR tidak maksimal.
Cuitan Dokter Tirta
Cuitan Dokter Tirta, yang menyebut hasil tes PCR di Boyolali 3-5 hari baru keluar ditanggapi santai Dinkes Boyolali.
Pasalnya, hal itu wajar dan hampir merata di seluruh daerah yang masih mengandalkan pemeriksaan sampel swabnya di laboratorium luar.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali Ratri S Survivalina waktu keluarnya hasil swab seperti itu masih tergolong normal.
"Hasil PCR di Boyolali masih tergantung Lab (Laboratorium) rujukan. Di mana lab rujukan ini, juga menerima rujukan dari kabupaten-kabupaten selain Boyolali,” ujar dia kepada TribunSolo.com, Selasa (3/8/2021).
Baca juga: PPKM Level 3 Diperpanjang, Pemkab Boyolali Cabut Aturan Minggu di Rumah Saja
Baca juga: Ingat Ayah yang Viral Tawarkan Sepatu Demi Susu Anak di Solo? Kini Diangkat Jadi Hansip oleh Gibran
"Sehingga antreannya memang cukup panjang,” jelas Lina.
Keluarnya hasil lab yang saat ini berkisar antara 3-5 hari itu terbilang lebih cepat dibandingkan beberapa waktu lalu, saat kasus Covid-19 sedang tinggi-tingginya.
Karena, laboratorium mengalami overload, hasil tes PCR baru keluar setelah 10 hari pengambilan sampel.
"Saat itu begitu kenaikan kasus, yang mengirim juga banyak kemudian ada terkendala juga masalah ketenagaan, karena kebetulan tenaganya yang terpapar Covid-19,” jelas dia.
"Sehingga harus isolasi mandiri dan ada yang dirawat juga, akhirnya menyebabkan kelambatan hasil juga,” tambah Lina.
Lina menyebut, keluarnya hasil tes laboratorium yang lebih dari 1X24 jam dinilai masih wajar.
Sebab, hanya kota-kota besar dengan rumah sakit yang punya laboratorium PCR sendiri yang bisa mengetahui hasil tes swab PCR kurang dari 1X24 jam.
“Selama ini, lab rujukan kita ke Lab UNS, ya hanya satu lab rujukan itu,” imbuhnya.
Sebelumnya, dr Tirta mengapresiasi penanganan Covid-19 di DKI Jakarta yang kasus Covid-19 mulai turun.
Meski begitu, dr. Tirta juga mengkritik ketersediaan vaksin, lamanya keluarnya hasil PCR dan susahnya masyarakat di luar jawa cari obat Covid-19.
Hal itu dilontarkan dr. Tirta lewat cuitan di akun Twitter pribadinya @tirta_hudhi.
Baca juga: 36 Ribu Siswa di Boyolali Diusulkan Vaksin Covid-19, Disdikbud: Zona Hijau, Bisa Sekolah Tatap Muka
Baca juga: Sebulan 500 Nakes di Boyolali Kena Corona, 3 di Antaranya Meninggal, Sejumlah Pelayanan Sempat Vakum
“Jakarta mulai signifikan, vaksin naik trus, kasus mulai turun, apresiasi,” cuit dr. Tirta.
“Tapi Indonesia bukan jakarta saja. Di Sby. Dosis vaksin mulai terbatas. Di boyolali PCR di Puskesmas butuh 3-5 hari,” terusan cuitan dr. Tirta
“Di luar jawa bahkan cari obat pengurang gejala Covid aja sangat susah,” pungkas dr. Tirta dalam cuitannya.
Nakes Kena Covid-19
Di tengah gempuran varian baru jenis Delta, dalam sebulan 500 tenaga kesehatan (nakes) di Kabupaten Boyolali terinfeksi Covid-19.
Ya, keganasan Covid-19 memang tidak pandang bulu, siapapun bisa terpapar virus yang menyerang saluran pernafasan itu.
Jangankan masyarakat awam, tenaga kesehatan pun tidak luput dari serangan virus ini.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali, Ratri S Survivalina mengungkapkan selama bulan Juli lalu, dari sekitar 2.000 Nakes di Boyolali, tercatat ada 25 persen atau 500 orang terpapar Covid-19.

“Jadi memang bulan Juli (lalu) kita sempat mengalami kevakuman di beberapa pelayanan,” ujar dia kepada TribunSolo.com, Senin (2/8/2021).
“Misalnya Puskesmas itu beberapa yang menutup pelayanannya atau mengurangi pelayanan untuk rawat inapnya, karena posisi untuk ketenagaanya itu kurang karena banyak yang kena Covid-19, harus isolasi,” jelasnya.
Beruntung, seluruh nakes di Boyolali telah divaksin Covid-19, sehingga tingkat keparahan penderita Covid-19 dapat dikurangi.
Sehingga dari 500 nakes yang terpapar Covid-19 itu, hanya 3 nakes yang meninggal dunia.
Untuk itu, sebagai perlindungan maksimal terhadap nakes dengan memberikan vaksin Covid-19 tahap ke 3.
Baca juga: Viral Bansos di Gantiwarno Klaten Disunat Rp 300 Ribu, Pemkab : Penerima Dobel, Kesannya Dipotong
Baca juga: Kunjungi Boyolali, Mentan Genjot Lahan Pertanian di Dekat Rumah Jokowi Melalui Integrasi Pertanian
“Dengan resiko yang harus mereka terima karena memberikan pelayanan, maka harus diberikan perlindungan lebih,” terang Lina.
Sebab, jika nakes ini tumbang otomatis akan merugikan masyarakat karena berdampak langsung terhadap penanganan pasien Covid-19.
“Untuk itu, masyarakat jangan cemburu atau iri kepada para nakes, karena beban mereka lebih tinggi," aku dia.
"Maka harus mendapatkan perlindungan yang lebih dibanding kelompok masyarakat umum,” jelasnya.
Insentif untuk Nakes
Pemkab Boyolali sudah mencairkan dana lebih dari Rp 12 miliar untuk memberikan insentif kepada tenaga kesehatan (Nakes) di Boyolali yang menangani pasien Covid-19.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Boyolali, Ratri S Survivalina mengungkapkan intensif ini diberikan bagi nakes di fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan bagi pasien Covid-19 antara lain bagi RSUD dan Puskesmas.
Lengkapnya pelaporan administrasi dan banyaknya kasus Covid-19 di Boyolali menjadikan serapan anggaran intensif bagi nakes ini tinggi.
“Dari anggaran 24 miliar, saat ini di Boyolali sudah terserap 54 persen,” kata Kepala Lina, kepada TribunSolo.com, Kamis (29/07/201).
Baca juga: Saudaranya Tengah Dimakamkan dengan Prokes, Pria di Boyolali Ini Malah Gasak HP Petugas Pemakaman
Baca juga: Dinas Kesehatan Boyolali Sebut Stok Vaksin Covid-19 Menipis, Khawatir Tak Cukup untuk Tahap II
Tingginya serapan intensif nakes yang menangani pasien Covid-19 ini sejalan dengan harapan menteri keuangan yang meminta agar hingga pertengahan tahun serapan intensif nakes minimal sudah 50 persen.
Insentif tersebut, diberikan kepada nakes mulai dari para medis, Dokter umum hingga dokter spesialis.
Para Medis yang paling sedikit menerima insentif, yakni maksimal Rp 5 juta perbulan.
Sedangkan dokter spesialis yang paling tinggi, mencapai maksimal Rp 15 juta perbulannya.
“Untuk dokter umum, batas maksimal insentif yang diterima mencapai Rp 7,5 juta perbulan,” terang Lina.
Insentif yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Kabupaten Boyolali ini hanya diperuntukan bagi fasilitas kesehatan milik Pemkab Boyolali.
Meski begitu, faskes milik swasta tetap bisa mendapatkan intensif dengan mengajukan langsung Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan.
“Dari rumah sakit swasta di Boyolali juga sudah ada yang mencairkan dana intensif,” terang dia. (*)